Lumbung

 


Musri Nauli 

Ditengah pandemik yang belum adanya kepastian akan berakhir, pengecekkan padi di berbagai tempat penyimpanan terus dilakukan Al haris sebagai Gubernur Jambi. 

Belum seminggu menjabat setelah pelantikan, Al Haris langsung bergerak cepat. Mendatangi Bulog Jambi. 

Menurut Kepala Perum Bulog Kanwil Jambi, stok beras berjumlah 7.600 ton. Kualitas medium yang tersebar di lima gudang bulog di wilayah Provinsi Jambi. Sedangkan kualitas premiun bisa mencapai 800 ton. Sehingga totalnya mencapai 8000 ton. 

Mengutip dari antara Jambi, kebutuhan beras di Jambi dua ribu ton perbulan. Sehingga dengan stok yang tersedia maka diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk 4 bulan ke depan. 

Memastikan beras di gudang adalah memberikan kenyamanan ditengah masyarakat. Sehingga pandemik yang melanda Indonesia dan Jambi tidak terpengaruh kebutuhan mendasar masyarakat Jambi. 

Namun ditengah masyarakat Melayu Jambi, setiap pemimpin yang kemudian dipercaya kemudian baru terpilih, selalu melihat isi padi d lumbung. Biasanya untuk mengukur, apakah hasil panen padi terakhir mampu tersedia hingga menjelang panen berikutnya. 

Cara Pandang kepemimpinan ini adalah kelaziman yang sering dipraktekkan didalam rapat-rapat adat. Dengan adanya kepastian ketersediaan isi padi di lumbung maka Pemimpin yang telah dipilih kemudian tenang menjalankan tugas-tugasnya.  

Didalam rapat-rapat adat, para mangku kemudian melaporkan kepada Pemimpin yang baru terpilih. Biasanya disampaikan dengan muka ceria isi padi di lumbung. Dan tentu saja sembari menegaskan akan terus menjaga isi padi di lumbung. 

Jabatan tidak berkaitan dengan periode jabatan Pemimpin ditengah masyarakat . Terus melekat dan memegang Teguh kepercayaan diberikan. Sehingga dengan ditugaskan terus menjaga isi padi di lumbung, mangku dapat memberikan informasi dan perkembangan terus menerus kepada pemimpin. 

Hampir disetiap dusun-dusun di Jambi memiliki lumbung padi. Menyimpan padi. Sebagai kebutuhan sehari-hari. Dan itu terus dijaga oleh mangku. Sehingga masyarakat tetap tenang beraktivitas kehidupan sehari-hari. 

Dan setiap memulai penanaman padi yang ditandai dengan peristiwa adat seperti “kenduri sko”, “rapat kenduri”, secara serentak kemudian masyarakat mulai melakukan prosesi penanaman padi. 

Istilah-istilah seperti “nurun Benih”, “nyemai”, “nugal”, “nanam” hingga “tuai” tanaman padi masih banyak dipraktekkan di masyarakat. 

Kepastian isi padi lumbung adalah bagian prosesi kebudayaan yang masih berlangsung hingga kini. 

Dan Pemimpin terpilih selalu menggunakan amanah yang diberikan untuk memantau isi padi di lumbung.

Angka Kemiskinan

Musri Nauli 

Ketika Al Haris mendatangi BPS Jambi dan mendengarkan pemaparan mengenai pengaruh perekonomian akibat pandemik, konsentrasi Al Haris sebagai Gubernur Jambi ditujukan kepada nasib pedagang Kecil dan UMKM. 

Catatan BPS menarik untuk ditelusuri. Selain menjadikan basis data untuk melihat kenyataan ditengah masyarakat sekaligus juga mengukur kinerja awal-awal Al Haris menjabat. Dan sekaligus mengukur kekuatan untuk mencapai visi-misi Jambi Mantap. 

Kalau istilah di Jambi dikenal dengan “Mengaji diatas kitab. Menangis diatas bangkai’. Sehingga perdebatan kita tidak mengawang, pokoke, asal nyimplak ataupun menimbulkan kehebohan. 

Membicarakan angka-angka BPS, menarik diikuti. Tiga tahun yang lalu, gonjang-ganjing politik di Jambi dihebohkan dengan pernyataan tentang kurang gizi di Jambi yang mencapai 30%. Bahkan angka nasional mencapai 40 %. Angka yang cukup mengerikan dan dapat meninggalkan generasi “kurang gizi”. 

Sayapun kaget. Apakah angka 30% busung lapar di Jambi dan 40% di Indonesia sudah mengintai kita. Apakah angka itu begitu mengerikan sehingga kita lalai atau luput memperhatikannya. 

Dalam literature sering disebutkan kurang gizi akibat gizi buruk (malnutrisi) disebabkan penyakit akibat kekurangan energy dan protein. Akibat kurang gizi maka sering dikenal “busung lapar”. Penyakit ini menyerang balita usia 0 – 4 tahun. Penyakit yang menyerang dinegara-negara berkembang. Termasuk di Indonesia. 

Mengikuti jejak busung lapar yang telah dipaparkan angkanya mencapai 30 % di Jambi dan 40 % di Indonesia alangkah baiknya kita mempelototi data-data resmi dari lembaga negara. Entah Kementerian Kesehatan ataupun BPS. Angka resmi yang menggambarkan keadaan dan dapat menjadi rujukan. 

Memasuki tahun 2018 apabila kita bandingkan dengan angka gizi buruk mencapai 30% di Jambi sebagaimana telah dipaparkan maka kita dapat merujuk kepada data-data resmi. 

Dengan penduduk  Jambi 3,5 juta jiwa (BPS, 2018) dengan angka kemiskinan 7,9% maka penduduk yang termasuk kategori miskin mencapai 277.685. 

Apabila kita sandingkan gizi buruk (30 %) dengan jumlah penduduk miskin 277.685 jiwa maka terdapat 83 ribu jiwa. 

Atau apabila kita konsentrasi kepada gizi buruk terhadap kelahiran bayi 25 ribu pertahun di Jambi maka terdapat 7,5 ribu bayi yang terpapar gizi buruk. Padahal kasus gizi buruk tahun 2017 hanya mencapai 55 kasus (0,22 %). Jauh dari angka 30% yang dipaparkan. 

Tapi berapapun angka gizi buruk yang menimpa Indonesia dan Jambi maka kita akan menghasilkan generasi yang hilang (lost generation). Sehingga terjadinya angka busung lapar mencapai 30% apalagi 40 % Indonesia dapat menyatakan “keadaan luar biasa’. 

Didalam Laporan 2020 yang disampaikan Februari 2021, BPS menyebutkan “Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jambi pada Maret 2021 sebanyak 293,86 ribu orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2020, maka selama enam bulan tersebut terjadi penambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 5,8 ribu orang.

Dengan demikian, secara umum akibat pandemik justru meningkatkan jumlah penduduk miskin bertambah. 

Angka-angka inilah yang dikhawatirkan oleh Al Haris. Dengan meningkatnya angka kemiskinan dan semakin tinggi orang miskin maka dapat meningkatkan angka kriminal dan kerawanan sosial. 

Badai pandemik yang panjang dan belum berkesudahan yang menimbulkan dampak perekonomian justru akan menimbulkan masalah baru. Angka kriminal dan kerawanan sosial.

Dengan membaca angka-angka yang dipaparkan oleh BPS maka langkah dan strategi yang digunakan harus tepat sasaran. Konsentrasi menghadapi pandemi dilakukan dengan memprioritaskan Jaring Pengaman Sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 untuk keluarga miskin dan keluarga yang terdampak dan  Bantuan modal usaha untuk pedagang kecil atau usaha rumah tangga guna menggerakkan sektor nonformal akibat covid-19. 

Program ini termaktub didalam rencana aksi 1 didalam menghadapi pandemi covid-19. 

Tentu saja masih banyak program-program yang telah disusun. Kita menunggu langkah-langkah kongkrit yang dilakukan Al Haris sebagai Gubernur. 

Sembari memberikan dukungan nyata untuk mendukung program-program yang langsung menyentuh pedagang kaki lima dan UMKM. Dan terutama program-program untuk Rakyat Kecil. 

Ungkap Dugaan Bagi Bagi Uang Senilai Rp20 Miliar di PSU Pilgub Jambi

 

Nurul Fahmy

Oleh Nurul Fahmy

Pemilihan Gubernur Jambi 2020 lalu telah memakan korban. Mereka umumnya adalah pelaku pelanggar pemilu. Seperti NF, yang telah divonis hukuman penjara 3 tahun karena terbukti melakukan politik uang, bagi-bagi sembako dan tiang listrik. Jangan sampai PSU 27 Mei 2021 ini, Anda jadi korban berikutnya.

Selain NF, korban lain juga adalah penyelenggara pemilu itu sendiri. Sebanyak 5 orang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sudah dipecat. Mereka terbukti mencuri suara pasangan Fachrori Umar- Syafril Nursal untuk diberikan kepada pasangan Cek Endra - Ratu Munawaroh di Kotobaru, Kota Sungaipenuh. Kelima PPK ini dibayar uang tunai dengan nilai mencapai setengah N Max (Rp15 juta) perorang untuk aksi mereka itu.

Meski para pelaku sudah dipecat, namun sayangnya, proses pidana bagi mereka sampai kini tidak jelas. Termasuk pengusutan terhadap terduga pemberi uang, yakni pasangan CE- Ratu. Masyarakat hingga saat ini tetap menunggu proses pidananya oleh aparat penegak hukum.

Korban pelaku berikutnya adalah Komisoner KPU Provinsi Jambi, Sanusi. Yang bersangkutan terbukti memberikan data penting KPU kepada pasangan Cek Endra. Majelis Hakim dalam sidang di DKPP akhirnya memberikan peringatan keras kepada Sanusi karena terbukti melanggar kode etik KPU. Sanusi akhirnya memilih mengundurkan diri dari KPU.

Di Kota Jambi dan Tanjab Timur, berdasarkan laporan ke Bawaslu sebelum hari pencoblosan Desember 2020, pelanggaran pemilu umumnya dilakukan pasangan Cek Endra dan Ratu Munawaroh. Meski sempat diproses, namun kasus ini mentah di Gakkumdu. Drama penyelidikan kasus ini bergulir ke DKPP. Sejumlah fakta janggal, kita tahu, terungkap dalam sidang itu beberapa waktu lalu.

Satu Juta Perkepala 

Meski korban telah jatuh selama Pilgub Jambi, namun dugaan pelanggaran pemilu berupa praktik bagi-bagi uang jelang PSU ini tetap tak surut. Seperti informasi belakangan ini. Seorang emak-emak diduga menerima uang  di salah satu kecamatan di Muarojambi, dari salah satu kandidat.

Bagi-bagi uang dengan modus tunjangan hari raya (THR) juga santer terdengar. Bahkan caranya lebih "canggih". Tidak diberikan secara tunai, tapi ditransfer langsung ke rekening warga atau saldo di salah satu aplikasi.

Salah satu kandidat disebut telah menyiapkan anggaran sebesar Rp20 sd Rp40 miliar untuk diberikan kepada pemilih agar mencoblos kandidat tertentu. Asumsinya satu pemilih diberikan uang Rp1 juta sampai Rp2 juta perorang. Uang sebesar itu diharapkan mampu memberikan kemenangan kepada pasangan tersebut, dengan target perolehan suara mencapai 20 ribu, dari 29 ribu suara pemilih yang akan ikut PSU di 88 TPS di 5 kabupaten/kota di Jambi.

Meski belum terkonfirmasi, informasi ini jangan dianggap remeh dan sepele. Tidak boleh diabaikan. Jika dipraktikkan, jelas sangat menciderai proses demokrasi di Jambi. Apalah arti dua puluh miliar untuk proses akhir pilkada ini bagi kandidat yang beruang dan ambisi menjadi kepala daerah atau gubernur. Dibanding dengan biaya selama proses pra dan pasca pemilihan 9 Desember 2020 lalu, uang Rp20 miliar tidak besar. Duit segitu cuma kaleng-kaleng.

Berbagai pihak, utamanya pengawas pemilu diharapkan buka mata dan telinga. Dugaan ini memang seperti kentut. Baunya ada, tapi tak diketahui sumbernya. Sebagian kita mungkin telah mendengarnya. Mencium baunya. Tapi tak punya kemampuan mengungkapnya. Tapi ini jelas tak boleh diabaikan. Kita semua harus buka mata, pasang telinga. Mengakses transaksi keuangan dengan menggandeng pihak terkait seperti Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah salah satu langkah yang dapat dilakukan.

Menelisik dugaan transaksi serentak atau berkala ke sejumlah rekening baru di sejumlah daerah di Jambi, jelas harus dilakukan. Kalau ada, ini jelas mencurigakan. Seluruh pihak diharapkan juga proaktif menelisik dugaan ini.

Jangan sampai statemen Kapolda Jambi Irjen Pol Albertus Rachmad Wibowo, yang mengancam akan menangkap langsung pelaku politik uang (pemberi dan penerima) hanya jadi sekedar angin lalu. Jangan sampai ketegasan ini macet di tingkat bawah, hanya karena kita abai dan menganggap semua itu, bagi bagi uang Rp 1 juta perkepala itu, tak mungkin.

(Penulis adalah wartawan)

Opini Musri Nauli: Surat Kerajaan untuk Kerinci (1)

  

Musri Nauli

Musri Nauli

Tidak dapat dipungkiri, berbagai dokumen yang tersimpan rapi di Universitas Leiden, Belanda menggambarkan pola komunikasi surat menyurat antara Kerajaan Belanda dengan penguasa Kerinci.

Sebagaimana dituliskan oleh Hafiful Hadi Sunliensyar, naskah-naskah yang didalam literatur disebutkan aksara Jawi didokumentasikan dan dialihbahasan oleh Voorhoeve.

Naskah-naskah Jawi yang diteliti oleh Voorhoeve pada 1941-1942. Voorhoeve dalam penelitiannya telah mendokumentasikan sekitar 89 naskah beraksara Jawi yang ditulis pada kertas

Di antara 89 naskah tersebut, sekitar lima puluhan di antaranya merupakan surat-surat kerajaan yang dikirim kepada penguasa Kerinci. Surat-surat kerajaan tersebut berasal dari Kerajaan Islam yang merupakan jiran dari wilayah Kerinci yaitu Jambi, Minangkabau dan Inderapura.

Naskah Jawi adalah naskah yang ditulis menggunakan aksara Arab-Melayu atau disebut pula sebagai aksara Jawi.

Baca Juga: Opini Musri Nauli: Artefak di Kerinci

Penggunaan aksara Jawi kemudian berkembang seiring dengan banyaknya kerajaan bercorak Islam yang berdiri dan berkembang di Nusantara sejak abad ke-16 M. Penggunaan aksara Jawi tertua pada naskah terdapat di dalam surat yang dikirim oleh Sultan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja João III dari Portugis, berangka tahun 928 Hijriah (1521-1522 M). Aksara Jawi ini juga digunakan oleh para penguasa Jambi dan Minangkabau dalam berbagai surat-suratnya yang dikirim ke berbagai wilayah termasuk ke wilayah Kerinci.

Hafiful Hadi Sunliensyar menjelaskan dengan adanya dokumen dan naskah maka dapat menggambarkan latar belakang historis dalam teks.

Hafiful Hadi Sunliensyar berkonsentrasi terhadap tiga naskah untuk Depati Suka Menggala di Tanah Sleman, Kerinci. Sedangkan naskah lain adalah surat yang dikirimkan untuk Depati Empat.

Pada umumnya surat bertanggal. Dibubuhi cap kerajaan. Berisikan nama-nama pemberi atau yang mengeluarkan naskah, jenis naskah, nama-nama penerima naskah dan tujuan dikeluarkannya naskah.

Surat juga bertanda Kepala surat berisi tentang penjelasan pendirian dan dasar kerajaan Minangkabau yang dimulai dari Nabi Adam sampai Iskandar Zulkarnain.

Yang menarik adalah piagam Kerinci. Berisikan Kitab Undang-Undang Minangkabau dari Kota Manindjau.

Hafiful Hadi Sunliensyar kemudian menyebutkan Kota Manindjau yang dimaksud adalah Koto Majidin, salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Mendapo Karamanten atau Mendapo Kemantan di Kerinci

Naskah kuno yang ditulis dengan aksara Rejang dari Sekungkung. Naskah dimiliki Depati Sandaran Agung. Naskah aslinya dimiliki oleh Depati di Seleman. Dan naskah Inderapura yang dimiliki oleh Depati di Kemantan.

Baca Juga: Opini Musri Nauli: Kesaktian Kerinci

Namun aksara Rejang dikoreksi oleh Ulu Kozok. Menurutnya itu bukan aksara Rejang. Tapi aksara incung. Memiliki kemiripan bentuk dan satu rumpun aksara.

Kemudian didalam naskah ditemukan cap Pangeran Suta Wijaya. Cap ini juga ditemukan di Renah Kemumu. Renah Kemumu termasuk kedalam Marga Serampas. Sekarang menjadi Desa Renah Kemumu termasuk kedalam Kecamatan Jangkat, Merangin.

Makna dari naskah diantaranya (1) Hijrah Nabi ”Sallallahu alaihi wa Sallam”, telah seribu seratus enam (2) tahun pada tahun waw, pada bulan Rabiul Akhir pada enam hari bulan pada malam Jum’at (3) pada waktu Isya, dewasya itu Duli Pangiran Suta Wijaya menggaduhkan (4) piagam kepada Depati Suta Menggala. Serta titah duli Sultan, adapun (5) Tanah Saliman itu selubuk sehukur sedanaunya dan menteri (6) sambilan pamangku lima dan tiga puluhnya dan segala cupak gantangnya, (7) semuwa kamu, sehadat Depati Suta Menggala. Jikalau tiyada menurut (8) perintah Depati Suta Menggala yang benar, jikalau menterinya sedenda men (9) teri jika pemangku sedenda pemangkunya, jika tiga puluhnya sede (10) nda tiga puluhnya, jika cupak gantangnya sedenda cupak gantangnya. Itulah (11) titah duli Pangiran hubaya-hubaya jangan kamu laluwi seperti titah duli (12) pangiran yang digaduhkan kepada Depati Suta Menggala. Tammat iyang (13) menyuratnya Encik Marah orang hiya. ha-ha-ha (ditulis secara vertikal).

Naskah yang dikeluarkan oleh Pangeran dari Kesultanan Jambi yang bergelar Pangiran Suta Wijaya kepada salah seorang depati di Kerinci yang bergelar Depati Suta Menggala. Piagam yang dikeluarkan pada 06 Rabiul Akhir 1106 Hijriah atau 17 November 1694 M ini,secara ringkas berisi pengakuan pihak Kerajaan yang diwakili oleh Pangiran.

Naskah lain berisikan (1) Ini surat piagam digaduhkan Sultan Ingalaga (2) kepada Dipati Suta Menggala telalu Pati Sambilan, (3) jikalau angga’ iya menju(n)jung Dipati Suta Mang (4) gala sah danda Dipati Suta Menggala, tiga puluhnya (5) pun demikian juga dandanya itulah bunyinya (6) titah Sultan, tammat.

Advokat. Tinggal di Jambi

Baca juga Opini Musri Nauli Lainnya:

Jambi Sebagai Kota Dagang

Alasan Rasional Mendesak Mundur

Hak Privasi

Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi

Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi

Musri Nauli

Indonesia adalah negeri kaya-raya. Zamrud khatulistiwa. ”Tongkat dan kayu jadi Tanaman” kata Koes Plus. “Gemah ripah loh jinawi” istilah Jawa. “Padi Menjadi. rumput hijau. Kerbo gepuk. airnya tenang. Ikan jinak. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugu’” istilah Melayu Jambi.

Lalu mengapa Negeri Belanda yang luasnya “seupil mampu menguasai Indonesia 1.09 juta kilometer persegi, 17 ribu pulau selama ratusan tahun ?

Belanda datang ke Indonesia dimulai dari pelayaran pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Berhasil mendekati Kerajaan Banten namun terlibat perang dengan Portugis. Belanda kemudian diusir dari Banten terus ke Madura dan kemudian diusir dan pualng ke Belanda dengan membawa sedikit rempah-rempah.

Tahun 1598, Belanda kemudian tiba dipimpim Jacob van Neck. Hubungan dengan Banten diperbaiki dan kemudian diterima. Belanda kemudian mengirimkan tiga kapal pulang ke Belanda. Tahun 1599 kemudian ke Maluku dan berhasil membawa rempah-rempah melimpah ruah. Tahun 1612.

Tahun 1602, pembesar Belanda Olden Barneveld menghimpun semua kongsi besar kedalam Verenigde Oos-Indische Compagnie (VOC). Gubernur Jenderal VOC Pertama adalah Pieter Both. Semula kedudukan VOC di Ambon untuk kemudahan monopoli rempah-rempah. Namun kemudian dipindahkan ke Jayakarta sebagai control jalur perdagangan di Malaka. Setelah peperangan panjang dengan Jayakarta tahun 1619 berhasil dikuasai. Jayakarta kemudian berganti menjadi Batavia. 

Setelah memantapkan kekuasaan di Batavia selanjutnya VOC konsentrasi ke Banten. Setelah itu Mataram, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon, Makassar dan Bone.

Memasuki tahun 1799, VOC kemudian bangkrut. Disebabkan keserakahan penguasa local, ketidakcakapan para pegawai mengendalikan monopoli bahkan menyebabkan kas VOC menjadi kosong.  Belum lagi perang dengan Inggeris di Persia, Hindustan, Sri Langka dan Malaka. Pemerintahan Belanda kemudian mengambil alih. Masa ini kemudian dikenal dengan Hindia Belanda.

Jejak terhadap perkebunan paska tahun tanaman paksa (cultuursteel) masih dapat dilihat didalam berbagai penelitian.

Tahun 1836-1845 mulai didirikan kebun-kebun kecil di daerah Bogor yaitu: Ciawi, Pondok Gede Cioreg, Cikopo, dan Bolang. Hasilnya pada tahun 1845 telah diekspor teh yang pertama kali dari Jawa ke Amsterdam sebanyak 200 peti. Tahun 1887, dilakukan penanaman teh di Kemuning oleh perusahaan Belanda NV. Cultuur Maatschappij.  Di Karawang Perusahaan perkebunan tersebut hampir semuanya perkebunan karet atau teh pada tahun 1929.

Di Desa Trisobo, tanah-tanah garapan petani hasil membuka hutan, disewa secara paksa oleh pemerintah kolonial Belanda disekitar tahun 1920. 

Pada tahun 1920 petani di seluruh Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas perkebunan yang diperdagangkan. 

Begitu juga perkebunan kelapa sawit pertama di lokasi pantai timur Sumatra (Deli) dan Aceh yang saati itu luasnya 5.123 hektar. Kisah Perkebunan Deli banyak menarik perhatian para penulis. Pembukaan perkebunan di Deli, Serdang diikuti oleh perluasan ke daerah Langkat, Simalungun, dan Asahan memicu pendirian berbagai perusahaan pendukung lainnya Perkembangan perkebunan yang pesat di Sumatera Timur menjadi dasar pendirian berbagai perusahaan seperti kereta api Deli (Deli Spoorweg Maatschappij/DSM), Deli Tanker Installation, Deli Haven Beheer, telepon, perumahan, dan sewa gudang. Di Pasaman dibangun 1906 diantaranya di  Silayang, Muara Sungai Lolo dan Koto Rajo.

Sedangkan karet ditanami tahun 1912 di Batujamus Karanganyar oleh Gouvernement Landbouw Bedrijven (GLB). Karet pertama kali ditanam di Kalimantan Selatan pada tahun 1904; kira- kira tahun 1920-an, daerah ini menjadi kaya dengan karet. Tahun 1920 – 1927 harga karet dipasaran internasional melonjak. Tertarik akan memperoleh keuntungan yang banyak, penduduk daerah Hulu Sungai merombak sawah mereka menjadi kebun karet. Mengusahakan karet saat itu menjadi salah satu mata pencaharian di samping bertani, menangkap ikan serta mengumpulkan hasil hutan. 

Baca Juga Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi di: Thehok.id

Jambi Kota Dagang (3)

 

Jambi Kota Dagang (3)

Musri Nauli 

Didalam Pemerintahan Kerajaan Jambi, keragaman suku-suku bangsa di Jambi didasarkan adanya perbedaan latar belakang asal-usul, adat istiadat. 

Seperti pada masyarakat Melayu yang sering juga disebut sebagai masyarakat kalbu yang 12 atau suku yang 12. 

Berbagai seloko seperti “rumah sekato tengganai”, “kampung sekato tuo”, “negeri sekato batin”, “Rantau Sekato jenang” dan “alam sekato Rajo” atau “Alam nan berajo”,  “Rantau nan bejenang”, “Negeri nan bebatin”, “Luhak nan bepenghulu”,  “Kampung nan bertua” dan  “Rumah nan betengganai” memperlihatkan struktur masyarakat Jambi.

Para ketua adat ditandai dengan pasirah, penghulu, depati, rio, tumenggung dan tuo batin.  

Disusun Daerah batin dimulai dari Keluarga, rumah tangga, kampung, negeri, alam dan kerajaan Jambi. 

Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang menjelaskan didaerah Melayu yang kemudian dikenal Daerah kalbu 12 atau disebut Tanah Raja (Daerah Kesultanan) yang pada umumnya dipegang para Bangsawan. 

Berdasarkan tingkatannya maka Raden keturunan keraton dan perempuan disebut ratumas. Raden keturunan yang perempuan disebut tumas. Raden keturunan anak Rajo 40 yang disebut tumas. Raden keturunan kedipan yang disebut dengan Nyimas. Kemas keturunan dari tumenggung, gelar ini merupakan gelar perseorangan dan yang perempuan disebut Nyimas. 

Sedangkan didalam pemerintahan, para Bangsawan disebut dengan kademang ngabehi. 

Bentuk Pemerintahan Tetap berlaku dan diakui oleh Belanda yang kemudian disebut “administrative controle van een inlandsch gounvernements bestuut sambtenaar atau cenassisten-demang. 

Dalam praktek kemudian menciptakan dua bentuk kekuasaan. Tetap menghormati sistem pemerintahan tradisional yang berdasarkan teritorial. Seperti para tengganai, tuo tengganai, rio, Depati. 

Sedangkan Belanda menempatkan demang, asisten demang dan ambtenar sebagai pemerintahan formal.  

Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani.

Baca Juga Jambi Kota Dagang di Kerinciexpose.com

Opini Musri Nauli : Jambi Sebagai Kota Dagang (2)

Opini Musri Nauli : Jambi Sebagai Kota Dagang (2)

Sebagai kota dagang, Jambi dicatat sejak zaman Orang Kayo Hitam (1500-1515). Pada masa itu Islam berkembang dan menjadi agama resmi Kerajaan Jambi. 

Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang diterangkan pada masa itu kemudian bergelar “Panembahan” dan kemudian Sultan. 

Pangeran Kedak yang bergelar Sultan Abdul Kahar (1615-1643) adalah Raja Pertama Kerajaan Jambi yang memakai telar Sultan. Dan menetapkan secara resmi Kerajaan Jambi disebut Kesultanan Jambi. 

Begitu juga ketika Depati Anom yang berkuasa kemudian  bergelar Sultan Abdul Jalil (1643). Dilanjutkan Pemerintahan Raden Penulis yang kemudian bergelar Sultan Abdul Mahji yang sering disebut Sultan Sri Ingalogo (1665-1690). 

Begitu juga Putra Sultan Sri Maharajo Batu kemudian bergelar Sultan Suto Ingalogo (1740).  

Masa Pemerintahan Raden Denting kemudian bergelar Sultan Agung Sri Ingalogo atau disebut Sultan Mahmud Mahiddin (1812-1833). 

Gelar Sultan juga digunakan Raden Muhammad (Pangeran Ratu) yang bergelar Sultan Mohammad Fachrunddin yang sering disebut Sultan Keramat (1833). 

Sultan Taha Syaifuddin (1855) kemudian tidak mengakui kekuasaan Belanda di Jambi juga menggunakan gelar Sultan. 

Perlawanan terhadap Belanda diteruskan hingga ke Sultan Thaha Syaifuddin yang naik tahta 1955. Sultan Thaha Syaifuddin yang dianggap memiliki perlengkapan Kesultanan (rijkssierenden) dan kerisi Pusaka Siginjei sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Sultan yang sah oleh rakyat Jambi. 

Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang juga diterangkan diterapkan Undang-undang Pemerintahan yang disebut “Pucuk Undang nan delapan”. 

Istilah “Pucuk Undang nan delapan” sering juga disebut “Induk Lapan Anak 12”. 

Delapan atau Lapan kemudian dikenal sebagai hukum formal. Sedangkan hukum acaranya kemudian dikenal “anak 12”. 

Hukum Adat Jambi yang dikenal “Pucuk Undang nan delapan”  atau “Induk Lapan Anak 12” masih digunakan ditengah masyarakat. 

Mampu menghadapi perubahan zaman. Dan dapat dilihat diberbagai Peraturan Desa di berbagai Daerah di Jambi. 

Penulis opini, Musri Nauli, ialah Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Baca Juga Opini Musri Nauli: Jambi Sebagai Kota Dagang di 

Jambiseru.com

Jambiflash.com

Alasan Rasional Mendesak Mundur

Oleh: Musri Nauli

Ketika saya dihubungi teman-teman Jambi TV untuk mengikuti dialog live Kupas Abis di Jambi TV, saya hanya manggut-manggut. Yah, sekedar refresing setelah “terjebak” rutinitas sidang yang hampir menyita waktu.

Tak perlu lagi saya meriset ataupun menguasai data-data. Dengan mengikuti perkembangan politik kontemporer, saya cukup mengetahui. Kemana arah pembicaraan.

Benar. Ketika Akmal memulai alasan mengajukan permohonan ke MK dan kemudian diputuskan oleh MK, dengan rinci dipaparkan alasan kelemahan KPU didalam menyelenggarakan Pilkada.

Kelemahan (apabila tidak mau dikatakan sebagai kesalahan KPU), masalah DPT menjadi perhatian MK. MK dengan tegas memutuskan. KPU tidak profesional dan integritas.

Akibatnya apa ? MK kemudian memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 88 TPS.

Bak bola lambung seperti main volly. Umpan langsung saya sambar.

Bukan sekedar MK yang memerintahkan PSU. Tapi MK juga memerintahkan PSU dengan KPPS dan PPK yang baru.

Namun bukan amar putusan MK yang menarik perhatian. Sebagai advokat yang Sudah biasa praktek di persidangan, bagi seorang advokat, pertimbangan MK yang menjadi dasar untuk menilai putusan MK.

Salah Satu pertimbangan MK yang menarik perhatian adalah pertimbangan MK “Profesional dan integritas” KPU.

Umpan langsung saya sambar. Ya. KPU tidak profesional dan integritas.

Umpan Lambung dari Akmal dan bersandarkan kepada pertimbangan MK membuat KPU tidak integritas dan profesional menjadikan sebaiknya komisioner KPU harus mundur.

Padahal sebagai lembaga penyelenggara pilkada, profesional dan integritas adalah kata-kata kunci membuat dia mendapatkan kepercayaan publik.

Sekali saja tidak mendapatkan kepercayaan publik, apapun hasil yang ditetapkan akan mendapatkan cemoohan dari publik.

Kata tidak profesional dapat disaksikan selama persidangan di KPU.

Sebagai peserta pilkada, tentu saja konsentrasi hanya pada penghitungan suara. Melihat suara yang diraih.

Namun berbagai pernik-pernik selama proses selama pemilihan di TPS, tentu saja menjadi kewenangan dari pihak penyelenggara.

Benar kemudian. Selama persidangan di MK, berbagai pertanyaan hakim MK, komisioner KPU yang dihadirkan cuma cengar-cengir tidak karuan.

Padahal sebagai penyelenggara, mereka memegang dokumen resmi yang berkaitan dengan Seluruh proses pilkada. Sehingga berbagai argumentasi harus didukung dengan data-data.

Apabila didalam dalilnya menyebutkan nama-nama yang tidak berhak memilih (yang menjadi keberatan dari pemohon), KPU harus menunjukkan daftar hadir (absensi). Bukan sekedar omong Doang (omdo).

Tentu saja para peserta pilkada tidak memegang absensi untuk mengecek siapa yang berhak memilih atau tidak.

Saya tidak membayangkan. Bagaimana para komisioner yang memegang amanat sebagai penyelenggara pilkada, sama sekali tidak memegang mandat untuk memastikan penetapan KPU yang telah diteken untuk diamankan di MK.

Pertimbangan MK berkaitan dengan profesional dan integritas sekali lagi membuktikan. Itu kelemahan KPU. Bukan kecurangan oleh peserta pilkada.

Akibat kelemahan KPU, membuat para peserta dirugikan. Masyarakat Jambi juga dirugikan.

Belum lagi-lagi akibat kelemahan KPU, membuat negara harus mengeluarkan kocek lebih dalam. Mengeluarkan dana untuk melaksanakan PSU.

Padahal ditengah pandemi corona yang belum usai, dana yang dikeluarkan dapat memberikan subsidi kepada siswa-siswa yang harus mengeluarkan biaya untuk sekolah.

Sehingga pernyataan saya di forum live KUPAS ABISS di Jambi TV meminta seluruh komisioner KPU Provinsi Jambi adalah muara dari rangkaian peristiwa.

Bukan sekedar pernyataan dari Langit.

Penulis adalah Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs