Sang Pahlawan

 

Musri Nauli 

Didalam memperingati hari Pahlawan tanggal 10 November yang baru usai dirayakan, makna pahlawan tidak semata-mata “terlibat” didalam dalam perang fisik dan gerilya Kemerdakaan. 

Ada “nuansa” kepahlawanan ditengah masyarakat. 

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata Pahlawan dapat diartikan sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Biasa juga disebutkan sebagai pejuang yang gagah berani. 

Maknanya mirip dengan “hero”. 

Makna itu saya temukan dalam peristiwa kemacetan di Simpang Karmeo. Kemacetan parah total. Kendaraan baik dari Muara Tembesi “terhenti”. Panjang barisannya. 

Sementara jalur dari Sarolangun “kosong”. Sama sekali tidak ada mobil yang melintas. 

Hampir dua jam jalur “vakum”. Tidak bergerak sama sekali. 

Tiba-tiba dari arah Sarolangun, Seorang Polisi Muda “berpakaian” bebas, seperti anggota reserse, badannya kurus, kemudian “meminta” kendaraan yang datang Arah Muara Tembesi ke Sarolangun agar “tertib”. Ikut antrian. 

Sikap tenang sekaligus tegas kemudian “menginspirasi” Pemuda-pemuda Desa Simpang Karmeo kemudian membantu sang Polisi Muda. Mereka kemudian “ikut’ membantu para Driver agar segera “menertibkan” kendaraan masuk kedalam antrian. 

Setelah mobil dari arah Muara Tembesi kemudian masuk kedalam barisan, tidak lama kemudian mobil dari arah Sarolangun pelan-pelan kemudian melewati jalan dengan baik. 

Sementara itu butuh 30 menit, kemacetan total Parah kemudian dapat terurai. 

Sikap tenang sekaligus tegas dari sang Polisi muda mengingatkan “teori Kepemimpinan” di Lapangan. Biasa juga disebutkan sebagai “Teori Kepemimpinan” ditengah kerumunan. 

Dalam Lapangan ilmu sosiologi, teori kepemimpinan ditengah kerumunan menarik perhatian dan menjadi kajian tersendiri. 

“Teori Kepemimpinan” ditengah kerumunan tidak dapat dilepaskan dari teori kontemporer Psikologi Gustave Le Bon. 

Menurut berbagai data, Gustave Le Bon, (lahir 7 Mei 1841, Nogent-le-Rotrou, Prancis   meninggal 13 Desember 1931, Marnes-la-Coquette), psikolog sosial Prancis yang terkenal karena studinya tentang karakteristik psikologis orang banyak. 

Le Bon percaya  kehidupan modern semakin dicirikan oleh kumpulan orang banyak. Dalam The Psychology of Crowds karyanya yang paling populer, Le Bon berargumen  kepribadian sadar individu dalam kerumunan terendam dan pikiran kerumunan kolektif mendominasi; perilaku orang banyak adalah bulat, emosional, dan intelektual lemah.

Untuk menjelaskan lebih tepatnya latar belakang umum di mana keadaan tertentu memunculkan kesatuan psikologis, Gustave Le Bon membangkitkan "jiwa ras", yaitu seperangkat karakteristik umum yang diterapkan oleh hereditas kepada semua individu suatu ras. 

Tampaknya ajaib dan sumber keracunan, bentuk hipnosis emosional dan intelektual kolektif ini bagaimanapun tidak akan mengurangi dorongan keinginan individu sedikit pun, dan lebih khusus lagi bakat apa pun untuk berpikir kritis, sedemikian rupa sehingga seorang filsuf akan memiliki, dalam kerumunan, nilai intelektual yang sama dengan buta huruf.

Lebih lanjut diuraikan oleh Gustave Le Bon, Psikologi kerumunan/ Psikologi keramaian dicirikan oleh kesatuan mental. Bagi Gustave Le Bon, kerumunan bukanlah kumpulan individu yang sederhana; sebaliknya harus dirasakan, dari perspektif psikologis, sebagai entitas tunggal dan tak terpisahkan.

Berbeda dari penambahan sederhana elemen terisolasi yang menyusunnya. Kesatuan mental sedemikian rupa sehingga kerumunan itu sebanding dengan "jiwa kolektif" yang sementara, yang dibentuk oleh perpaduan jiwa-jiwa individu ke arah yang sama.

Seorang Kepemimpinan ditengah kerumuman maka dia diberkahi dengan imajinasi yang kuat dan sangat mudah mempengaruhi yang cenderung memberikan dimensi misterius dan legendaris pada peristiwa kolektif.

Psikologi orang banyak membuat mereka bergantung pada seorang pemimpin. Karena sifat lekas marah dan impulsif, mereka tidak dapat berhasil dalam disiplin diri; inilah mengapa mereka membutuhkan pemimpin pemersatu yang mempersonifikasikan aspirasi mereka yang memungkinkan mereka mengatasi ketidakamanan psikologis mereka. 


Sikap tenang sekaligus tegas dari Sang Polisi muda menunjukkan kepemimpinan yang lahir dari kerumunan. Dia mampu menunjukan karakter kepemimpinan “ditengah” kemelut kerumunan. 

Dan saya percaya. Kepemimpinan dari kerumuman adalah “kepemimpinan” sejati. Dia lahir dan terbukti mampu menggerakkan orang lain. 

Makna kepemimpinan yang lahir dari kerumunan adalah satu seleksi alamiah lahirnya kepemimpinan yang sesungguhnya. 

Dan kepemimpinan yang teruji dari Lapangan adalah Pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat.

UU Provinsi Jambi

 

Musri Nauli 

Menjelang akhir bulan Juli, Presiden Jokowi telah menandatangani UU No. 18 Tahun 2022 Tentang Provinsi Jambi. UU yang sempat menjadi perhatian masyarakat Provinsi Jambi. 

Tema RUU Provinsi Jambi memang menarik perhatian masyarakat di Jambi. Pembentukan Provinsi Jambi yang semula tergabung di Provinsi Sumatera Tengah (UU No. 12 Tahun 1956 junto UU No. 19 Tahun 1957). UU ini kemudian dikenal sebagai UU melahirkan terbentuknya Provinsi Jambi. 

Al Haris sebagai Gubernur Jambi mengundang berbagai pihak (multi stake holders) untuk membahas usulan agar dimasukkan kedalam UU Provinsi Jambi. 

Berbagai usulan seperti RUU yang sama sekali tidak mengikuti perkembangan Kabupaten/kota seperti UU No. 19 Tahun 1957, UU No. 61 Tahun 1958, UU No. 61 Tahun 1957, UU No. 7 Tahun 1965, UU No. 54 Tahun 1999, UU No. 14 Tahun 2000 dan UU No. 25 Tahun 2008. 

Padahal dengan adanya  RUU yang diusulkan menggantikan UU No. 61 Tahun 1958 yang  merupakan penetapan UU No. 19 Tahun 1957, maka didalam RUU sama sekali tidak mengikuti perkembangan pemekaran Kabupaten dan Kota hingga tahun 2008. 

RUU sama sekali tidak mengadopsi perkembangannya. 

Alhamdulilah. Tema ini kemudian menjadi bagian penting didalam UU No. 18 Tahun 2022. 

Selain itu didalam RUU hanya menguraikan karakter kewilayahan dengan Ciri utama seperti dataran tinggi hingga datatan rendah, kawasan tinggi yang hanya terdapat Gunung Kerinci, 4 Taman Nasional dan Sungai Batanghari. 

Salah satu usulan yang disampaikan oleh Al Haris sebagai Gubernur kemudian memasukkan Danau Gunung Tujuh dan Bukit barisan. 

Menunjukkan kekhasan dan keunikan sebagai gambaran wilayah Provinsi Jambi. 

Usulan ini kemudian termaktub didalam UU Provinsi Jambi. Didalam Pasal 5 huruf a disebutkan “Provinsi Jambi memiliki karakteristis yaitu…. Hutan tropis alami Gunung Kerinci, Taman Nasional, Bukit barisan, Danau Gunung Tujuh….. “

Sedangkan didalam Pasal 5 huruf b “Provinsi Jambi memiliki karakteristik yaitu “Potensi sumber daya alam berupa pertambangan, energi dan sumber daya mineral, pertanian terutama Perkebunan, Kehutanan serta kelautan dan perikanan”. 

Kata-kata seperti “Kehutanan” merupakan usulan dari Al Haris sebagai Gubernur Jambi. 

Sedangkan kata “energi” merupakan terjemahan resmi dari usulan sebelumnya yang menyebutkan “minyak dan gas”. 

Terlepas Masih banyak usulan yang kemudian tidak termuat didalam UU Provinsi Jambi, namun pada hakekatnya, usulan yang disampaikan oleh Gubernur Jambi dan pertemuan berbagai pihak (multi stake holders) termuat tegas didalam UU Provinsi Jambi. 

Atau dengan kata lain, berbagai usulan yang disampaikan menunjukkan ciri khas (karakteristik) tentang Provinsi Jambi. 

Tidak salah kemudian sejarah Provinsi Jambi kemudian begitu Penting sejak akhir Juli. 

Sebagai bagian dari penyaksi sejarah, cerita ini kemudian akan dituturkan kepada generasi yang akan datang.


Berita Terpopuler


Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs