Dampak Putusan MK, KPU Juga Harus Revisi PKPU

Dampak Putusan MK, KPU Juga Harus Revisi PKPU
Ketua Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat Husni Kamil Manik (kanan) bersama Ketua Bawaslu Muhammad (kiri), Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah (kedua kiri) dan Juri Ardiantoro (kedua kanan) mengikuti Rapat dengar pendapat antara KPU dan Bawaslu dengan Komisi II DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, 9 Juli 2015. (CNN)



Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiansyah mengatakan pihaknya tengah persiapkan revisi Peraturan KPU (PKPU) pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penganuliran soal larangan keluarga petahana maju pilkada tak etis dan memicu penyalahgunaan wewenang.

"Posisi kami ialah menjalankan undang-undang, jadi kami segera akan persiapkan revisi PKPU soal definisi petahana itu," kata Ferry dalam sebuah diskusi soal putusan MK di Jakarta, Sabtu (10/7).

Ferry menjelaskan saat ini dalam PKPU, definisi petahana ialah yang menjabat, namun belum ada peraturan yang menjelaskan mengenai pihak yang memiliki pertalian darah dengan petahana. (Baca juga: Mendagri Minta KPU Jadikan Keputusan MK Rujukan Peraturan)

Menurut Ferry, peraturan ini akan memperkuat Undang-undang sebelumnya. "Tak ada di Undang-undang yang mengatur atau memperbolehkan misal-nya ponakan atau sepupu jadi kita keluarkan dalam bentuk surat edaran jangan sampai jadi polemik," katanya.

Sebelumnya, keluarga petahana seharusnya tidak bisa maju segera di pilkada dan harus diberi jeda satu masa jabatan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. UU itu disahkan oleh DPR pada 9 Februari lalu. Undang-undang ini dibuat sebagai dasar untuk pelaksaan pilkada serentak yang akan dilakukan pada 9 Desember mendatang. (Baca juga: Hamdan: Larangan Dinasti Politik Bukan Solusi Cegah Nepotisme)

Semangat pembuatan undang-undang itu adalah untuk membatasi agar politik dinasti tidak menggurita di Indonesia. Pasalnya, ada kecenderungan politik dinasti memicu terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Contoh yang paling kuat adalah kasus yang menimpa Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut dan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin yang sebelumnya dua kali menjabat sebagai Bupati Bangkalan.

Undang-undang ini memicu cukup banyak penolakan, terutama bagi mereka para kerabat petahana yang tidak bisa maju dalam pilkada serentak nanti. Salah satunya anggota DPRD Kabupaten Gowa bernama Adnan Purichta Ichsan yang juga berstatus anak Bupati Gowa saat ini, Ichsan Yasin Limpo. (Baca juga: Kisah Dinasti Fuad: Korbankan Istri Muda demi Putra Mahkota)

Ichsan Yasin Limpo ini adalah adik kandung dari Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. Adnan kini tengah menjajaki jalan untuk menjadi calon Bupati Gowa dari Partai Golkar. Adnan lalu mengajukan permohonan uji materi UU Pilkada.

Mahkamah Konstitusi menganggap aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi. Para hakim MK memutuskan, Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.

"Tidak ada penafsiran yang sama tentang frasa tidak memiliki kepentingan dengan petahana. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang potensial menimbulkan kerugian konstitusional," ujar Hakim Patrialis Akbar membacakan pertimbangan majelis hakim.

Kuasa hukum Adnan, Heru Widodo, mengatakan putusan MK ini memberikan pekerjaan rumah bagi legislator. Ia berkata, DPR dan pemerintah harus dapat memformulasikan aturan yang menutup potensi penyalahagunaan kewenangan petahana tanpa harus melanggar hak konstitusi anggota keluarga petahana yang ingin maju ke persaingan pilkada. (CNN)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar









Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs