Kerinci – Warga Desa Lolo Hilir, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, beberapa hari terakhir dikejutkan oleh temuan jejak kaki berukuran besar yang diduga kuat adalah jejak kaki harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di area ladang mereka.
Temuan ini bukan hanya memantik rasa penasaran, tapi juga menyulut kekhawatiran akan potensi konflik antara manusia dan satwa liar yang semakin sering terjadi di wilayah tersebut.
Jejak kaki mencurigakan itu ditemukan oleh petani bernama Sahrudin pada Kamis pagi, 18 April 2024.
Ia mengaku awalnya tak menyangka tapak itu milik hewan buas. Namun setelah mengamati ukurannya yang tidak biasa dan bentuk cakar yang khas, ia langsung melaporkannya kepada perangkat desa.
“Kami lihat sendiri jejaknya cukup besar, dalam, dan jelas. Tidak mungkin itu jejak babi atau anjing. Warga di sini sudah biasa melihat jejak binatang, tapi ini beda,” ujar Sahrudin.
Pihak desa kemudian meneruskan laporan itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Wilayah Kerinci. Tim dari BKSDA langsung turun ke lokasi pada keesokan harinya, didampingi aparat desa dan beberapa warga. Hasil pengecekan lapangan menguatkan dugaan bahwa itu memang jejak harimau Sumatra – satwa endemik yang kini berstatus terancam punah.
Menyikapi temuan tersebut, BKSDA segera melakukan langkah mitigasi awal. Beberapa kamera trap dipasang di sekitar lokasi untuk memantau keberadaan satwa yang dimaksud. Selain itu, tim juga menyisir area sekitarnya guna mencari tanda-tanda lain, seperti cakaran di batang pohon, sisa kotoran, atau bekas perburuan mangsa.
“Kami masih menunggu hasil kamera trap. Tapi dari bentuk dan ukuran jejak, sangat besar kemungkinan itu harimau,” kata salah satu petugas BKSDA di lokasi.
Sementara itu, pemerintah desa Lolo Hilir langsung mengimbau warganya agar lebih berhati-hati saat ke ladang. Aktivitas berkebun disarankan dilakukan secara berkelompok, dan anak-anak tidak diperbolehkan bermain terlalu jauh dari pemukiman.
“Kami tidak ingin mengambil risiko. Meskipun harimau biasanya tidak menyerang manusia kecuali merasa terancam, tetap saja kita harus waspada,” ujar Kepala Desa Lolo Hilir, Harisman.
Wilayah Kerinci merupakan bagian dari bentang alam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), salah satu habitat alami terakhir harimau Sumatra. Namun dalam beberapa tahun terakhir, interaksi antara manusia dan satwa liar makin sering terjadi akibat menyempitnya kawasan hutan. Aktivitas pembukaan lahan, pembalakan liar, hingga pembangunan yang masuk ke area penyangga hutan turut mempersempit ruang gerak satwa.
Ahli konservasi dari Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) menyebut bahwa pertemuan harimau dengan manusia seperti ini menjadi alarm serius bagi semua pihak.
“Ini tanda bahwa habitat harimau sudah sangat tertekan. Ketika mereka keluar ke lahan warga, itu artinya hutan tempat mereka tinggal tak lagi aman atau cukup,” ujar seorang pakar konservasi yang tidak ingin disebut namanya.
Dalam kondisi seperti ini, sering kali muncul kekhawatiran bahwa warga akan mengambil tindakan sendiri – mulai dari menjebak hingga memburu. Padahal, harimau Sumatra termasuk satwa dilindungi oleh undang-undang dan pemburuannya dapat berujung pidana.
Petugas BKSDA mengingatkan, tindakan gegabah hanya akan memperburuk keadaan. Tidak hanya membahayakan populasi harimau, tapi juga bisa menciptakan konflik ekologis jangka panjang.
“Kami minta warga untuk tidak panik. Jika melihat lagi jejak atau bahkan harimaunya, segera lapor. Biarkan kami yang tangani,” tegasnya.
Untuk saat ini, warga Lolo Hilir hanya bisa menunggu hasil kamera trap yang diharapkan bisa memberi kepastian soal keberadaan harimau tersebut, apakah hanya melintas atau menetap. yang jelas, keberadaan harimau di sekitar permukiman manusia menjadi sinyal bahwa pelestarian alam dan kesadaran lingkungan harus jadi prioritas bersama.(*Tim)