Unjuk Rasa Warga Pati Tuntut Bupati Sadewo Mundur, Berakhir Anarkis

MERDEKAPOST.COM - Unjuk rasa warga Kabupaten Pati menentang kebijakan Bupati Sudewo dan menuntut pelengserannya diwarnai anarkisme. Demo yang awalnya berlangsung tertib, berubah ricuh.

Massa merusak pagar kantor bupati, memecah kaca gedung dan membakar mobil, demikian dilaporkan Antara, Rabu sore, 13 Agustus 2025.

Kericuhan terjadi mulai pukul 11.30 WIB, setelah sebelumnya terjadi pelemparan air mineral ke arah petugas hingga benda-benda lainnya yang bisa membahayakan keselamatan.

Petugas yang sebelumnya berusaha menenangkan massa, akhirnya menembakkan gas air mata yang membuat para pengunjuk rasa bubar menyelamatkan diri.

Namun, ada sejumlah pengunjuk rasa yang melakukan aksi anarkis dengan melempari sebuah bangunan di kompleks Pendopo Kabupaten Pati di tepi Jalan Tombronegoro hingga mengakibatkan kaca jendela bangunan itu rusak.

Selain itu, tampak mobil hangus terbakar di Jalan Dokter Wahidin Pati dalam posisi terbalik.

Prayogo, salah seorang warga di Pati, mengungkapkan bahwa mobil yang hangus terbakar itu diduga mobil milik aparat keamanan saat terjadi kerumunan massa.

Menurut laporan Antara, dalam aksi tersebut beredar informasi ada korban meninggal, namun belum diketahui kepastiannya karena belum ada pihak yang bisa dimintai keterangan.

Gara-gara PBB Naik 250 Persen

Unjuk rasa warga Pati berawal dari polemik kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Kenaikan tersebut merupakan batas maksimal dan tidak diberlakukan untuk seluruh objek pajak, karena ada yang kenaikannya hanya 50 persen.

Warga mulai bersuara menentang kenaikan tersebut, yang dijawab Bupati bahwa meskipun ia didemo 50.000 orang sekalipun, tidak akan mengubah keputusannya. Warga akhirnya melakukan aksi donasi dengan mengumpulkan air mineral kemasan dos di sepanjang jalur trotoar depan pendopo Kabupaten Pati.

Tumpukan kardus air mineral nyaris membuat kantor Bupati tidak terlihat dari jalan. Satpol PP sempat akan membersihkan tumpukan air mineral tersebut, namun ditentang warga. Video insiden ini menyebar viral, hingga menarik perhatian Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Bupati Sudewo pada 7 Agustus 2025 membatalkan kenaikan PBB. "Untuk pajak PBB yang naik sampai 250 persen, sesuai arahan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jateng, akan diturunkan. Itu juga sesuai tuntutan warga Pati," katanya.

Meski PBB batal naik, rencana warga untuk demo besar-besaran pada 13 Agustus 2025 tak berubah.

Tuntutan pun berubah menjadi pelengseran Bupati karena dinilai arogan. Namun dalam demo hari Rabu itu, menurut laporan Antara, hanya diikuti sekitar seribu orang.

Mereka menuntut Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya karena dianggap sebagai pemimpin yang arogan.

Aksi unjuk rasa warga tersebut digelar di kawasan Alun-alun Kota Pati di depan pintu masuk Pendopo Kabupaten Pati.

Husen selaku inisiator dan Syaiful Ayubi sebagai orator aksi tersebut menyatakan bahwa Bupati Pati Sudewo perlu dilengserkan dari jabatannya karena dinilai bersikap arogan.

Para pengunjuk rasa juga diminta untuk tertib dan tidak melakukan aksi anarkis. "Tunjukkan bahwa warga Pati itu santun dan berakhlak, cinta damai dan tidak arogan," ujar Saiful.

Bupati Sudewo Terlibat Kasus Kereta Api?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Bupati Pati Sudewo (SDW) termasuk salah satu pihak yang diduga menerima dana kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

“Ya, benar. Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.

Oleh sebab itu, Budi mengatakan KPK membuka peluang untuk memanggil mantan anggota DPR RI tersebut sebagai saksi.

“Nanti ya kami lihat kebutuhan dari penyidik. Tentu jika memang dibutuhkan keterangan dari yang bersangkutan, maka akan dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan tersebut,” katanya.

Sebelumnya, nama Sudewo sempat muncul dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, 9 November 2023.

Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp 3 miliar. Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.

Namun, Sudewo, yang waktu itu merupakan anggota DPR dari Partai Gerindra, membantah hal tersebut. Dia juga membantah menerima uang sebanyak Rp 720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung, serta Rp 500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya yang bernama Nur Widayat, demkan dikutip dari Antaranews, 9 November 2023.

Sementara itu, KPK pada 12 Agustus 2025, menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara  di Kemenhub bernama Risna Sutriyanto (RS).

Kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. Saat ini BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

Dari OTT itu, KPK menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.(*)(adz/Sumber: TEMPO.CO.ID)

Related Postss




Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs