Kisah Inspiratif: Sempat Merantau Ke Malaysia Demi Biaya Kuliah, Anak Petani Raih Gelar Magister UNY dengan Predikat Summa Cumlaude

 

LUAR BIASA: Aidil Putra seorang anak petani di Ujung Pasir Berhasil Raih Gelar Magister UNY dengan Predikat Summa Cumlaude.(mpc)

YOGYAKARTA, MERDEKAPOST.COM – Suasana haru dan bangga menyelimuti gedung Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Salah satu putra terbaik dari Desa Ujung Pasir, Kecamatan Tanah Cogok, Aidil Putra, S.Pd., M.Pd., resmi menyelesaikan pendidikan magisternya dengan torehan prestasi yang sangat membanggakan.

Perjuangan hidup yang penuh keterbatasan tidak menghalangi tekad seorang anak petani asal desa Ujung Pasir Tanco Kabupaten Kerinci untuk menorehkan prestasi akademik yang luar biasa. 

​Perjalanan akademik Aidil bukanlah jalan yang mudah. Di balik senyum keberhasilannya, tersimpan perjuangan panjang dan doa yang tak terputus. Keberhasilan ini ia persembahkan secara khusus untuk kedua orang tuanya, Ayahanda Fauzi (Alm) dan Ibunda Mislaini.

​Perjuangan Tanpa Henti

Dengan latar belakang keluarga sederhana dan kisah hidup yang sarat dengan duka, Aidil Putra akhirnya berhasil meraih gelar Magister dengan predikat Summa Cumlaude hanya dalam waktu 1 tahun 3 bulan, sebuah capaian yang jarang terjadi dan penuh pengorbanan.

Keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ternama berawal dari tekad kuat dan modal nekat. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menjadi tujuan utama, meski keterbatasan ekonomi menjadi bayang-bayang yang terus menghantui langkahnya sejak awal.

Cobaan berat datang lebih awal dalam hidupnya. Sang ayah meninggal dunia ketika ia masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Sejak saat itu, beban keluarga sepenuhnya dipikul oleh sang ibu yang hanya bekerja sebagai petani, mengandalkan hasil sawah yang tak seberapa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Meskipun sang Ayah telah tiada, semangat almarhum tampak tetap hidup dalam tekad Aidil untuk menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin. Dukungan penuh dari Ibunda Mislaini di kampung halaman menjadi kekuatan utama bagi Aidil untuk bertahan di perantauan hingga berhasil meraih predikat Summa Cum Laude, sebuah pencapaian akademik tertinggi yang mencerminkan kecerdasannya dan kedisiplinannya.

Merantau Ke Negeri Jiran Demi Biaya Lanjutkan Kuliah

Keterbatasan ekonomi memaksanya mengambil jalan yang tidak mudah. Demi mengumpulkan biaya pendidikan, ia merantau ke Malaysia selama 1 tahun 6 bulan. Di negeri orang, ia bekerja sebagai cleaning service dan tukang cuci piring, menjalani hari-hari panjang dengan pekerjaan berat dan upah minim.

Keringat, lelah, dan rindu kampung halaman menjadi santapan harian. Tak jarang ia harus menahan lapar dan kelelahan demi menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya untuk satu tujuan: bisa kembali ke tanah air dan melanjutkan pendidikan.

Kuliah Sambil Bekerja

Setelah berhasil masuk UNY, perjuangan belum usai. Selama masa kuliah, ia kembali harus bekerja sampingan selama 8 bulan di sebuah showroom mobil di Yogyakarta. 

Pagi hingga siang diisi dengan kuliah, sementara sore hingga malam dihabiskan untuk bekerja demi bertahan hidup. Seluruh pendidikan magister tersebut dijalani tanpa beasiswa dari pemerintah. Semua biaya ditanggung sendiri, dari hasil kerja kasar di luar negeri hingga pekerjaan sambilan selama kuliah.

Namun di tengah keterbatasan dan tekanan hidup, ia justru menunjukkan ketangguhan luar biasa. Dengan disiplin, kerja keras, dan ketekunan, ia mampu menyelesaikan studi S2 (Magister) dalam waktu singkat dan meraih predikat tertinggi, Summa Cumlaude.

Prestasi tersebut bukan hanya bukti kecerdasan akademik, tetapi juga simbol perlawanan terhadap nasib. Ia membuktikan bahwa kemiskinan, kehilangan orang tua, dan kerja kasar bukanlah penghalang untuk bermimpi besar.

Berharap Bisa Dapat Bantuan Bea Siswa untuk S3

Kini, harapan baru kembali tumbuh. Ia bercita-cita melanjutkan studi Doktoral (S3) dan sangat berharap mendapatkan beasiswa dari pemerintah daerah maupun pusat, agar perjuangan panjang yang telah dilalui tidak berhenti di sini, melainkan menjadi cahaya harapan bagi banyak anak bangsa yang bernasib serupa.

“Saya bercita-cita melanjutkan studi ke jenjang doktoral (S3) agar dapat terus mengembangkan keilmuan dan memberikan kontribusi yang lebih luas. Namun, keterbatasan pembiayaan menjadi tantangan utama, sehingga dukungan beasiswa sangat saya harapkan. Saya berharap adanya bantuan beasiswa dari pemerintah daerah maupun pusat". Harap Aidil.

"Dukungan tersebut, lanjutnya,  bukan sekadar bantuan finansial, melainkan penentu agar perjuangan panjang yang telah saya tempuh tidak terhenti di sini. Bagi saya, langkah ini bukan hanya tentang pendidikan pribadi, tetapi juga tentang menjaga harapan dan membuktikan bahwa keterbatasan dan kemiskinan bukanlah akhir dari sebuah mimpi.”Pungkasnya.

Kebanggaan Tanah Cogok

​Keberhasilan Aidil kini menjadi buah bibir dan inspirasi bagi warga Desa Ujung Pasir. Ia membuktikan bahwa keterbatasan dan tantangan hidup bukanlah penghalang bagi pemuda desa untuk bersaing di tingkat nasional dan meraih gelar di salah satu universitas terbaik di Indonesia.

​"Pendidikan adalah jembatan untuk mengubah nasib. Gelar ini adalah kado untuk Ibu dan bentuk penghormatan saya kepada Almarhum Ayah," ujar Aidil dengan nada penuh syukur.

​Dengan gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) yang kini disandangnya, Aidil diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi dunia pendidikan, khususnya bagi kemajuan daerah asalnya di Kecamatan Tanah Cogok.

​Selamat Aidil Putra! Semoga ilmu yang didapat berkah dan bermanfaat bagi agama, keluarga, dan bangsa. Semoga kisah ini bisa menginspirasi! (ali.mpc) 

Related Postss

Copyright © Merdekapost.com. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs