Pendapat Ahli Hukum: Dugaan Mark-Up BSPS Bukan Kesalahan Teknis, Tapi Indikasi Korupsi Terstruktur

Pakar hukum pidana dan kebijakan publik menilai, dugaan praktik mark-up dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kecamatan Tanah Cogok tidak dapat dipandang sebagai kekeliruan administrasi semata, melainkan telah menunjukkan indikasi awal tindak pidana korupsi yang bersifat sistematis.

Menurut Dr. (Cand) R. Hadi Pratama, S.H., M.H., dosen hukum pidana dan keuangan negara, manipulasi harga material dalam program bantuan sosial merupakan bentuk penyimpangan serius terhadap asas keadilan sosial dan akuntabilitas anggaran negara.

“Jika pendamping program dengan sengaja mengarahkan pembelian material pada harga yang sudah dinaikkan, maka di situ telah terjadi perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan keuangan negara. Itu memenuhi unsur delik dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.

Ia menjelaskan, mark-up harga tidak harus dibuktikan dengan adanya aliran dana tunai ke rekening pribadi pelaku. Cukup dibuktikan adanya selisih harga yang tidak sah dan berkurangnya nilai manfaat yang diterima masyarakat, maka unsur kerugian keuangan negara sudah terpenuhi.

Pendamping Bukan Sekadar Fasilitator

Sementara itu, akademisi hukum administrasi negara, Prof. Dr. Nuryadi, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa posisi pendamping BSPS bukan sekadar pelaksana teknis, melainkan memiliki tanggung jawab hukum dan etika publik.

“Pendamping program adalah perpanjangan tangan negara di lapangan. Ketika kewenangan itu disalahgunakan untuk mengatur harga atau mengondisikan nota fiktif, maka itu adalah penyalahgunaan kewenangan jabatan,” ujarnya.

Menurutnya, praktik semacam ini berbahaya karena:

1. Merampas hak masyarakat miskin,

2. Merusak tujuan program kesejahteraan, dan

3. Menciptakan pola korupsi bantuan sosial yang berulang.

Audit Administratif Tidak Cukup

Para ahli sepakat, penanganan dugaan kasus ini tidak cukup hanya dengan audit administratif internal. Diperlukan audit investigatif yang berujung pada proses hukum pidana apabila ditemukan unsur kesengajaan.

“Jika hanya diselesaikan secara internal, maka praktik serupa akan terus berulang. Bantuan sosial akan selalu menjadi objek paling rentan dikorupsi karena korbannya adalah rakyat kecil yang sering kali tidak berdaya melawan,” tambah Dr. Hadi.

Preseden Buruk Jika Dibiarkan

Secara akademik, pembiaran dugaan mark-up dalam BSPS dinilai akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola bantuan sosial nasional. Negara berpotensi gagal memenuhi mandat konstitusionalnya dalam menjamin hak atas tempat tinggal yang layak.

Para pakar menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas bukan untuk menjatuhkan program BSPS, melainkan menyelamatkan marwah program dan kepercayaan publik.

“Yang harus dihukum bukan programnya, tetapi oknum yang menjadikan kemiskinan sebagai ladang keuntungan,” tutup Prof. Nuryadi.(adz)

Related Postss

Copyright © Merdekapost.com. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs