Kebangkitan (Kaum Muda) Nasional

Oleh : H. Thoriqul Haq, MML
(Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur dan Sekretaris DPW PKB Jawa Timur)

Kebangkitan (Kaum Muda) Nasional
Tidak dapat dipungkiri, sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya, bahwa peran kaum muda dalam perjuangan kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini selalu menjadi penentu. Kaum muda yang kemudian identik dengan mahasiswa dan santri telah menunjukkan identitas dan eksistensinya dalam mengawal perjalanan perjuangan kebangsaan Indonesia, pergerakan kaum muda mampu menggulingkan kekuasaan otoriter di nusantara ini, mulai dari kekuasaan imprealis maupun otoritarianisme pemerintah Indonesia sendiri. Tidak salah bila Pemeo klasik, agent of change dan agent of social control selalu lekat pada kaum muda kita.

Dalam konteks kekinian, pergerakan kepemudaan masih dapat kita saksikan melalui organ-organ yang ada dalam mahasiswa dan santri, baik melalui organisasi intra kampus (BEM, Dewan Perwakilan Mahasiswa, UKM maupun Himpunan Mahasiswa Jurusan/Prodi) serta melalui organisasi ekstra (Omek) kampus seperti; Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), serta organisasi-oragnisasi santri.

Lahirnya organisasi - organisasi mahasiswa ini diawali oleh kesadaran mahasiswa pra-kemerdekaan akan pentingnya mengkonsolidasikan diri serta perlunya mensinergikan gerakan mahasiswa untuk melawan penindasan penguasa. Era kesadaran itu mulai muncul pada tahun 1908, yang dipelopori oleh Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusomo, dengan skala gerakan lokal untuk memperjuangkan pendidikan, kebudayaan, dan pertanian. Kemunculan isu gerakannya menjelang terbentuknya Volksraad pada tahun 1918 yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Boedi Oetomo (BO).

Berikutnya, pada tahun 1928 muncul organisasi-organisasi pergerakan yang bernama Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan lain-lain. Dengan dipelopori oleh Soekarno, Hatta, Moh. Yamin, J. Leimena, dan WR. Supratman, gerakannya ini membuat komitmen bersama pada tanggal 1 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Gerakan dengan skala nasional ini menitikberatkan perjuangannya pada perlawanan terhadap kolonialisme dan imprealisme yang telah merampas hak-hak kaum pribumi sebagai pemilik sah wilayah nusantara.

Pasca kemerdekaan, pergerakan kaum muda terus menjadi trigger perjuangan, dan menjadi challenggers bagi penguasa lali. Gerakan mahasiswa 66 dengan tokohnya A. Zamroni (alm) yang seorang santri, melalui organ kepemudaan KAMI terbukti mampu membersihkan Indonesia dari PKI dan menumbangkan kekuatan Orde Lama dengan Tritura-nya (Bubarkan PKI, Bersihkan kabinet dan Turunkan harga). Hal serupa dilakukan pemuda angkatan 98 dengan satu kata saktinya Reformasi. Gerakan mahasiswa ini mampu menggulingkan kekuatan rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun lamanya.

Dapat dikatakan bahwa gerakan pemuda memang mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam merubah kebijakan pemerintah dan percaturan perpolitikan kita, dan dapat dipastikan bahwa gerakan fenomenal mahasiswa seperti ini akan tetap muncul di Indonesia sebagai akibat ketidakadilan penguasa dan luapan ketidakpuasan kaum intelektual muda Indonesia.

Namun, sekian romantisme yang mengiringi langkah mahasiswa tidak luput dari batu dan krikil yang mengganggu perjalanan gerakannya. Terbukti, mahasiswa seakan hanya mampu menumbangkan rezim saja. Sebaliknya kaum muda Indonesia secara kolektif belum mampu mengawal Indonesia dalam kondisi transisi demokrasi. Sehingga, kesan yang muncul, bahwa gerakan-gerakan mahasiswa selalu ditumpangi oleh kepentingan koorporat disekelilingnya, bahkan kadangkala jerih payah kaum muda sering kali "diklaim" oleh kelompok "reformis gadungan" dan kelompok "intelektual tukang". Alhasil, diakhir perjuangannya, mahasiswa selalu tenggelam oleh zaman atau sengaja ditenggelamkan oleh kepentingan koorporat tanpa disadari oleh pemimpin-pemimpin kaum muda.

Dihadapkan pada persoalan - persoalan klasik ini, maka diperlukan empowerment basis untuk menata kembali gerakan kolektif kaum muda, inilah yang menjadi tanggung jawab civitas akademika secara kolektif, ketika pilihan-pilihan strategi gerakan dapat dikawal oleh icon-icon gerakan mahasiswa (baca:OKP dan santri) maka, penulis mempunyai keyakinan besar bahwa hanya ditangan gerakan kaum mudalah masyarakat Indonesia kembali dapat merasakan serta menikmati kayanya nusantara, kaum muda dan mahasiswa pada waktunya akan segera muncul dipermukaan dengan sekian gerakan-gerakannya untuk merubah kondisi bangsa yang tidak demokratis dan tidak memihak pada rakyat.

Melalui rekonstruksi bahkan dekonstruksi pola gerakan dan pilihan relasi serta ijtihad politik, kaum muda akan segera memantapkan pijakan gerakan untuk mengawal transisi demokrasi dinegeri ini. Harapannya, kedepan mahasiswa tidak hanya mampu menumbangkan rezim otoriter namun, kaum muda mampu mengawal era transisi serta mampu mengantarkan bangsa ini pada kondisi yang lebih baik, lebih demokratis, makmur dan sejahtera lahir bathin. (her/dpwpkb/jtm)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar


Berita Terpopuler


Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs