Merdekapost.com - Pemilihan Umum Mahasiswa (PEMUMA) Universitas Islam Batang Hari (UNISBA) seharusnya menjadi momentum pendidikan demokrasi, namun kini justru diwarnai polemik serius. Sebagai bagian dari civitas akademika yang menjunjung tinggi etika, transparansi, dan keadilan, kami merasa perlu menyuarakan keprihatinan atas kondisi yang terjadi.
Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPU-M) sebagai penyelenggara seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas PEMUMA. Namun, keputusan yang berubah-ubah tanpa alasan jelas dan lemahnya konsistensi penegakan aturan teknis telah mencederai kepercayaan publik mahasiswa. Keputusan yang semestinya final dan transparan justru terkesan abu-abu dan manipulatif. Hal ini menimbulkan kesan bahwa KPU-M kehilangan arah dan keberpihakan pada prinsip demokrasi yang bersih dan adil.
Badan Pengawas Pemilu Mahasiswa (Bawaslu-M) sebagai pengawas seolah dikerdilkan perannya. Minimnya pelibatan mereka dalam pengambilan keputusan strategis menunjukkan tidak berfungsinya checks and balances. Bahkan dalam situasi yang memerlukan evaluasi etik dan pengawasan ketat, suara Bawaslu-M seperti tak terdengar. Ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi kampus yang seharusnya tumbuh sehat dan bertanggung jawab.
Ironisnya, salah satu pasangan calon, Ade dan Ardi, diduga melakukan tindakan intimidatif terhadap pihak yang berseberangan. Dugaan ancaman terhadap mahasiswa kritis menandai kemunduran etika politik kampus. Jika demokrasi kampus dibungkam oleh ketakutan dan tekanan, maka kebebasan akademik dan partisipasi mahasiswa hanya akan menjadi ilusi.
Keterlibatan anggota KPU-M, seperti Duta(Anggota) dan Andri selaku (Sekretaris), dalam dinamika yang berpihak pada salah satu paslon semakin memperkeruh suasana. Indikasi keberpihakan terang-terangan ini tidak hanya melanggar kode etik penyelenggara pemilu, tetapi juga merusak kepercayaan mahasiswa sebagai pemilih. Independensi lembaga penyelenggara adalah harga mati untuk menjamin PEMUMA yang jujur dan adil.
"Sudah Saatnya Evaluasi Bersama"
Seluruh elemen mahasiswa penyelenggara, peserta, dan pemilih harus mengevaluasi arah demokrasi kampus ini. PEMUMA bukan sekadar ajang menang-kalah, melainkan cerminan etika, integritas, dan kualitas kepemimpinan yang akan dibawa ke masyarakat. Jika penyimpangan dibiarkan sejak di kampus, jangan heran jika praktik curang akan terus hidup dalam kehidupan bernegara.
Sebagai mahasiswa UNISBA, kita memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal demokrasi kampus yang sehat, bersih, dan berkeadilan. Jika tidak sekarang, kapan lagi? (*)