Kerinci, Merdekapost – Menanggapi aksi protes sejumlah warga dari dua desa yang mempersoalkan dampak dan kompensasi dari aktivitas PLTA, Aslori selaku perwakilan manajemen PLTA Kerinci Merangin Hidro angkat bicara. Ia menegaskan bahwa pihak PLTA tidak pernah menyepakati nilai kompensasi di luar dari kesepakatan resmi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Desa.
“Kami tidak pernah menyepakati angka Rp300 ribu atau Rp500 ribu seperti yang ramai dibicarakan. Kalau angka itu memang benar disepakati, persoalan ini mungkin sudah selesai dari dulu,” ujar Aslori
Menurutnya, angka kompensasi yang disepakati adalah sebesar Rp5 juta per Kepala Keluarga (KK), sebagaimana telah dimusyawarahkan bersama pemerintah desa.
Baca Juga: Dandim 0417/Kerinci Tinjau Lokasi OPLA di Tiga Koramil
“Silakan saja kalau ada yang menginginkan lebih, itu hak mereka. Tapi kami tetap berpegang pada kesepakatan yang telah dibuat dan akan terus membayarkan sesuai dengan angka itu kepada masyarakat yang memang berhak,” tambahnya.
Terkait tudingan bahwa sungai menjadi kotor dan berdampak pada mata pencaharian masyarakat, Aslori menyampaikan bahwa kondisi sungai saat ini memang sedang kering akibat musim kemarau.
“Musim kemarau ya wajar air sungai kering. Kalau mau lihat dampaknya, coba lihat saat musim hujan tahun lalu yang terjadi banjir besar, itu juga dampak alam. Soal sungai keruh, itu hanya saat pekerjaan berlangsung. Setelah pekerjaan selesai, satu atau dua bulan biasanya kondisi kembali normal dan sungai jernih kembali,” jelasnya.
Menyoal tudingan adanya keterlibatan Kepala Desa yang dianggap mendukung PLTA oleh para pendemo, Asrori menyatakan bahwa komunikasi dengan Kades sudah berlangsung puluhan kali.
“Kita sering bertemu, bahkan lima kali pertemuan di tempat ini saja. Kades selalu hadir, dan beliau juga menyosialisasikan hasil-hasil pertemuan tersebut ke masyarakat,” tegasnya
Aslori juga menanggapi soal adanya warga yang tidak menerima kesepakatan, termasuk salah satu ibu yang menangis saat aksi berlangsung.
“Kami tahu, ada yang tidak menerima. Tapi kita juga tahu, ada sebagian dari mereka yang secara administrasi bukan lagi warga desa setempat. Bahkan KK-nya sudah pindah ke wilayah lain, seperti Kayu Aro. Jadi kita harus objektif melihat ini,” jelasnya.(kai)