KPU Sungai Penuh Sebut Gugatan Fikar-Yos Tidak Layak Disidangkan di MK

Penasehat Hukum Pihak Termohon (KPU Kota Sungai Penuh) dan Ketua Bawaslu Kota Sungai Penuh saat memberikan jawaban dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, senin, 01/02/2021. (adz) 

MERDEKAPOST.COM, Jakarta - Sidang PHP Pilwako Sungaipenuh yang digelar oleh MK RI secara online di panel 2, Senin (01/02/2021) dengan agenda tanggapan dari termohon dan pihak terkait. Agenda sidang kali ini adalah Pemeriksaan perkara menerima dan mendengarkan jawaban pihak termohon yaitu KPU Kota Sungaipenuh.

KPU Kota SUngai Penuh melalui Kuasa Hukum Pihak Termohon KPU Kota Sungai Penuh dalam keterangannya membantah semua dalil-dalil pemohon Fikar Azami-Yos Adrino (Paslon Cawako-Cawawako Sungai Penuh nomor urut 2).

Panasehat Hukum (PH) KPU Sungaipenuh meminta kepada yang mulia hakim Mahkamah Konstitusi RI meninjau kembali berkas pemohon.

"Dalil-dalil yang disangkakan pemohon tidak sesuai Undang-Undang". ujarnya

"Ini tidak layak disengketakan di MK". 

Baca Juga: Sidang PHPU Sungai Penuh di MK, KPU dan Bawaslu Akui Semua Persyaratan AZAS Sah dan Sesuai Aturan

Sedangkan pihak terkait yang disampaikan oleh Jumiral Lestari (Bawaslu Sungai Penuh), menyatakan bahwa form pengawasan semua tahapan Pilwako Sungai Penuh sudah sesuai tahapan mulai dari pendaftaran pencalonan hingga perpanjangan waktu 

“Persyaratan Paslon nama Ahmadi dalam KTP dan ijazah sesuai dan sah,” kata Jumiral saat dikutip di sidang vicon melalui youtube MK RI Panel 2.

Sementara itu, yang mulia Hakim Mahkamah Konstitusi menjawab bahwa hasil sidang hari ini selanjutnya akan dilakukan sidang mejelis hakim. (adz)

Terkait Sidang PHPU Sungai Penuh di MK, Ini Penjelasan Kuasa Hukum AZAS

Kuasa Hukum Pihak terkait (AZAS) Dr. Adithiya Diar, M.H

JAKARTA, MERDEKAPOST.COM - PHPU Pilwako Sungai Penuh di Mahkamah Konstitusi atas gugatan paslon Fikar Azami-Yos Adrino saat ini berada dalam tahapan Dissmisal proses. 

Sudah dilaksanakan pembacaan permohonan, pengesahan alat bukti, pengucapan pihak terkait pada tanggal 26 Januari lalu.

Dijelaskan oleh Kuasa Hukum Pihak terkait (AZAS) Dr. Adithiya Diar, M.H, didalam pers releasenya, bahwa saat ini gugatan Paslon Fikar-Yos masih dalam tahapan Dissmisal proses, tahapan ini merupakan bagian dari pemeriksaan persidangan dan akan menjalani 4 tahapan agenda sebagai berikut:

1. Permohonan sebagai pihak terkait, dilaksanakan paling lama tgl 20 Jan 2021. (Sudah selesai)

2. Pembacaan permohonan, pengesahan alat bukti pemohon, pengucapan ketetapan pihak terkait, dilaksanakan pd tanggal 26 Januari 2021. (Sudah selesai)

3.  Jawaban Termohon (KPU Kota Sungai Penuh), Keterangan Pihak Terkait (Azas), Keterangan Bawaslu, dan pengesahan alat bukti Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu, yg dilaksanakan pada tgl 1 Februari 2021. (Akan dihadapi)

4. Pengucapan putusan/ketetapan dalam hal terdapat permohonan yang tidak diputus pada putusan akhir, yang biasa dikenal oleh masyarakat dengan putusan dismissal, akan dilaksanakan pada tgl 15-16 Februari 2021. (Belum dilaksanakan)

Dilanjutkannya, "Jika pada tanggal 15-16 Februari 2021 perkara ini dihentikan oleh majelis hakim melalui ketetapannya, maka sidang dinyatakan selesai".

"Namun, lanjutnya, jika tidak diputus oleh majelis, maka kita akan menghadapi tahapan selanjutnya yaitu Pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi/ahli yang akan digelar pada tanggal 19 Februari - 18 Maret 2021". 

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

Jadi, supaya jangan ada informasi simpang siur ditingkat bawah, makanya kami selaku kuasa hukum Ahmadi-Antos menyampaikan informasi ini". ujarnya. 

"Kami mohon do'a dari seluruh masyarakat Sungai Penuh terutama keluarga besar AZAS agar perjuangan di Mahkamah Konstitusi ini bisa kita lalui dengan baik dan kemenangan tetap berpihak kepada AZAS demi Kota Sungai Penuh yang Maju dan Berkeadilan". Pungkasnya. 

Untuk diketahui, ada beberapa Advocat yang menjadi Tim Kuasa Hukum AZAS di Mahkamah Konstitusi yaitu Dr. Adithiya Diar, SH,MH, Jusmisar, S.Hi dan Ilham Kurniawan Dartias, SH. (hza)

MK Registrasi 132 Perkara Sengketa Hasil Pilkada 2020, Sidang Perdana Digelar 26 Januari

Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Foto: Antara

MK Mulai Menggelar Sidang 

Sengketa Hasil Pilkada 2020 pada 26 Januari

Merdekapost.com || JAKARTA - Mahkamah Konstitusi meregistrasi sebanyak 132 perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Perkara terdiri dari sengketa pemilihan gubernur sebanyak tujuh perkara, bupati 112 perkara dan wali kota 13 perkara.

Sebanyak empat permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah tidak diregistrasi karena dicabut dan terdaftar dua kali. 

"Kota Magelang dicabut kembali oleh pemohonnya dan tiga permohonan lain karena dobel AP3 (akta pengajuan permohonan pemohon)," ujar Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (19/1).

Ia mengatakan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang terdaftar secara sistem dua kali adalah sengketa pemilihan Kabupaten Pegunungan Bintan, Kepulauan Aru, dan Mamberamo Raya.

Baca Juga: Ditetapkan Tersangka, 5 Pelaku Penggelembungan Suara CE-Ratu di Sungai Penuh Kabur

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menerima sebanyak 136 permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang terdiri atas tujuh sengketa hasil pemilihan gubernur, 115 hasil pemilihan bupati, dan 14 hasil pemilihan wali kota. 

Mahkamah Konstitusi mulai menggelar sidang permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah pada 26 Januari 2021 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.

Sidang pada tanggal 26-29 Januari 2021 beragendakan pemeriksaan pendahuluan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan materi permohonan serta pengesahan alat bukti. Pada sidang pendahuluan itu, pihak terkait pun akan ditetapkan oleh majelis hakim.

Selanjutnya, pada tanggal 1-11 Februari 2021 Mahkamah Konstitusi mengagendakan untuk melakukan sidang pemeriksaan dan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Sidang pengucapan putusan sela akan dilakukan pada tanggal 15-16 Februari 2021 dan sidang putusan pada 19-24 Februari 2021 disertai penyerahan salinan putusan kepada pemohon, KPU, pihak terkait, dan Bawaslu.

Sumber : Antara || Heri Zaldi || Merdekapost.com 

Sebuah Catatan : MK Siapkan PMK Terbaru Hadapi Sengketa Pilkada Serentak

Wakil Ketua MK Aswanto beserta Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih sebagai pemateri dalam kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 bagi Forum Pengacara Konstitusi secara virtual, Rabu (4/11) di Gedung MK. Foto Humas/Gani.

MK Siapkan PMK Terbaru Hadapi Sengketa Pilkada Serentak

JAKARTA – Beragam materi disampaikan para narasumber secara virtual pada hari kedua Bimbingan Teknis Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 bagi Forum Pengacara Konstitusi yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (4/11/2020). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi secara daring (online) dan luring (offline).

Wakil Ketua MK Aswanto dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memaparkan materi “Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020”. Aswanto menjelaskan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 6 Tahun 2020 sebagai PMK terbaru untuk penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020. “PMK No. 6 Tahun 2020 berbeda dengan PMK sebelumnya. Adanya PMK No. 6 Tahun 2020 sebagai perbaikan dan penyempurnaan dari PMK sebelumnya, diharapkan Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak tidak lagi mengalami kesalahan yang teknis,” ujar Aswanto kepada para peserta bimtek.

Penyempurnaan PMK No. 6 Tahun 2020, lanjut Aswanto, antara lain mengenai kewenangan mengakreditasi pemantau pemilu dilakukan oleh KPU, sebagaimana diatur dalam Pasal 124 UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada). Sebelumnya, PMK No. 5 Tahun 2020 mengatur kewenangan mengakreditasi pemantau pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Selain itu Aswanto menyinggung soal penggunaan Pasal 158 UU Pilkada. Pengalaman sebelumnya dari para pengacara yang berperkara dalam sidang penanganan perselisihan hasil pilkada seringkali memaknai satu norma sesuai dengan posisinya.

“Ketika dia di posisi Pemohon, dia meminta supaya Pasal 158 tidak dipakai. Kalau dia di posisi Termohon, dia meminta supaya Pasal 158 (UU Pilkada) tetap digunakan. Hal yang mendorong Mahkamah untuk melakukan penyempurnaan-penyempurnaan, sehingga yang berkaitan dengan norma dalam undang-undang mestinya kita sudah satu bahasa. Ada pemikiran, yang diatur dalam Pasal 158 berkaitan dengan pokok perkara. Penentuan persentase terkait dengan perolehan suara. Selisih 2%, 1,5%, 1% dan 0,5% itu akan perolehan suara,” tegas Aswanto.

Itulah sebabnya, kata Aswanto, dalam PMK No. 6 Tahun 2020, Mahkamah tetap konsisten menggunakan Pasal 158 UU Pilkada. “Tetapi karena Mahkamah berpikir bahwa Pasal 158 (UU Pilkada) sudah mengatur substansi perkara, sehingga kemungkinan apakah memenuhi persyaratan untuk dimajukan atau tidak dimajukan sebagai sengketa, tidak seperti pada penanganan-penanganan sengketa pilkada sebelumnya. Karena sebelumnya, sengketa pilkada diselesaikan di awal. Dalam PMK yang baru ini, kecenderungan penyelesaian Pasal 158 (UU Pilkada) pada akhir perkara. Artinya, Pasal 158 tetap kita patuhi, tetapi kita harus menggali dulu informasi, mencari bukti-bukti, memperoleh keterangan apakah angka yang ditentukan KPU berdasarkan Pasal 158 (UU Pilkada) itu memang ditentukan sesuai dengan yang sebenarnya. Kalau kita tidak mendengarkan keterangan para pihak, langsung menentukan Pasal 158 (UU Pilkada) sebagaimana ditentukan KPU, sebenarnya kita sudah parsial kepada salah satu pihak. Posisi Pemohon, Pihak Terkait berada pada kondisi yang sama. Namun tujuannya untuk mencari kebenaran substantif, bukan sekadar kebenaran formil,” tegas Aswanto.

Memahami UU Pilkada

Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih berharap kepada para peserta bimtek agar benar-benar memahami UU Pilkada, PMK terkait Hukum Acara MK baik teknis maupun mengaplikasikannya agar tidak terjadi kegagapan saat menjalani sidang perselisihan hasil pilkada, permohonan tidak jelas dan kabur, dan sebagainya. “Terkait perselisihan hasil pilkada, inti persoalannya adalah keputusan KPU termasuk KIP yang terkait dengan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh penyelenggara pemilihan tersebut. Intinya di situ. Ini penting karena nantinya akan menyangkut ke petitumnya, yang ini dipersoalkan peserta pemilihan dalam hal ini pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati, pasangan calon walikota dan wakil walikota. Ini yang saya katakan penting. Karena sejatinya obyek perselisihan hasil pilkada adalah keputusan KPU atau KIP,” ungkap Enny.

Enny juga menjelaskan para pihak dalam proses pengajuan permohonan perselisihan hasil pilkada yakni Pemohon selaku pasangan calon kepala daerah, atau bisa juga Pemohonnya adalah pemantau pemilihan kalau pasangan calonnya tunggal. Selain itu ada Pihak Termohon sebagai pihak yang menetapkan putusan perolehan suara hasil pilkada yakni KPU atau KIP.  Selanjutnya ada Pemberi Keterangan yaitu Bawaslu. Setelah itu ada Pihak Terkait selaku pasangan calon kepala daerah yang bisa jadi terusik terhadap penetapan putusan KPU setelah Pemohon mengajukan gugatan karena dikalahkan. Pihak Terkait pun bisa jadi pemantau pemilihan.

“Kelazimannya, Pihak Pemohon, Pihak Termohon dan Pihak Terkait hampir jarang maju sendiri, namun diwakili oleh kuasa hukumnya. Oleh karena surat kuasanya penting sekali yang ditanda tangani oleh yang memberi kuasa dan yang menerima kuasa. Jangan sekali-sekali tanda tangan dipalsukan. Harus asli tanda tangan sendiri, bukan tanda tangan pihak lain,” ucap Enny.

Dikatakan Enny, permohonan diajukan paling lambat tiga  hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh Termohon. Permohonan Pemohon sekurang-kurangnya terdiri atas permohonan, fotokopi Surat Keputusan Termohon tentang Penetapan sebagai Pasangan Calon atau akreditasi dari KPU/KIP bagi pemantau pemilihan, fotokopi KTP atau Identitas Pemohon,  fotokopi kartu tanda anggota bagi advokat sebagai kuasa hukum. Permohonan melalui luring maupun daring hanya dapat diajukan satu kali selama tenggang waktu pengajuan permohonan.

Sejarah MK

Berikutnya, Kepala Bagian Humas dan KSDN MK Fajar Laksono Soeroso menguraikan perspektif kesejarahan Mahkamah Konstitusi. “Dalam pandangan saya, kalau kita bicara mengenai perspektif  kesejarahan Mahkamah Konstitusi, saya memsimplikasikan ada empat tonggak kesejarahan yang bisa kita tempatkan dalam posisinya masing-masing terkait dengan posisi Mahkamah Konstitusi hari ini,” kata Fajar.

Fajar menuturkan tonggak kesejarahan Mahkamah Konstitusi melalui satu putusan besar Kasus Marbury vs Madison (1803) di Amerika Serikat. “Sebagai tonggak kesejarahan pertama kali gagasan constitutional judicial review yang berarti judicial review dilakukan oleh pengadilan dan batu ujinya adalah Konstitusi sebagai hukum dasar tertinggi dalam konteks kita bernegara,” jelas Fajar yang menyajikan materi “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaran RI”.

Fajar melanjutkan kasus Marbury vs Madison bermula dari perkara “The Midnight Judges” sebagai perkara pengangkatan pejabat-pejabat penting di larut malam, saat momentum Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 1800. John Adams sebagai petahana ditantang oleh Thomas Jefferson sebagai kandidat Presiden. Ternyata sang petahana kalah dalam pemilihan Presiden. Di antara waktu rentang kekalahan itu, sebelum Jefferson mengucapkan sumpah sebagai Presiden, John Adams mengangkat kolega-koleganya untuk menjadi pejabat penting di Amerika Serikat. “Hal itu dilakukan saat larut malam sebelum esoknya pergantian Presiden. Salah seorang yang diangkat adalah William Marbury. Juga James Madison yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung. Pada larut malam itu John Adams menandatangani SK Pengangkatan para koleganya. Termasuk pengangkatan hakim-hakim,” urai Fajar.

Singkat cerita, tutur Fajar, SK Pengangkatan para kolega John Adams ternyata masih ada di ruangan John Adams saat dia tidak lagi menjadi Presiden. Kemudian Thomas Jefferson menemukan SK Pengangkatan tersebut, namun dia memerintahkan James Madison untuk menahan SK Pengangkatan itu. Salah seorang yang diangkat oleh John Adams, William Marbury protes kepada Presiden Thomas Jefferson agar memberikan surat pengangkatan kepadanya. Alasannya, karena Marbury dan yang lain harus mulai bekerja berdasarkan SK Pengangkatan dan sudah disetujui Kongres. Namun Jefferson tetap tidak mau memberikan SK Pengangkatan, diduga Jefferson ingin membatalkan SK Pengangkatan itu dan kemungkinan akan mengangkat para koleganya.

Akhirnya Marbury menggugat kasus itu ke Mahkamah Agung. Intinya meminta Mahkamah Agung Amerika Serikat yang dipimpin John Marshall agar Presiden Thomas Jefferson menyerahkan SK Pengangkatan Marbury dan lainnya kepada adresat-adresat SK Pengangkatan tersebut. Walhasil, Mahkamah Agung memang berwenang mengadili perkara itu. Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung memutuskan Marbury dkk punya hak mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, Mahkamah Agung justru mengatakan bahwa ketentuan dalam judiciary act. bahwa Mahkamah Agung bisa memerintahkan pemerintah melakukan suatu tindakan tertentu, justru bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat. Mahkamah Agung menyatakan inkonstitusional ketentuan tersebut. “Kala itu gegerlah dunia hukum Amerika Serikat. Ada pro dan kontra terhadap masalah itu. Di situlah kemudian kita  mengenal adanya gagasan constitusional judicial review. Jadi ada norma undang-undang yang dibuat oleh wakil rakyat kemudian bisa dibatalkan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat,” tegas Fajar.

Lebih lanjut Fajar juga menerangkan kedudukan MK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia karena ada perubahan yang signifikan dari UUD 1945, bahwa MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara namun kedudukannya setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti MK, Presiden, Mahkamah Agung (MA) dan lainnnya. Fajar juga menjelaskan kewenangan MK yang bersifat limitatif konstitusional, artinya kewenangan MK diberikan langsung oleh UUD 1945. Termasuk MK dititipi kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pilkada. Hal lainnya, Fajar menyinggung Konstitusi Indonesia sampai saat ini masih menganut dualisme judial review. Pengujian undang-undang tidak hanya di MK tetapi juga menjadi kewenangan MA. Selain itu Fajar menjelaskan komposisi Hakim Konstitusi. “Karena belakangan ini ada beberapa pernyataan di media sosial soal MK. Misalnya kalau Hakim MK diajukan oleh Presiden dan DPR, padahal undang-undang dibuat oleh Presiden bersama DPR, tentu ini menjadi persoalan,” ujar Fajar. Terakhir, Fajar menerangkan Hukum Acara MK, terutama kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD sebagai fitrah dari MK.

Tahapan PHP Kada

Selanjutnya, Panitera Muda I MK Triyono Edy Budhiarto menghadirkan materi “Tahapan dan Mekanisme Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020”. “Tahapan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 dimulai dengan pengajuan permohonan Pemohon, kemudian melengkapi dan memperbaiki permohonan Pemohon. Setelah itu melakukan pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan Pemohon,” ucap Triyono Edy Budhiarto.

Selanjutnya, kata Triyono Edy, dilakukan pengumuman hasil pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan Pemohon, berlanjut dengan pencatatan permohonan Pemohon dalam e-BRPK. Setelah itu melakukan penyampaian salinan permohonan kepada Termohon dan Bawaslu. Lalu, pengajuan permohonan sebagai Pihak Terkait dan kemudiapemberitahuan sidang kepada para pihak. Tahapan berikutnya, melakukan pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian dan Rapat Permusyawaratan Hakim. Hingga akhirnya dilakukan pengucapan putusan/ketetapan serta penyerahan dan penyampaian salinan putusan/ketetapan.

Mengenai Mekanisme Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Tahun 2020 dilakukan setelah pengumuman keputusan KPU tentang hasil penghitungan suara pemilihan pada 16 – 26 Desember 2020 (provinsi) dan 13 – 23 Desember (kabupaten dan kota). Sedangkan untuk pengajuan permohonan pada 16 Desember 2020 – 5 Januari 2021 pukul 24.00 WIB (provinsi), pengajuan permohonan pada 13 Desember 2020 –  5 Januari 2021 pukul 24.00 WIB (kabupaten/kota).

Kegiatan bimtek hari kedua ditutup dengan materi “Teknik dan Diskusi Penyusunan Permohonan Pemohon dan Keterangan Pihak Terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020” yang disampaikan Panitera Pengganti MK Syaiful Anwar. “Materi yang akan kami sampaikan bukan lagi teori-teori seperti yang disampaikan para narasumber sebelumnya. Namun materinya adalah materi teknis bagaimana cara menyusun permohonan jika nanti Bapak dan Ibu diberikan kuasa oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati maupun walikota dan wakil walikota untuk mewakili mereka beracara di MK, baik sebagai Pemohon maupun Pihak Terkait. Di sini kita akan sharing bagaimana idealnya penyusunan permohonan Pemohon atau bagaimana idealnya penyusunan jawaban Pihak Terkait,” kata Syaiful.

Pada kesempatan itu, Syaiful menjelaskan sistematika permohonan Pemohon meliputi identitas Pemohon sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon  bupati dan wakil bupati, pasangan calon walikota dan wakil walikota atau pemantau pemilihan. Permohoan juga mencakup Kewenangan Mahkamah Konstitusi, menjelaskan objek dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan yakni Keputusan Termohon mengenai Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota yang signifikan dan dapat memengaruhi penetapan calon terpilih. Selain itu menjelaskan kedudukan hukum Pemohon. Misalnya,  Pemohon menjelaskan ketentuan pengajuan permohonan berdasarkan Pasal 158 UU Pilkada. Juga tenggang waktu pengajuan permohonan.

“Sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada juncto Pasal 7 ayat (2) PMK 5/2020, antara lain permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh Termohon. Terakhir, dalam permohonan harus ada alasan permohonan dan petitum,” terang Syaiful.

Sedangkan sistematika penyusunan keterangan Pihak Terkait, antara lain memuat nama dan alamat Pihak Terkait dan/atau kuasa hukum serta alamat surat elektronik (e-mail, nomor Induk Kependudukan (NIK) sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun nomor kartu tanda anggota bagi advokat sebagai kuasa hukum, juga  penjelasan bahwa Pihak Terkait adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil Bupati, atau walikota dan wakil walikota atau pemantau pemilihan, serta memuat tanggapan Pihak Terkait terhadap Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, tenggang waktu pengajuan permohonan serta alasan-alasan permohonan Pemohon. Kemudian dalam petitum memuat Keputusan Termohon tentang penetapan perolehan suara hasil pemilihan.

Bimtek untuk para advokat ini diselenggarakan selama tiga hari, yakni pada Selasa – Kamis (3 – 5/10/2020). Para peserta diberikan materi mengenai hukum acara perkara perselisihan hasil kepala daerah yang disampaikan oleh hakim konstitusi, panitera muda, peneliti, panitera pengganti, dan staf IT. (*)

*Sumber: HumasMKRI | Penulis: Nano Tresna Arfana | Editor: Lulu Anjarsari

Bakal Seru, Dua Advokat Kondang Yusril vs Hamdan dikabarkan Bakal Bertarung di MK Terkait Pilgub Jambi

Yusril Ihza Mahendra dan hamdan Zulva. (adz)

Jambi, Merdekapost.com - Sepertinya dua ahli hukum sekaligus Advokat kondang akan jadi kuasa hukum dalam sengketa atau gugatan hasil Pilgub Jambi di Mahkamah Konstitusi. 

Yusril Ihza Mahendra sudah dipastikan menjadi kuasa hukum Paslon nomor urut 1 CE-Ratu sedangkan Hamdan Zulva mantan Hakim dan juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi disebut-sebut sebagai kuasa hukum Paslon nomor urut 3 Haris-Sani. 

Seperti dilansir sebelumnya, tim CE-Ratu membenarkan paslon nomor urut 1 sudah mendaftarkan gugatannya di MK. 

"Benar, sesuai dengan lampiran AP3 Nomor 134/PAN.MK/AP3/12/2020 pasangan CE-Ratu sudah resmi teregistrasi gugatannya di MK. Alhamdulillah, mantan Menkumham pak Yusril Ihza Mahendra yang jadi kuasa hukumnya," jelas Efri tim CE-Ratu pasca mendaftarkan gugatannya di MK beberapa waktu lalu.

Berita terkait:

Pasangan CE-RATU Pastikan Ajukan Gugatan ke MK

Pleno KPU Provinsi Tetapkan Haris-Sani Pemenang Pilgub Jambi, Ini Perolehan Suara 3 Paslon

Untuk diketahui, Yusril vs Hamdan Zulfa dalam sengketa Pilkada di MK sudah kerap bertemu dengan posisi berlawanan, seperti pd Pilgub Sulawesi Barat 2017. 

Yusril yangg jadi kuasa hukum pemohon Suhardi Duka - Kalma Katta. Sementara, Hamdan Zulfa sebagai kuasa hukum Ali Baal Masda pemenang Pilgub Sulbar 2017. Selisih suara juga cukup tipis 4.753 suara

Baca Juga: 5 PPK Dipecat Pasca Gelembungkan Suara CE-Ratu di Pilgub Jambi

Sementara selisih suara Haris-Sani dengan CE-Ratu 11.418 suara. Dalam Amar putusan Hakim MK Pilgub Sulbar menolak gugatan Suhardi Duka yang advokatnya Yusril Ihza Mahendra. 

Mahkamah Konstitusi mengakui bahwa keputusan KPU Provinsi Sulawesi Barat yang menetapkan perolehan suara terbanyak Ali Basdar Masdar adalah benar dan konstitusional.

Berita lainnya: 

Polisi Diminta Ungkap Dalang Intelektual Penggelembungan Suara CE-Ratu di Sungai Penuh

Mengenai kepastian kabar tersebut sekretaris tim koalisi pemenangan Haris-Sani, Muhamad Jupri kepada awak media ini menyebutkan. Informasi pastinya dirinya belum tau. namun kemungkinan memakai Advocat yang juga mantan ketua MK Hamdan Zulfa itu memang ada dan sudah pernah dibicarakan oleh kandidat bersama tim.

Dikatakannya, "Iya, memang rencananya begitu, dan kita juga menjalin komunikasi dengan Pak Heru Widodo dari HWL (Heru Widodo Law Office), komunikasi masih berlanjut".

"kita lihat saja nanti, yang jelas kita akan sangat berhati-hati dalam melayani gugatan paslon sebelah di MK, waktunya juga masih cukup lama". Pungkasnya. (hza)

Tak Terima Kekalahan, Fikar-Yos Gugat Hasil Pilwako Sungai Penuh ke MK, Ketua KPU: Kita Siap

Fikar-Yos Paslon Cawako-Cawawako Sungai Penuh yang gugat hasil Pilwako ke MK. (ist) 

Merdekapost.com | Jambi - Pasangan calon walikota dan wakil walikota Sungai Penuh, Fikar Azami-Yos Adrino (Fikar-Yos) resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini dilayangkan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil rekapitulasi suara beberapa waktu lalu. 

Gugatan itu sendiri sudah terdaftar di website https://www.mkri.id dengan APPP nomor : 68/PAN.MK/AP3/12/2020. Gugatan ini terdaftar pada pukul 23.26 wib, tertanggal 18 Desember 2020 yang dilakukan secara online. 

Baca Juga: Sah, KPU Sungai Penuh Tetapkan Ahmadi-Antos Pemenang Pilwako 2020

Dari website mkri.id, diketahui gugatan tersebut diajukan oleh kuasa hukum HWL (Heru Widodo Law office) atas nama Paslon nomor urut 2 Fikar-Yos. 

Ketua KPU Kota Sungai Penuh, Ir.Irwan mengaku sudah mengatahui adanya pengajuan sengketa perselisihan hasil di MK. 

"Benar, sepertinya pengajuan gugatan dilakukan tadi malam (Jumat kemarin, red)," ujarnya, Sabtu (19/12). 

Baca Juga: Pleno KPU Provinsi Tetapkan Haris-Sani Pemenang Pilgub Jambi, Ini Perolehan Suara 3 Paslon

Irwan mengaku siap menghadapi gugatan perselisihan suara tersebut. Dalam waktu dekat ini, pihaknya akan menyiapkan semua dokumen untuk menghadapi gugatan. 

"Insya Allah siap, tidak ada masalah, salurannya memang seperti itu. Yang pasti kita akan menyiapkan dokumen terlebih dahulu," tukasnya.(adz)

Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs