Teguh: Kekuatan Parpol Bukan Jaminan Tingginya Perolehan Suara Saat Pilkada

TeguhYuwono, Analis politik dari Universitas Diponegoro (Undip)/Ant.
SEMARANG – TeguhYuwono, Analis politik dari Universitas Diponegoro (Undip) menyebut kekuatan partai politik tidak selalu berbanding lurus (linier) dengan perolehan suara kontestan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020.

“Meski semua partai politik di legislatif mengusung pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, tidak selalu berbanding lurus dengan perolehan peserta pilkada,” kata Teguh di Semarang, Sabtu. (12/9/2020)

Pria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Undip ini mencontohkan pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta, misalnya, PDIP yang menguasai 75 persen dari 45 kursi DPRD setempat (30 kursi) mengusung pasangan Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. Ditambah lagi PAN tiga kursi dan Partai Golkar sebagai partai pendukung tiga kursi. Besarnya jumlah partai tersebut belum tentu membuat suara pasangan calon besar tetapi bisa jadi suara akibat dari pasangan calon itu sendiri.

“Dalam pemilihan kepala daerah ada faktor figur dan kharisma calon,” papar Teguh.

BACA JUGA: Potensi Kotak Kosong dan Calon Tunggal Pilkada Balikpapan

Menyinggung soal calon peserta pilkada terpapar virus corona bakal berpengaruh pada tingkat keterpilihannya, dia mengutarakan bahwa hal itu tidak terlalu relevan dengan kondisi peserta pilkada apakah kena Covid-19 atau tidak.

Menurut alumnus Flinders University Australia ini, biasanya pemilih tidak terlalu mempertimbangkan persoalan-persoalan tersebut dengan logika politik karena biasanya mereka lebih melihat pada figur yang mencalonkan diri dan kemampuan kontestan menjadi pemimpin politik.

Terkait dengan calon yang menjalani tes usap tidak mengikuti tahapan tes psikologi dan tidak menghadiri deklarasi pilkada damai karena ada dugaan terkena Covid-19, menurut Teguh, hal itu tidak berpengaruh pada tingkat keterpilihan pasangan tersebut.

Ia menegaskan bahwa pemilih di Tanah Air bukanlah pemilih rasional. Dengan demikian, apakah bakal calon itu hadir atau tidak dalam deklarasi pilkada damai, tidak besar pengaruhnya.

“Mereka biasanya memilih atas dasar pertimbangan-pertimbangan tradisional dan pertimbangan-pertimbangan ekonomi,” katanya.

BACA JUGA: Ini 28 Daerah yang Berpotensi Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2020

Teguh berpendapat bahwa faktor yang paling besar pengaruhnya pada waktu normal dahulu adalah faktor ekonomi. Faktor uang ini ikut memengaruhi orang menentukan pilihan.

Namun, lanjut dia, pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini, orientasinya berbeda. Orang tidak lagi berorientasi pada pencapaian uang, tetapi lebih pada bagaimana proses-proses mendekatkan diri secara daring (online) kepada masyarakat.

“Jadi, calon peserta pilkada harus pintar-pintar dalam situasi seperti ini,” kata Teguh yang pernah sebagai Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Undip.

Ujiannya sekarang, menurut dia, apakah politik uang akan efektif pada era COVID-19 atau ada faktor lain yang lebih besar pengaruhnya? Hal ini akan diuji pada Pilkada yang dijadwalkan pada tanggal 9 Desember 2020.

Sumber : redaksi24.com | Editor: Aldie Prasetya | Merdekapost.com

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar




Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs