Polisi Tembak Polisi Hingga Tewas di Sumbar Divonis Hukuman Penjara Seumur Hidup

Petugas provost menggiring tersangka AKP Dadang Iskandar saat konfrensi pers di Mapolda Sumatera Barat, di Padang, Sabtu (23/11). (ald/Antara Foto)

SUMBAR, MERDEKAPOST - Seorang polisi yang menembak sesama anggota polisi hingga tewas di Solok Selatan, Sumatra Barat, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Padang, pada Rabu (17/09).

Vonis terhadap Dadang Iskandar—yang saat kejadian masih berstatus sebagai polisi berpangkat AKP—dibacakan Ketua Majelis Hakim, Aditya Danur Utomo.

"Mengadili, saudara yang telah melakukan pembunuhan berencana atau mencoba melakukan pembunuhan berencana sesuai dakwaan kesatu premier kemudian dakwaan kedua premier. Memutuskan, Dadang Iskandar bin Totok Sunarto dengan hukuman pidana seumur hidup," ucap Hakim Aditya.

Mendengar putusan tersebut, Dadang Iskandar hanya tertunduk mendengarkan. Tidak ada ekspresi pada wajah mantan perwira Kepolisian Republik Indonesia tersebut.

Setelah membacakan amar putusan, majelis hakim menanyakan kepada penasihat hukum dan JPU terkait putusan tersebut. Keduanya menyatakan akan pikir-pikir untuk melakukan banding atau tidak.

Setelah menutup persidangan, Dadang langsung kembali mengenakan rompi tahanan berwarna merah dan borgol yang dibuka sebelum dimulainya persidangan.

PHOTO: Petugas provost mengawal tersangka AKP Dadang Iskandar saat konfrensi pers di Mapolda Sumatera Barat, di Padang, Sabtu (23/11).

Pada 22 November 2024 lalu, AKP Dadang Iskandar menembak Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, AKP Ulil Riyanto, hingga tewas.

Dadang—yang menjabat sebagai kepala bagian operasional—diduga bertentangan dengan penindakan yang dilakukan Ulil terhadap tambang yang diduga ilegal di wilayah Solok Selatan.

Akibat perbuatan ini, Dadang telah dipecat dari kepolisian pada November 2024. Ia dinilai telah melakukan perbuatan tercela dan melanggar kode etik serta profesi Polri.

Dadang tidak mengajukan banding atas putusan pemecatannya.

Reaksi keluarga korban

Tangis Mutia pecah saat menyaksikan orang yang telah menghabisi nyawa adik kandungnya, Ryanto Ulil Ansar, pergi dari ruang sidang Pengadilan Negeri Padang, Selasa (17/09).

Mutia tak mampu menahan air matanya setelah majelis hakim membacakan putusan terhadap Dadang Iskandar yang telah terbukti melakukan pembunuhan secara berencana terhadap adiknya.

"Temui adik saya di alam sana. Kamu bilang kamu gentle[man]," ujar perempuan itu kepada Dadang yang dibawa oleh tim keamanan polisi seusai persidangan.

Cristina Yun Abubakar, ibu Ryanto Ulil Anshar, mengatakan bahwa vonis yang diberikan kepada Dadang Iskandar adalah hak majelis hakim.

"Itu hak hakim yang memutuskan. Saya tidak bisa mengomentarinya karena itu adalah hak hakim," katanya kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Cristin menyatakan bahwa adil atau tidaknya putusan yang dibacakan oleh majelis hakim tersebut hanya bisa dinilai oleh Tuhan.

"Saya sebagai ibunya, kalau saya katakan itu adil atau tidaknya, Tuhan yang tahu itu adil atau tidaknya. Tapi saya percaya pembalasan itu hak Tuhan," katanya.

Menurut Cristin, hukuman apapun yang diberikan kepada Dadang Iskandar tidak akan berdampak apapun terhadap anaknya. "Anak saya tidak akan pernah bangkit lagi. Anak saya tidak akan pernah hidup lagi," cetusnya.

Dia mengaku berharap agar hukuman yang diberikan kepada mantan Kabag Ops Polres Solok Selatan itu adalah hukuman yang seberat-beratnya sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu hukuman mati.

"Kenapa? karena anak saya tidak punya salah apa-apa kepada terdakwa. Sama sekali tidak punya salah. Dalam keterangan terdakwa pun dia katakan bahwa anak saya orangnya baik," katanya.

Dadang akan ajukan banding

Penasihat hukum Dadang Iskandar, Hendri Saputra, menegaskan bahwa ia akan melakukan banding atas putusan hukuman penjara seumur hidup yang diberikan kepada kliennya tersebut.

"Tentunya kami akan melakukan banding. Karena untuk pidana pembunuhan berencananya itu tidak terbukti selama persidangan," katanya.

Menurutnya, dalam kesimpulan yang dibacakan oleh majelis hakim mempertimbangkan soal pledoi dan duplik yang telah diserahkan dan sudah disidangkan.

"Kemudian dikatakan bahwa saat banyak personel yang datang baru dia pergi. Padahal tidak seperti itu. Setelah menembak ke arah atas dia langsung pergi," katanya.

Ia menyatakan bahwa pihaknya masih memiliki waktu selama sepekan untuk menyiapkan berkas-berkas banding yang akan diajukan ke Pengadilan Tinggi Sumatra Barat nantinya.

Apa tuntutan jaksa?

Keterangan gambar,Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar (tengah) dipecat sebagai anggota Polri setelah menjadi tersangka penembakan terhadap Kasatreskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshari hingga tewas.

Vonis terhadap Dadang Iskandar lebih ringan dari tuntutan jaksa pada persidangan 26 Agustus lalu. Oleh jaksa penuntut umum, Dadang dituntut hukuman mati.

Jaksa menilai Dadang terbukti membunuh koleganya di Kepolisian Resor Solok Selatan, Kompol Ryanto Ulil Anshar.

"Dari pemeriksaan barang bukti dan saksi, jaksa berkesimpulan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana Pasal 340 KUHP terhadap korban Ulil dan Pasal 340 juncto 53 KUHP terhadap mantan Kapolres Solok Selatan [AKBP Arif Mukti Surya]," kata Jaksa Fitriansyah Akbar.

Fitriansyah yang merupakan Kepala Kejaksaan Negeri Solok Selatan menjadi ketua jaksa penuntut umum persidangan ini.

"Dengan dua pasal itu, kami menuntut terdakwa Dadang Iskandar dengan pidana mati."

PHOTO: Petugas provost mengawal tersangka AKP Dadang Iskandar saat konfrensi pers di Mapolda Sumatera Barat, di Padang, Sabtu (23/11).

Jaksa Fitriansyah menambahkan, aksi nekat Dadang yang menembak Ryanto hingga tewas dan menyerang kediaman kapolres dipicu "kekecewaan, sakit hati, dan amarah terhadap penangkapan galian C."

Dalam persidangan, Dadang diketahui memiliki kepentingan di proyek galian tersebut.

"Karena tidak diakomodir oleh Kapolres dan korban, sehingga muncul niat terdakwa untuk membunuh korban," ujar Fitriansyah.

Bagaimana latar belakang kasus ini?

Saat bersaksi di persidangan pada 22 November 2024, mantan Kapolres Solok Selatan, AKBP Arif Mukti Surya, mengatakan, Dadang sempat dua kali menemuinya setelah muncul rencana penindakan hukum terhadap galian golongan C oleh Polres.

Dadang sempat menyampaikan bahwa temannya sedang mengerjakan proyek embung, tapi Arief menyilakan Dadang untuk mengoordinasikan hal itu dengan Ryanto.

Arief belakangan baru mengetahui bahwa pasir dan batu dari galian golongan C itu bakal digunakan untuk proyek embung yang disinggung Dadang.

Galian golongan C merupakan istilah pertambangan untuk bahan bangunan seperti pasir, batu kali, batu kapur, dan urug, dan kerikil.

Pada pertemuan lain, Arief juga mengaku bahwa Dadang sempat menyodorkan amplop cokelat kepadanya. Namun, pemberian itu langsung ditolaknya.

Ia pun mengaku tidak mengetahui isi amplop cokelat tersebut.

Hampir setahun sejak penembakan, penyelidikan hukum terhadap tambang galian golongan C di Solok Selatan yang menjadi hulu perkara ini belum diketahui —termasuk pemiliknya.

Begitu pula perkembangan kasus supir pembawa hasil tambang galian C yang sempat ditangkap tim Satreskrim Polres Solok Selatan beberapa jam sebelum penembakan.

Namun Kepolisian Daerah Sumatera Barat pada 15 November 2024 sempat menutup tambang galian golongan C yang berlokasi di Batang Bangko, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan tersebut.(*)

(Artikel ini diolah dari BBC News Indonesia  | Aldie Prasetya )

Related Postss

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs