Dugaan Mark Up Dana BSPS 'Bedah Rumah' di Tanah Cogok Kerinci, Oknum Pendamping Diduga Rampas Hak Rakyat Miskin, APH Didesak Turun Tangan

Dugaan Mark Up Dana BSPS di Tanah Cogok Kerinci, Oknum Pendamping Diduga Rampas Hak Rakyat Miskin, APH Didesak Turun Tangan.(mpc)

KERINCI, MERDEKAPOST.COM – Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat kurang mampu di Kecamatan Tanah Cogok, Kabupaten Kerinci, justru tercoreng oleh dugaan praktik penggelembungan harga (mark-up) material bangunan. Sorotan tajam mengarah kepada oknum pendamping program yang diduga memainkan peran kunci dalam praktik tersebut.

Dugaan mark-up mencuat setelah ditemukan ketidaksingkronan mencolok antara nota pembelian material yang diterima masyarakat dengan daftar harga resmi toko penyedia bahan bangunan. Selisih harga pada sejumlah item material pokok diduga mencapai puluhan ribu rupiah per item, yang jika dikalkulasikan secara keseluruhan berpotensi merugikan penerima bantuan dalam jumlah signifikan.

Modus Dugaan Permainan Dana Bantuan

Berdasarkan penelusuran dokumen dan keterangan lapangan, modus yang diduga digunakan adalah manipulasi nota pesanan manual (tulisan tangan). Oknum pendamping disinyalir mengarahkan pembelian material ke toko tertentu dengan harga yang telah dinaikkan dari harga sebenarnya.

Akibatnya, dana bantuan yang seharusnya diterima masyarakat secara utuh dalam bentuk material bangunan, terpangkas melalui selisih harga fiktif, sehingga berdampak langsung pada kualitas dan kuantitas rumah yang dibangun.

“Kalau dari awal harga material sudah dinaikkan, yang dirugikan jelas masyarakat. Bantuan ini bukan untuk dipermainkan, tapi untuk warga miskin yang berharap punya rumah layak,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Indikasi Pelanggaran Hukum Serius

Pengamat kebijakan publik menilai, jika dugaan ini terbukti, maka praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan telah masuk ke ranah tindak pidana korupsi.

Secara hukum, perbuatan mark-up dana bantuan berpotensi melanggar:

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.

Pasal 3 UU Tipikor, apabila dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan, jabatan, atau kedudukan, dengan ancaman pidana 1–20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Selain itu, oknum pendamping juga dapat dikenai sanksi administratif berat, mulai dari pencabutan status pendamping, pengembalian kerugian negara, hingga blacklist dari seluruh program bantuan pemerintah.

Desakan Audit Investigatif

Hingga berita ini diturunkan, koordinator kabupaten dan dinas teknis terkait belum memberikan klarifikasi resmi. Kondisi ini memicu desakan keras dari warga dan pegiat antikorupsi agar:

Inspektorat melakukan audit investigatif menyeluruh, dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana BSPS di Kecamatan Tanah Cogok.

Masyarakat menegaskan, program bantuan sosial bukan ladang bancakan, melainkan amanat negara untuk menjamin hak dasar rakyat miskin. Jika praktik ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap program pemerintah akan runtuh.

Redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini dan membuka ruang hak jawab bagi pihak-pihak yang disebutkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers.(Red/Mpc)

Related Postss

Copyright © Merdekapost.com. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs