MK Pastikan Anwar Usman Tak Boleh Ikut dalam Persidangan Sengketa Pilpres 2024

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan Anwar Usman tak boleh ikut dalam persidangan sengketa Pilpres 2024. 

Anwar Usman yang merupakan paman Cawapres Gibran Rakabuming Raka dijatuhi sanksi etik berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

“Iya ngga kalau Pilpres memang sesuai putusan MKMK ya. Enggak boleh terlibat memang, Anwar Usman di putusan MKMK dan MK taat patuh pada putusan itu, dan sejauh ini memang desainnya begitu, pleno dengan 8 hakim konstitusi,” kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono

“Putusan MKMK itu jelas untuk tidak mengikutsertakan (Anwar Usman) mengadili perselisihan hasil pilpres,” tambah dia.

Fajar menambahkan, Anwar Usman masih bisa menangani kasus sengketa pemilu dalam aduan pileg, namun dengan catatan sepanjang tak ada konflik kepentingan.(*)

[Sumber : inewsdotid/hza Merdekapost.com] 


Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud Ajukan Gugatan Sengketa Hasil Pilpres ke MK

Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud datang dengan membawa dokumen barang bukti dugaan kecurangan Pilpres 2024. [Doc/MahkamahKonstitusi]

Jakarta, Merdekapost.com -  Tim Hukum TPN ganjar-Mahfud mengajukan pendaftaran gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 (Pilpres 2024) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Sabtu (23/3/2024). 

Tim Hukum TPN datang dengan membawa dokumen barang bukti dugaan kecurangan Pilpres 2024. Dokumen kecurangan Pemilu 2024 akan memperkuat  bukti gugatan sengketa pemilu ke persidangan Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: Anies-Gus Imin Jadi Paslon Pertama Gugat Pilpres 2024 ke MK

Sementara itu tim hukum AMIN sudah lebih dulu melakukan pendaftaran gugatan PHPU ke MK pada Kamis 23/03 lalu. (*) 

Anies-Gus Imin Jadi Paslon Pertama Gugat Pilpres 2024 ke MK

Tim Hukum AMIN saat menyampaikan laporan gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/3). [Doc ; Ist ]

Jakarta, Merdekapost.com - Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjadi yang pertama mendaftarkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pendaftaran paslon tersebut resmi didaftarkan pada hari ini, Kamis (21/3).

Dilihat dari laman MK, pendaftaran tersebut diunggah pada pukul 09.02 WIB, dengan tanda terima nomor 01-01/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024.

Gugatan tersebut terkategori dalam klasifikasi perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden 2024, atas nama pemohon H. Anies Rasyid Baswedan dan H.A. Muhaimin Iskandar.

Mampukah Argumen Anies-Ganjar di MK Batalkan Kemenangan 02 Prabowo-Gibran?

Barikade kawat berduri di depan gedung MK pada sidang sengketa Pemilu 2019. [Doc: ANTARA]

Satu hari lagi adalah batas maksimal KPU umumkan hasil resmi Pilpres 2024. Hingga kini, KPU telah menetapkan hasil rekapitulasi pada 33 dari 38 provinsi di Indonesia.

Di hampir semua provinsi itu, paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, terlihat unggul, kecuali di Aceh dan Sumatera Barat yang dimenangi paslon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Sementara paslon 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tidak unggul di satu provinsi pun.

Jika mengacu pada hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, Prabowo-Gibran meraih 58% suara, AMIN 25%, dan Ganjar-Mahfud 17%.

Ganjar menyatakan siap menggugat hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi setelah KPU merilis hasil rekapitulasinya. Ia menyebut timnya tengah mengumpulkan data-data dan saksi-saksi untuk dihadirkan di MK.

Niat serupa dimiliki AMIN yang telah beberapa kali menggelar focus group discussion terkait kecurangan pemilu yang dihadiri langsung oleh Anies Baswedan.

“Kami menyiapkan bahan-bahan, saksi-saksi, untuk ke MK. Setidaknya hipotesis [kecurangan] TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) bisa kita uji dan betul-betul bisa kita buktikan,” ujar Ganjar di Jakarta, Sabtu (9/3).

Pasal 74 ayat 3 UU MK mengatur permohonan gugatan hasil pemilu ke MK hanya dapat diajukan maksimal 3x24 jam setelah KPU resmi mengumumkan hasil pemilu secara nasional. Jadi, jika KPU mengumumkan pada 20 Maret, maka paslon 01 dan 03 cuma punya kesempatan mendaftarkan gugatan sampai 23 Maret.

Dalam permohonan yang diajukan, tim hukum paslon 01 dan 03 wajib menguraikan kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut mereka.

Sesuai Pasal 78 UU MK, gugatan hasil Pilpres wajib diputus MK maksimal 14 hari kerja sejak permohonan dicatat di Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).

Tim Hukum Nasional (THN) AMIN dan Tim Hukum Ganjar-Mahfud menyatakan, persiapan gugatan mereka ke MK masing-masing telah mencapai 90%. Keduanya sama-sama menganggap Pilpres 2024 diwarnai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Pengunjuk rasa dari Aksi Rakyat Semesta memprotes pemilu curang dalam demonstrasi di  Senayan, Jakarta, Jumat (1/3/2024). [Doc MPC | ANTARA]

Kriteria Kecurangan TSM

Dalil terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) telah diatur dalam Pasal 463 UU 7/2017 tentang Pemilu. Di situ diatur bahwa Bawaslu yang berwenang menangani pelanggaran TSM dalam lingkup administratif.

Objek pelanggaran administratif secara TSM meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu; serta perbuatan menjanjikan atau memberikan uang/materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu/pemilih.

Dalam konteks Pilpres, Bawaslu telah mengatur kriteria pelanggaran administratif TSM harus memuat 3 syarat, yakni:

Kecurangan terjadi di 50% provinsi di Indonesia;

Bukti kecurangan diorganisasi sebuah entitas; dan

Bukti dokumen perencanaan kecurangan.

Relawan AMIN berunjuk rasa di depan Kantor Bawaslu Sumut, Rabu (21/2/2024). [Doc: kumparan]

Apakah hanya Bawaslu yang berwenang menangani pelanggaran TSM?

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Charles Simabura, berpandangan bahwa kewenangan Bawaslu sesuai UU Pemilu hanya menyangkut 2 objek TSM, yakni mengenai politik uang dan prosedur tata cara. 

Maka, pelanggaran lain di luar dua hal tersebut, seperti mobilisasi ASN atau gelontoran bantuan sosial untuk kepentingan kampanye, merupakan ruang yang bisa dimanfaatkan paslon untuk menggugat hasil pemilu ke MK.

“Semisal, mobilisasi ASN itu tidak melanggar tahapan, prosedur, ataupun proses. Mobilisasi aparat, keterlibatan BUMN, bansos, itu bisa saja bukan pelanggaran TSM seperti yang dimaksud UU Pemilu, tapi masuk ke ranah pelanggaran yang terjadi selama masa kampanye dan berpengaruh pada hasil pemilu. Di sinilah yang harus dibuktikan oleh pasangan calon,” jelas Charles, Jumat (15/3).

Mantan hakim MK Maruarar Siahaan menyatakan, Mahkamah berwenang menangani pelanggaran TSM terutama jika Bawaslu tak ambil inisiatif untuk mengusut berbagai dugaan masalah yang timbul selama tahapan pemilu.

“Ketidakadilan prosedural pasti mempengaruhi hasil pemilu. Oleh karena itu tidak bisa dibiarkan,” kata Maruarar.

Maruarar Siahaan, mantan hakim MK Foto: Instagram @maruararsiahaan

Sementara Charles—yang juga pakar hukum tata negara—lebih lanjut mempertanyakan kriteria pelanggaran administratif TSM yang disusun Bawaslu, semisal mengenai syarat kecurangan terjadi di 50% provinsi.

Menurutnya, hal itu tak sesuai dalil sederhana TSM bahwa kecurangan memengaruhi hasil pemilu, sebab jumlah pemilih di Pulau Jawa saja sudah mencapai 56%. Artinya, kecurangan yang mempengaruhi hasil pemilu sebetulnya tak harus sampai menyebar ke banyak provinsi, cukup di Jawa yang hanya punya enam provinsi namun jumlah pemilihnya separuh lebih dari total DPT.

Selain itu, dokumen perencanaan kecurangan sebagai syarat pelanggaran administratif TSM juga dinilai Charles tak masuk akal.

“Tidak semua kejahatan didokumentasikan,” ucapnya.

Dosen Universitas Andalas Charles Simabura. [Doc : Ist]

Bisakah Dalil Kecurangan Batalkan Hasil Pilpres?

Sepanjang Pilpres digelar sejak 2004 sampai 2019, belum pernah satu kali pun MK membatalkan hasilnya atau memerintahkan pemungutan suara ulang. Namun, tidak demikian dengan sengketa hasil pilkada. MK beberapa kali membatalkan hasil pilkada, bahkan mendiskualifikasi paslon tertentu.

“Belajar dari kasus Pilkada, apakah bisa diadopsi untuk konteks Pilpres? Semua tergantung pembuktian,” ujar Charles.

Ketua THN AMIN Ari Yusuf Amir menyatakan, timnya akan mengajukan argumen kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, mereka bakal menjelaskan bahwa hasil yang diumumkan KPU berbeda dengan fakta. Selain itu, THN AMIN meyakini perolehan suara paslon 02 tak mungkin mencapai 58% bila tanpa kehadiran Gibran, putra sulung Presiden Jokowi, sebagai cawapres.

Sementara secara kualitatif, THN AMIN akan mempersoalkan kualitas pemilu. Mereka menilai proses seleksi komisioner KPU dan Bawaslu bermasalah sejak awal. Tim Seleksi KPU-Bawaslu yang ditunjuk Presiden Jokowi pada Oktober 2021, misalnya, ketika itu dipimpin Juri Ardiantoro yang menjabat sebagai Deputi IV Kepala Staf Presiden. Dua tahun kemudian, November 2023, Juri mundur dari jabatannya di KSP karena bergabung dengan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.

Selain itu, menurut THN AMIN, para komisioner yang terpilih terbukti bermasalah, khususnya Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang telah dijatuhi vonis etik peringatan keras sebanyak 3 kali.

Argumen kualitatif THN AMIN juga menyasar pengerahan aparat negara, mulai dari menteri hingga kepala desa, untuk pemenangan Prabowo-Gibran.

Ada pula argumen tentang penggunaan anggaran negara melalui bansos dan politik uang untuk meningkatkan suara Prabowo-Gibran. THN AMIN yakin, jika tak ada kecurangan, perolehan suara Prabowo-Gibran tak bakal sampai 50%, sehingga Pilpres 2024 bisa berlangsung 2 putaran.

“Kami meminta [ke MK] agar mendiskualifikasi paslon 02 dan memutuskan pemungutan suara ulang antara paslon 01 dan 03,” ujar Ari di kantornya di Jaksel, Rabu (13/3) lalu.


Aksi Gerakan Keadilan Rakyat menuntut diskualifikasi paslon 02 di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024). [Doc: Antara]

Wakil Direktur Eksekutif Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Finsensius Mendrofa, menyatakan akan menguraikan argumen kecurangan TSM, mulai dari perusakan alat peraga kampanye (APK) paslon 03, gelontoran bansos dan politik uang untuk pemenangan Prabowo-Gibran, sampai intimidasi dan mobilisasi kades.

Menurut Tim Deputi Hukum TPN, apabila faktor-faktor tersebut tak menodai jalannya pemilu, Ganjar-Mahfud setidaknya akan melaju ke putaran kedua.

“Kalau lihat berbagai video yang beredar, ada salah seorang menteri yang bahkan mencoba mempersonalisasikan bansos dengan Presiden Jokowi. Ini mestinya tidak boleh terjadi. Korelasi bansos dengan [hasil] pemilu ini akan coba kami sampaikan di sidang MK,” jelas Finsensius pada kumparan di kantornya, Jaksel, Kamis (14/3) lalu.

Sebetulnya, argumen kualitatif dari kedua kubu pernah didalilkan Prabowo terhadap Jokowi selaku incumbent saat menggugat hasil pada Pilpres 2019. Kini, dalil serupa ditujukan lagi kepada Jokowi lantaran anaknya ikut kontestasi pilpres.

Pada 2019 itu, MK menolak gugatan Prabowo karena dinilai bersifat asumtif. Bukti-bukti yang diajukan pun dianggap kurang kuat lantaran dari kliping berita. Oleh sebab itu, jika mau berhasil, kubu Anies dan Ganjar kini harus mampu mengajukan bukti yang jauh lebih kuat.

Contohnya, ujar Charles, terkait dalil mobilisasi kades. Perlu ada bukti bahwa benar ada mobilisasi kades dengan janji perpanjangan masa jabatan menjadi 8 tahun dalam revisi UU Desa. Jika dalil tersebut bisa dibuktikan, lanjut Charles, maka unsur “terstruktur”, yakni terlibatnya penyelenggara negara, sudah terpenuhi.

Aksi kepala desa dari berbagai daerah berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI untuk menuntut perpanjangan masa jabatan mereka, 5 Desember 2023. [Foto: kumparan]

“Kemudian semisal mau buktikan pembagian bansos menyalahi aturan, harus didalilkan berdasarkan UU atau Perpres terkait [yang mengatur bahwa] penyaluran bansos harusnya seperti ini sehingga praktik penyaluran bansos [jelang pemilu] jelas melanggar aturan ini,” ucap Charles.

Maruarar Siahaan secara terpisah menyatakan, gelontoran bansos jelang pemilu bisa digunakan untuk membuktikan dalil kecurangan secara sistematis dan masif karena pembagian bansos berdampak masif terhadap tingkat keterpilihan paslon tertentu.

Korelasi antara bansos dan keterpilihan paslon itu terbentuk karena tingkat kemiskinan masyarakat yang masih tinggi, sedangkan tingkat pendidikannya rendah (70% penduduk Indonesia merupakan lulusan SMP ke bawah). 

Argumen tersebut bisa diperkuat dengan pendapat Perludem dan Bawaslu yang pernah katakan bahwa pemberian bansos untuk kepentingan Pemilu merupakan bentuk politik uang.

“Kedua kelompok ini (masyarakat miskin dan berpendidikan rendah) pasti terpengaruh oleh sistem yang masif seperti ini (bansos),” ujar Maruarar.

Demi memperkuat dalil tersebut, ia menyarankan kubu paslon yang ajukan gugatan untuk meminta kesaksian Menkeu Sri Mulyani dan Mensos Tri Rismaharini.


Petugas menunjukkan barang bukti dugaan politik uang pada Pemilu 2019 di kantor Bawaslu Temanggung, 16 April 2019. [Foto: ANTARA]

Maruarar dan Charles berpendapat, sepanjang dalil-dalil kualitatif seperti mobilisasi kades maupun politik uang dapat dibuktikan, bukan tak mungkin hasil Pilpres 2024 bisa dibatalkan, bahkan paslon tertentu didiskualifikasi. Pilkada Jawa Timur 2008 dan Pilkada Kotawaringin Barat 2010, bisa menjadi rujukan.

Dalam putusan Pilgub Jatim nomor 41/PHPU.D-VI/2008, paslon Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (Kaji) mampu membuktikan adanya mobilisasi kades yang dilakukan paslon Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) di putaran kedua. Bukti tersebut berupa surat pernyataan dari 23 kades di Kecamatan Klampis, Bangkalan, Madura, untuk memenangkan Karsa.

Ada pula bukti kontrak program antara cagub Soekarwo dengan Moch. Moezamil selaku Sekjen Asosiasi Kepala Desa Jawa Timur. Isi kontrak tersebut adalah: cagub akan memberi bantuan kepada pemerintah desa, mulai Rp 50 juta sampai Rp 150 juta, sesuai jumlah pemilih yang memilih Karsa.

KaJi juga mampu menguatkan dalilnya dengan berbagai rekaman perbincangan telepon. Hasilnya, MK membatalkan hasil rekapitulasi di 3 kabupaten di Madura, dan memerintahkan pemungutan suara ulang dan penghitungan ulang di wilayah-wilayah tersebut.

Pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di TPS 18 Kelurahan Amban, Manokwari Barat, Papua Barat, Sabtu (24/2/2024). [Foto: ANTARA]

Sementara dalam gugatan Pilkada Kotawaringin Barat 2010, MK mengkonfirmasi adanya politik uang dan pembagian sembako sebesar Rp 150 ribu-Rp 200 ribu yang dilakukan oleh paslon Sugianto-Eko Soemarno dari kesaksian 68 orang. Politik uang tersebut ada yang disamarkan dalam bentuk honor relawan.

MK juga menemukan adanya ancaman maupun intimidasi terhadap pemilih dan beberapa kepala desa. Mereka didesak untuk memilih paslon Sugianto-Eko. Ada 19 warga dan 9 kades yang bersaksi atas dalil intimidasi tersebut.

Bukti-bukti itu lantas membuat MK terbitkan putusan nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 yang membatalkan kemenangan Sugianto-Eko, mendiskualifikasi mereka, dan menetapkan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai pemenang.

“Jadi kita mau lihat progresivitas MK dalam mengawal prinsip demokrasi substansial. Tahun 2008 saja MK bisa lakukan itu, kenapa sekarang tidak?” ujar Charles.

Maruarar, Hakim MK 2003-2008, menegaskan, “Proses yang buruk, melanggar UU, pasti hasilnya tidak jujur. Ini argumen yang kami pakai tahun 2008 dalam [memutus] Pilgub Jatim; saya kebetulan ketua panelnya ketika itu.”

Khofifah dan Soekarwo (tengah) di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, 11 Februari 2019. Khofifah pernah menggugat hasil Pilkada Jatim 2008 yang dimenangkan Soekarwo. [Foto: kumparan]

Rencana Kesaksian Kapolda

Demi membuktikan dalil kecurangan di Pilpres, khususnya faktor intimidasi, Tim Hukum TPN berencana menghadirkan kapolda sebagai saksi di MK. Namun Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat belum menyebut siapa kapolda yang ia maksud.

Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran untuk Gugatan Pilpres, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan tak masalah bila ada kapolda jadi saksi, sebab kapolda itu hanya membawahi satu provinsi sehingga kesaksiannya tidak bisa membatalkan hasil pemilu di provinsi lain.

Namun Charles dan Maruarar memiliki pandangan berbeda. Menurut Charles, bila kapolda tersebut dapat “membuktikan bahwa dia selaku kapolda pernah mendapat instruksi bersama kapolda-kapolda lainnya [untuk menangkan paslon tertentu], atau ada telegram [berisi arahan] yang dia terima, itu bobot kesaksiannya beda, bisa memenuhi unsur terstruktur.”

Maruarar menegaskan, “Secara kualitatif, apa yang akan dibuktikan mencakup suatu perintah yang bisa diasumsikan, dipedomani, dan berlaku untuk seluruh jajaran, meskipun hanya satu orang yang berani menyatakan.”

Jajaran petinggi Polri, termasuk kapolda dan kapolres se-Indonesia, berkumpul di Istana Negara, Jakarta, 14 Oktober 2022. [Foto: Dok. Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden] 

Sasar Akar Masalah: Keabsahan Pencalonan Gibran

Tim Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud juga akan menyasar keabsahan pencalonan Gibran sebagai cawapres. Kubu 03 menguatkan argumen bahwa sumber dari segala kecurangan di Pilpres adalah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres/cawapres sehingga membuat Gibran bisa ikut kontestasi Pilpres 2024.

Putusan itu kemudian dinyatakan cacat etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan Hakim MK Anwar Usman—yang juga paman Gibran—dicopot dari jabatannya selaku Ketua MK.

“Ini fakta yang tidak bisa ditutupi bahwa sumber dari segala sumber masalah itu putusan 90 MK. Lalu KPU tanpa menerbitkan [revisi] PKPU menerima pendaftaran paslon Prabowo-Gibran, dan kemudian DKPP menyatakan [Ketua KPU dan 6 komisioner lainnya] diputus melanggar kode etik dan disanksi peringatan keras terakhir,” jelas Finsensius dari Deputi Hukum TPN.


Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan vonis Ketua KPU Hasyim Asy'ari langgar etik terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai bakal cawapres. [Foto: APP/ANTARA]

Charles berpendapat, upaya menyasar syarat formal pencalonan dalam gugatan kubu 01 dan 03 ke MK sah-sah saja. Argumen tersebut bakal menguji MK apakah berani mengkaji ulang putusannya yang meloloskan Gibran.

“[Argumen] ini mengajak MK untuk ‘menebus dosa’: mau nggak di ajang gugatan Pilpres ini mereka memperbaiki Putusan 90. Ini berat dan butuh keberanian luar biasa. Gempa politik bisa muncul. Tapi itu boleh-boleh saja didalilkan karena pada akhirnya yang memengaruhi putusan adalah keyakinan hakim,” papar Charles.

Argumen yang menyasar keabsahan peserta pemilu pernah beberapa kali digugat dan dikabulkan MK, seperti gugatan Pilkada Bengkulu Selatan 2008 yang pernah ditangani Maruarar. Dalam perkara bernomor 57/PHPU.D-VI/2008 itu, paslon Reskan Effendi-Rohidin Mersyah mempermasalahkan keabsahan calon bupati Dirwan Mahmud yang memenangi kontestasi.

Dirwan ternyata pernah menjalani hukuman 7 tahun penjara atas kasus pembunuhan. Padahal dalam syarat paslon sesuai UU Pilkada saat itu, calon bupati tidak boleh dihukum penjara di atas 5 tahun. Alhasil MK membatalkan kemenangan Dirwan dan pasangannya, Hartawan; mendiskualifikasi mereka; dan memerintahkan pemilu ulang.

Kemenangan Dirwan Mahmud, pada Pilkada Bengkulu Selatan 2008 dibatalkan MK. Namun ia kembali maju pada Pilkada 2015 dan kali itu berhasil menjadi bupati, sebelum tiga tahun kemudian, pada 2018, ditangkap KPK. [Foto: kumparan]

Gugatan yang mempersoalkan syarat pencalonan dan berakibat pada diskualifikasi paslon juga pernah terjadi di Pilkada Sabu Raijua 2020. Ketika itu, MK membatalkan kemenangan dan mendiskualifikasi paslon Orient Patriot Riwu Kore-Thobias Uly, sebab Orient ternyata warga negara Amerika Serikat.

Terkait rencana gugatan hasil Pilpres 2024 kini, ujar Maruarar, putusan MK nomor 90 dan lolosnya Gibran sebagai cawapres telah terbukti melanggar etik. Dan produk hukum yang melanggar etik termasuk salah satu unsur perbuatan melawan hukum.

“Sejak lama Indonesia telah mengambil alih yurisprudensi perbuatan melawan hukum (kasus Lindenbaum vs Cohen) dari Belanda, di mana tahun 1919 Mahkamah Agung Belanda menetapkan bahwa pelanggaran etik termasuk salah satu kategori perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad),” kata Maruarar.

Sesuai Pasal 17 ayat 6 UU Kekuasaan Kehakiman pula, kata Maruarar, seharusnya Anwar Usman mundur dari sidang putusan syarat usia capres/cawapres karena ia punya konflik kepentingan dengan perkara tersebut. Dan karena Anwar tak mundur, Maruarar menganggap putusan MK 90 tidak sah alias cacat.

“Putusan yang cacat tidak boleh dieksekusi, tapi tetap dilaksanakan oleh KPU. Salah satu faktornya adalah karena Gibran anak presiden, dan presiden mengatakan boleh cawe-cawe soal pemilu. Jadi lengkap sebenarnya bukti-bukti itu,” kata Maruarar.

Keluarga Jokowi kini menjadi dinasti politik. [Foto: ANTARA]

Menguji Yang Mulia Hakim MK

Dari segala argumen atau dalil yang diajukan nanti, pada akhirnya semua akan berpulang ke hakim MK. Finsensius menegaskan, tim Ganjar-Mahfud menggugat ke MK bukan karena tidak siap kalah, tapi karena itu merupakan mekanisme konstitusional yang disediakan negara.

“Kami menghindari gesekan horizontal yang mengakibatkan chaos di tengah masyarakat,” ucapnya.

Sementara THN AMIN berharap putusan MK bisa menyelamatkan konstitusi dan demokrasi. Direktur Eksekutif THN AMIN, Zuhad Aji Firmantoro, optimistis gugatan mereka akan dikabulkan jika formasi hakim MK sesuai dengan Putusan 90.

Meskipun komposisi hakim pada perkara 90 adalah 5-4, jika dilihat lebih detail, 2 dari 5 hakim, yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic, memiliki pendapat berbeda (concurring opinion). Keduanya mengubah syarat usia capres/cawapres dengan klausul berpengalaman sebagai gubernur, bukan wali kota.

Barikade kawat berduri di depan gedung MK pada sidang sengketa Pemilu 2019. [Foto: ANTARA]

Nantinya, dalam gugatan sengketa Pilpres, Anwar Usman—yang termasuk dalam komposisi 5 hakim—tak diperkenankan bersidang imbas putusan MKMK. Dan hakim MK pengganti Wahiduddin Adams yang ketika itu menolak putusan 90 ialah Arsul Sani yang sebelumnya menjabat anggota DPR dari Fraksi PPP.

“Kalau logika berpikirnya para hakim MK konsisten, maka suara untuk tidak mengikutsertakan cawapres 02 yang berlatar belakang wali kota, ya bisa menang. Lalu karena satu hakim pensiun digantikan Arsul Sani, secara hitungan PPP sebagai representasi paslon 03, ya [menguntungkan],” jelas Zuhad.

Harapan pun dilambungkan Maruarar. Ia yakin pada “beberapa hakim yang memiliki integritas tinggi, yang dissenting opinion waktu itu (putusan 90), ditambah 2 hakim pengganti yang baru.”

“Kalaupun misalnya nanti 8 hakim memutus dan masing-masing kubu ada 4 hakim, tetapi Ketua MK (Suhartoyo)—saya harap—berada di kubu yang membela konstitusi, itu memiliki nilai tambah. Bobot suaranya satu plus,” tutup Maruarar.(*)


Sumber: kumparan.com | Editor: Aldie Prasetya | Merdekapost.com

Caleg Terpilih Belum Perlu Mundur Saat Maju Pilkada

Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan pemohon prinsipal mengikuti sidang pengucapan putusan uji materiil Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah, Kamis (29/02) di Ruang Sidang MK. (Foto Humas MK | Ifa.)

JAKARTA  | MERDEKAPOST - Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak seluruh permohonan Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan atas pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Sidang Pengucapan Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (29/2/2024) dengan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyebutkan status calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang terpilih sesungguhnya belum melekat hak dan kewajiban konstitusional yang berpotensi dapat disalahgunakan oleh calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang bersangkutan. Oleh karena itu, jika hal ini dikaitkan dengan kekhawatiran para Pemohon sebagai pemilih yang berpotensi tidak mendapatkan jaminan adanya pemilihan kepala daerah yang didasarkan pada pelaksanaan yang memberi rasa keadilan bagi para pemilih, maka kekhawatiran demikian adalah hal yang berlebihan. Sebab, jika dicermati berkenaan dengan sequence waktu yang ada saat ini, masih terdapat selisih waktu antara pelantikan calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD terpilih dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang hingga saat ini direncanakan akan diselenggarakan pada tanggal 27 November 2024. Dengan demikian, maka belum relevan untuk memberlakukan syarat pengunduran diri bagi calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. (doc Humas MK)

Namun demikian, Sambung Daniel, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersyaratkan bagi calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi sebagai anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD apabila tetap ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Selanjutnya berkaitan dengan dalil para Pemohon mengenai belum diakomodirnya ketentuan pengaturan pengunduran diri terhadap calon anggota DPR, DPD, DPRD yang akan menjadi calon kepala daerah bukan menjadi penyebab calon anggota dewan atau calon kepala daerah tersebut mengingkari amanat yang diberikan oleh pemilihnya, termasuk menjadi “second option” dalam memilih jabatan baginya. Dan terhadap jabatan yang masuk dalam rumpun “jabatan yang dipilih”, menurut Mahkamah hal demikian menjadi suatu bentuk keleluasaan atau kebebasan bagi para pemilih untuk menentukan pilihannya. Sebab, tidak tertutup kemungkinan penilaian kapabilitas dan integritas dari calon yang bersangkutan, lebih diketahui dan dirasakan oleh pemilih. Sebab pemilih merupakan “pengguna” dari calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan bahkan calon kepala daerah yang bersangkutan.

“Oleh karena itu, menurut Mahkamah belum diakomodirnya persoalan tersebut tidak harus memperluas pemaknaan ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada, namun hal tersebut cukup diakomodir dengan penambahan syarat. Bahwa pengunduran diri calon anggota DPR, DPD, DPRD sebelum ditetapkan sebagai anggota justru berpotensi mengabaikan prinsip kebersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,” sampai Daniel.

Dilaksanakan Sesuai Jadwal

Sementara itu, mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan Pilkada yang telah ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan Pilkada secara nasional, Daniel menyebutkan bawah Mahkamah perlu menegaskan kembali berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”.

Oleh karena itu, sambung Daniel, Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai. Dengan kata lain, mengubah jadwal dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan Pilkada serentak. Oleh karenanya dalil-dalil para Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.

“Dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan dari perkara ini.

Pendapat Berbeda

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 ini. Menurut Guntur, substansi permohonan para Pemohon hendaknya dikabulkan, sehingga ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada sepanjang frasa "menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan” inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk juga calon anggota DPR, DPD, dan DPRD yang terpilih berdasarkan hasil rekapitulasi suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum.

“Dengan demikian, menurut pendapat saya, Permohonan para Pemohon seharusnya dikabulkan (gegrond wordt verklaard),” kata Guntur dikutip dari Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024.

Baca juga: Maju Pilkada 2024, Legislator Mundur, Bupati Cuti

Sebagai tambahan informasi, dua orang mahasiswa, Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi.

Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada menyatakan, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: … menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”  

Dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 12/PUU-XXII/2024 yang dilaksanakan di MK pada Jumat (2/2/2024), Fauzi menyebutkan pasal tersebut menyatakan pengunduran diri dari posisi anggota DPR, DPD, atau DPRD yang ingin menjadi peserta dalam pemilihan kepada daerah (pilkada). Namun pada pasal tersebut tidak mengakomodir soal pengunduran diri bagi calon legislatif terpilih yang belum dilantik. Akibatnya, dikhawatirkan adanya konflik status antara caleg terpilih Pemilu 2024 dengan pasangan calon peserta Pilkada 2024. Bahkan jika dilanjutkan, sambung Fauzi, hal demikian bisa menghalangi proses kaderisasi dalam partai politik.

Lebih lanjut Alfarizy meneruskan alasan permohonan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada yang dilakukan serentak pada 2024 ini berpotensi besar pada munculnya dual mandate bagi peserta yang ikut dalam kontestasi pesta demokrasi tersebut. Kondisi ini menurut para Pemohon merugikan masyarakat yang pad awalnya memilih seseorang untuk mengisi satu posisi saja, justru harus menerima realitas terdapat kandidat yang dipilihnya dalam pemilu legislatif kemudian maju menjadi kepala daerah tanpa mengundurkan diri.

Baca Juga: Caleg Terpilih Harus Mundur Saat Maju dalam Pilkada?

Dalam permohonan provisi, para Pemohon meminta MK memprioritaskan perkara ini, dan menjatuhkan putusan sebelum dimulainya masa PHPU atau sebelum dimulainya tahapan pendaftaran pasangan calon peserta Pilkada Tahun 2024. Kemudian dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “juga menyatakan pengunduran diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU.” Sehingga menurut Pemohon, selengkapnya Pasal 7 ayat (2) huruf s berbunyi, “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU  sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”

( Editor: Aldie Prasetya | Sumber Humas MK | Raisa Ayuditha Marsaulina )

Caleg Terpilih Harus Mundur Saat Maju dalam Pilkada?

Hakim Panel dan Hakim Konstitusi saat memberikan saran perbaikan permohonan pada sidang pendahuluan uji Undang-Undang tentang Pilkada yang diajukan oleh dua orang mahsiswa Ahmad Alfarizy dan Nur fauzi Ramadhan, Jumat (02/02) di Ruang Sidang MK. (Foto Humas MK ).

JAKARTA |  MERDEKAPOST.COM – Dua orang mahasiswa, Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi. Sidang Pendahuluan dari Perkara Nomor 12/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (2/2/2024) oleh Panel Hakim yakni Ketua MK Suhartoyo, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.

Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada menyatakan, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: … menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”

Dua orang mahasiswa, Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, mengajukan permohonan. (Humas MK)

Fauzi menyebutkan pasal tersebut menyatakan pengunduran diri dari posisi anggota DPR, DPD, atau DPRD yang ingin menjadi peserta dalam pemilihan kepada daerah (pilkada). Namun pada pasal tersebut tidak mengakomodir soal pengunduran diri bagi calon legislatif terpilih yang belum dilantik. Akibatnya, dikhawatirkan adanya konflik status antara caleg terpilih Pemilu 2024 dengan pasangan calon peserta Pilkada 2024. Bahkan jika dilanjutkan, sambung Fauzi, hal demikian bisa menghalangi proses kaderisasi dalam partai politik.

“Partai politik berfungsi sebagai pengkaderan, potensi dari permohonan ini karena hal demikian berpotensi mencederai kaderisasi pada partai politik,” sampai Fauzi yang hadir bersama dengan Ahmad Alfarizy di Ruang Sidang Pleno, Gedung I, MK.

Lebih lanjut Alfarizy meneruskan alasan permohonan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada yang dilakukan serentak pada 2024 ini berpotensi besar pada munculnya dual mandate bagi peserta yang ikut dalam kontestasi pesta demokrasi tersebut. Kondisi ini menurut para Pemohon merugikan masyarakat yang pad awalnya memilih seseorang untuk mengisi satu posisi saja, justru harus menerima realitas terdapat kandidat yang dipilihnya dalam pemilu legislatif kemudian maju menjadi kepala daerah tanpa mengundurkan diri.

“Apabila Mahkamah mengabulkan permohonan ini, maka ada dua jaminan yang dapat diberikan, 1) memastikan tahapan Pilkada Serentak Tahun 2024 tidak akan terganggung apabila dikemudian hari Mahkamah mengabulkan perkara ini; dan 2) memberikan kepastian waktu bagi caleg DPR, DPRD, atau DPD yang hendak maju juga pada Pilkada 2024 untuk berpikir secara matang dan konsekuen terhadap rencana tersebut,” sampai Alfarizy.

Dalam permohonan provisi, para Pemohon meminta MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk memprioritaskan perkara ini, dan menjatuhkan putusan sebelum dimulainya masa PHPU atau sebelum dimulainya tahapan pendaftaran pasangan calon peserta Pilkada Tahun 2024. Kemudian dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “juga menyatakan pengunduran diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU.” Sehingga menurut Pemohon, selengkapnya Pasal 7 ayat (2) huruf s berbunyi, “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU  sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”

Hakim MK Enny Nurbaningsih. (doc Humas MK)

Kerugian Potensial

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam nasihat perbaikan atas permohonan ini menyebutkan agar para Pemohon memperjelas kerugian potensial yang dimaksudkan atas keberlakuan norma yang diujikan. Sementara Hakim Konstitusi Daniel memberikan catatan mengenai permohonan provisi yang diajukan agar dapat mempedomani Putusan MK Nomor 133/PUU-VII/2009 dan 70-PS/PUU-XX/2020 yang mengabulkan permohonan provisi. “Jadi dibaca ya permohonan tersebut semoga bisa untuk pedoman dalam memperbaiki pada bagian provisi,” jelas Daniel.

Sementara Ketua MK Suhartoyo mengatakan para Pemohon untuk memperhatikan jeda waktu antara Pilpres dan Pilkada. “Sekuens waktu tersebut dapat dijadikan syarat ketika terpilih jadi anggota DPR, DPRD, dan DPD barulah berlaku riil sebagaimana ia menjadi anggota sebagaimana pasal yang diujikan. Coba narasikan dan carikan argumentasinya, karena kalau calon itu belum melekat hak dan kewajiban, lalu dibatasi nanti ini bagaimana?” terang Suhartoyo.

Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo menyebutkan para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Sehingga, naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Kamis, 15 Februari 2024 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK.

( Editor: Aldie Prasetya | Sumber : Humas MK )

Maju Pilkada 2024, Legislator Mundur, Bupati Cuti

Pilkada serentak 2024 (ilustrasi)

- - Syarat Maju Pilkada 27 November 2024 - -

MERDEKAPOST.COM - Hajatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak digelar 27 November 2024. Tahapan persiapan Pilkada dimulai April 2024 dan tahap penyelenggaraan Pilkada dimulai Mei 2024. Bupati, wali kota, dan anggota DPRD aktif dan berhasrat maju di Pilkada, mesti mematuhi Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016. Termasuk caleg yang menang Pemilu 14 Februari 2024 dan maju di Pilkada, dihadapkan konsekuensi besar.

Dilansir dari Kendari Pos, Koordinator Divisi Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (Kordiv Parmas SDM) KPU Sultra, Amiruddin mengatakan, caleg terpilih boleh mengikuti Pilkada bupati, wali kota dan gubernur, sebelum dilantik menjadi anggota DPR/DPRD. “Sepanjang belum menjadi anggota dewan, maka tidak masalah mengikuti tahapan pilkada, baik pemilihan gubernur, wali kota, atau bupati,” ujarnya. 

Namun berbeda dengan anggota DPRD yang masih menjabat lalu tampil di Pilkada, maka wajib hukumnya mengundurkan diri sebelum tahap pencalonan pilkada. “Bagi caleg terpilih yang dilantik Oktober 2024, harus mengundurkan diri jika maju pilkada. Pengunduran diri tersebut tidak dapat ditarik,” kata Amiruddin.

Ia menjelaskan, sesuai PKPU Pilkada nomor 2 tahun 2024 bahwa pemungutan suara Pilkada serentak digelar 27 November 2024. Sedangkan pelantikan caleg terpilih hasil Pemilu 14 Februari dilantik Oktober 2024. Artinya caleg terpilih selama tidak dilantik menjadi anggota DPR, masih bisa mengikuti tahapan pencalonan.

“Namun ketika caleg yang terpilih dilantik, maka usai dilantik harus mengundurkan diri karena konsekuensi maju di Pilkada. Hal itu sebagai syarat pencalonan,” jelas Amiruddin.

Ia menegaskan, momen pelantikan caleg terpilih hasil pemilu 2024, bakal terlaksana dalam suasana kampanye pilkada. Anggota DPRD kabupaten, kota, provinsi, serta anggota DPR yang saat ini belum berakhir masa jabatannya, maka wajib mengundurkan diri. Hal itu sesuai Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016.

“Karena mereka masih aktif sebagai anggota dewan hasil pemilu 2019. Sementara kepala daerah, seperti Bupati Konut Ruksamin misalnya, yang digadang-gadang maju bertarung di Pemilihan Gubernur Sultra, hanya cuti,” tandas Amiruddin. (ali/c)

PILKADA SERENTAK

1.DASAR HUKUM

- UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016 2 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota

- PKPU Nomor 2 tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,

- Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2024


2.TAAT REGULASI

- Hajatan Pilkada serentak digelar 27 November2024

- Tahap persiapan Pilkada dimulai April 2024

- Tahap penyelenggaraan Pilkada dimulai Mei 2024

- Bupati, wali kota, dan anggota DPRD aktif dan berhasrat maju di Pilkada, mesti mematuhi UU     Pilkada

- Caleg yang menang Pemilu 14 Februari 2024 dan maju di Pilkada, dihadapkan konsekuensi besar

3.MUNDUR

- KPU Sultra memastikan caleg terpilih boleh mengikuti Pilkada tapi sebelum dilantik menjadi anggota     DPR/ DPRD

- Anggota DPR/ DPRD yang masih menjabat lalu tampil di Pilkada, wajib mengundurkan diri

- Pengunduran diri itu sebelum tahap pencalonan pilkada

- Bagi caleg terpilih yang dilantik Oktober 2024, harus mengundurkan diri jika maju pilkada

- Pengunduran diri tersebut tidak dapat ditarik

- Hal itu sebagai syarat pencalonan

4.CUTI

- Kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) dapat mencalonkan diri di Pilkada November 2024

- Kepala daerah tidak diwajibkan mundur

- Kepala daerah hanya dikenakan aturan cuti

Pasal 3 : Tahapan Pemilihan terdiri atas:

a. tahapan persiapan; dan

b. tahapan penyelenggaraan

Pasal 4 :

(1) Tahapan persiapan meliputi:

-Perencanaan program dan anggaran

- Penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;

- Perencanaan penyelenggaraan meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan

- Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;

- Pembentukan Panitia Pengawas Kecamatan, Panitia Pengawas Lapangan, dan Pengawas TPS

- Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan

- Penyerahan daftar penduduk potensial pemilih

- Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih

(2). Tahapan penyelenggaraan meliputi:

- Pengumuman pendaftaran pasangan calon (paslon)

- Pendaftaran paslon

- Penelitian persyaratan calon

- Penetapan paslon

- Pelaksanaan kampanye

- Pelaksanaan pemungutan suara

- Penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara

- Penetapan calon terpilih

- Penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil pemilihan

- Pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih


Editor : Aldie Prasetya / Sumber: Tribun Sultra

Jimly Sebut Bakal Umumkan Hasil Pemeriksaan 9 Hakim MK Pekan Depan

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan akan mengumumkan hasil pemeriksaan 9 majelis hakim MK pekan depan. (ANTARA)

Jakarta | Merdekapost.com - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan akan mengumumkan hasil pemeriksaan sembilan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) usai memutuskan usia capres-cawapres pada pekan depan.

"Demi keadilan harus pasti dan mesti cepat sebelum tanggal 8. Artinya tanggal 7 sudah ada (keputusan)," kata Jimly setelah menghadiri Silatnas ICMI di Makassar, Sabtu (4/11).

Lihat Juga : Keras! Di Depan Prabowo, Jimly Singgung Politik Dinasti Jelang Pilpres 2024

Jimly menjelaskan MKMK itu hanya memiliki 30 hari untuk memeriksa sembilan majelis hakim MK yang memutuskan syarat usia capres-cawapres. Sehingga, katanya, harus ada keputusan yang tepat nantinya untuk memberikan rasa keadilan.

"Kalau saya belum 30 hari, 15 hari cukup. Karena, soal pemilu ini adalah persoalan serius, bisa memecah belah bangsa. Maka, harus ada kepastian yang tepat dan adil," ujarnya.

Saat ini MKMK tengah mengusut etik sembilan hakim MK, termasuk Anwar Usman terkait putusan syarat batas usia capres-cawapres.

Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman dkk ini bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Capres Cawapres.

MK telah mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.

BERITA MENARIK LAINNYA:

Ini 14 Negara yang Menolak Gencatan Senjata Israel-Hamas

Ternyata! Semangka jadi Simbol Palestina Kenapa Israel Sangat 'Alergi' ?

Ini Para Tokoh yang Ikut Aksi Bela Palestina di Monas, Puan hingga Anies

Cak Imin Ungkap Survei Terbaru, Klaim Ada Peluang Menang 1 Putaran

Dari sembilan hakim konstitusi itu, Ketua MK Anwar Usman diperiksa dua kali oleh MKMK, yakni pada Selasa (31/10) dan Jumat (3/11).

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut hakim yang paling bermasalah secara etik di balik putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres adalah yang paling banyak dilaporkan etik.

Jimly tidak menyebut secara tegas nama hakim yang dimaksud. Namun, dari 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim yang masuk ke MKMK, Ketua MK Anwar Usman menjadi pihak terlapor paling banyak.

"Yang paling banyak masalah itu yang paling banyak dilaporkan," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11) lalu.

(adz | Sumber: CNN INDONESIA)

Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs