Tak Tinggal Diam, AZAS Juga Beberkan Dugaan Pelanggaran yang Dilakukan FIYOS di MK

Suasana sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilwako Sungaipenuh yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) secara Daring di panel 2, Senin (01/02). (adz)

Merdekapost.com | Sungai Penuh - Dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilwako Sungaipenuh yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) secara Daring di panel 2, Senin (01/02) dengan agenda tanggapan dari termohon dan pihak terkait, termohon dan pihak terkait Bawaslu kota Sungaipenuh, bantah semua permohonan pemohon Fikar Azami-Yos Adrino.

Didepan Majelis Hakim, Pihak terkait Bawaslu kota Sungai Penuh, yang dibacakan oleh ketua Bawaslu, Jumiral Lestari, menengaskan,  dari hasil pengawasan pihaknnya, bahwa Persyaratan pencalonan Ahmadi-Antos sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan telah sesuai dengan Form tahapan.

“Persyaratan Paslon nama Ahmadi dalam KTP dan ijazah sudah sesuai dan sah,” dikutip dari sidang vicon melalui youtube MK RI Panel 2.

Baca Juga: KPU Sungai Penuh Sebut Gugatan Fikar-Yos Tidak Layak Disidangkan di MK

Sementara itu, pihak tergugat KPU kota Sungai Penuh, melalui kuasa Hukumnya,  menyebutkan, tahapan dan Pleno penetapan Hasil Pemilihan walikota dan wakil walikota Sungai penuh tahun 2020, telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pada kesempatan tersebut, kuasa hukum KPU kota Sungai Penuh, didepan majelis hakim MK juga membacakan jawaban pihak terkait, bahwa dalam proses dan tahapan Pilwako Sungai penuh, pemohonlah yang telah melakukan pelanggaran.

Dia menyebutkan, pemohon adalah anak kandung dari walikota Sungai penuh aktif, sehingga pemohon sangat diuntungkan dengan kondisi sang ayah sebagai walikota. Masih menurut pihak terkait, yang dibacakan oleh kuasa hukum KPU Sungai penuh, dia menduga secara terselubung pemohon telah memanfaatkan ASN dan berbagai komponen pemerintah kota Sungai penuh, dalam rangka pemenangan pemohon dengan cara Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).

Berita Terkait Lainnya: 

Sidang PHPU Sungai Penuh di MK, KPU dan Bawaslu Akui Semua Persyaratan AZAS Sah dan Sesuai Aturan

Penjelasan Kuasa Hukum Pihak Terkait (AZAS), Patahkan Seluruh Dalil Pemohon (Fiyos) pada Sidang PHPU Kota Sungai Penuh

Bahwa diduga, setiap Camat eselon III se kota Sungai Penuh, mendapatkan perintah secara lisan mendirikan Posko dikecamatan bagi pemohon, perintah secara lisan itu, ditindaklanjuti oleh camat. Salah satunya, di kecamatan koto baru, posko yang didirikan camat tersebut dengan menggunakan 20 lembar papan sebagai lantai dan ditambah dengan kayu berukuran 6x10 sebanyak enam batang.

Dalam petitum pihak terkait, yang dibacakan kuasa hukum termohon KPU Kota Sungaipenuh, meminta kepada yang mulia hakim MK RI agar menerima semua eksepsi termohon dan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dan menyatakan, benar keputusan KPU kota Sungai penuh nomor 320 tentang penetapan hasil pemilihan walikota dan wakil walikota Sungai Penuh tahun 2020, tertanggal 17 Desember 2020, pukul 02.14 WIB. (adz)

Penjelasan Kuasa Hukum Pihak Terkait (AZAS), Patahkan Seluruh Dalil Pemohon (Fiyos) pada Sidang PHPU Kota Sungai Penuh

Kuasa Hukum Pihak Terkait (Ahmadi-Antos) Dr. Adithiya Diar, MH dan Juzmisar, S.H didepan gedung mahkamah konstitusi di Jakarta. 01/02/2021.(adz)

Jakarta, Merdekapost.com - Sikap dingin pihak terkait dalam menanggapi permohonan sengketa pemilihan serentak Kota Sungai Penuh, kini terjawab sudah. Sempat diam dan tak mau menanggapi pertanyaan awak media terkait sengketa perselisihan hasil suara yang dimohonkan oleh Paslon Fikar Azami dan Yos Adrino. 

Kini pihak terkait mulai buka suara. Pada sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi hari ini (1/2), Pihak terkait memberikan keterangannya dihadapan majelis hakim mahkamah konstitusi (MK) dengan membantah semua tudingan yang dilakukan oleh Pemohon dalam perkara nomor: 67/PHP.KOT-XIX/2021.

Melalui kuasa hukumnya Dr. Adithiya Diar, M.H, pihak terkait menjabarkan argumentasi hukum untuk mematahkan dalil permohonan yang diajukan oleh pihak pemohon. Dalam durasi selama 30 menit, semua persoalan yang disengketakan oleh pihak pemohon, dijawab dengan lugas.

Baca Juga : Sidang PHPU Sungai Penuh di MK, KPU dan Bawaslu Akui Semua Persyaratan AZAS Sah dan Sesuai Aturan

Adithiya Diar dalam membacakan keterangan pihak terkait menyatakan, semua dalil yang diajukan pemohon bukanlah ranah kewenangan MK untuk memeriksa dan mengadilinya. Ada beberapa institusi yang secara langsung diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk terlibat dalam penegakan hukum pada pemilihan serentak. Seperti Bawaslu, Sentra Gakkumdu, PTTUN, dll. Terhadap dalil pemohon yang mempersoalkan penetapan Pihak terkait sebagai salah satu calon dalam pemilihan serentak Kota Sungai Penuh, tentu kewenangan untuk memeriksanya berada pada Bawaslu Kota Sungai Penuh dan PT. TUN  (Pengadilan Tata Usaha Negara) di Medan.

Selama ini, tahapan Pilwako Sungai Penuh berjalan lancar, Pemohon (Fikar-Yas) tidak pernah mempersoalkan penetapan Pihak terkait (Ahmadi-Antos) sebagai salah satu pasangan calon pada Pilkada serentak di Kota Sungai Penuh. Namun, setelah mendapati dirinya kalah dalam perolehan suara (9 Desember), Pemohon kemudian mempersoalkan hal tersebut pada Mahkamah Konstitusi. Ini sesuatu yang tidak logis menurut hukum, ujarnya dihadapan majelis hakim MK.

Berita Terkait Lainnya: KPU Sungai Penuh Sebut Gugatan Fikar-Yos Tidak Layak Disidangkan di MK

Adithiya Diar juga menambahkan “ada hal yang perlu diingat, prinsip dasar sebagai address start yang digunakan pada sengketa hasil pemilihan serentak, adalah soal sengketa hasil yang terkait dengan penentuan pemenang kontestasi. Artinya, apabila kontestan pemilihan serentak telah melihat hasil rekap suara yang ditetapkan oleh KPU dan mengalami kekalahan, maka ia diwajibkan untuk mendalilkan bagaimana kesalahan rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU itu terjadi sebagai faktor penyebab selisih suara, tentunya harus dilengkapi dengan alat bukti. Jika kesalahan itu tidak pernah didalilkan pemohon dalam permohonannya, bagaimana ia akan membuktikannya.” 

Dalam kesimpulan akhir keterangan pihak terkait, Dr. Adithiya Diar juga meminta kepada mahkamah untuk menyatakan permohonan yang diajukan oleh pemohon tidak dapat diterima. Dasar argumantasi yang ia sampaikan, “bahwa hingga saat ini pemberlakuan Pasal 158 UU Pemilihan Serentak yang mengatur soal ambang batas, tetap konstitusional untuk digunakan. Sementara selisih suara antara Pihak terkait selaku peraih suara terbanyak dengan  pemohon telah melebihi ambang batas yang telah ditentukan. Seyogyanya dengan kondisi yang demikian, mahkamah wajib menyatakan bahwa permohonan yang diajukan oleh pemohon tidak memenuhi syarat formil, sehingga tidak dapat diterima.”

Kuasa Hukum Pihak Termohon saat mengikuti persidangan. (adz)

Diketahui bersama, setelah kalah dalam Perhitungan suara pada pemilihan serentak calon walikota dan wakil walikota Sungai Penuh tahun 2020, Fikar Azami dan Yos Adrino mengajukan sengketa perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi. yang bertindak selaku Termohon dalam sengketa Perselisihan hasil suara pada Pemilihan serentak Kota Sungai Penuh adalah KPU Kota Sungai Penuh, sementara itu pihak terkait adalah peraih suara terbanyak, Ahmadi Zubir dan Alvia Santoni. 

Sidang yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si.,DFM. ditutup pada pukul 15.30 WIB, dan akan dilanjutkan pada minggu ketiga bulan Februari, dengan agenda pembacaan ketetapan/putusan majelis, apakah perkara ini berlanjut pada pemeriksaan saksi atau terhenti hingga dismissal proses. (*)

KPU Tetapkan Cabup dan Cawabup Tanjabbar Terpilih, Dua Paslon Kalah Tidak Hadir

Photo : Saat pencabutan nomor urut Paslon Pilkada Tanjabbar 2020 lalu. (ist)

MERDEKAPOST.COM | KUALA TUNGKAL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tanjung Jabung Barat melaksanakan rapat pleno terbuka penetapan calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Pemilihan Serentak Tahun 2020. Rapat pleno ini diadakan di Balai Pertemuan Kantor Bupati Tanjabbar, Kamis (21/1). 

Rapat pleno tersebut dihadiri oleh Ketua KPU Kabupaten Tanjabbar, Khairuddin bersama dengan komisioner KPU Kabupaten Tanjabbar. Selain itu, rapat pleno juga dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Tanjabbar terpilih, Anwar Sadat- Khairan. 

Sementara itu, calon Bupati Tanjabbar yang sempat mengikuti Pilkada serentak ini tampak tidak menghadiri rapat pleno. Disisi lain, pelaksanaan rapat pleno ini turut dihadiri oleh Kapolres Tanjabbar, AKBP Guntur Saputro, Dandim 0419/Tanjab, Letkol Inf Erwan Susanto, Partai Koalisi, Pengurus Partai, PPK Kecamatan. 

Sejumlah anggota dari pihak Kepolisian, TNI, Satpol PP dan Dishub Kabupaten Tanjabbar. Dalam kesempatan ini, Ketua KPU Kabupaten Tanjabbar, Khairudin menyebutkan bahwa pihaknya telah mengundang seluruh paslon baik paslon nomor urut 1 maupun urut 3.

"Untuk penetapan calon terpilih pasangan tanjabbar 2020 hari ini kita laksanakan, kami dari KPU tanjabbar telah mengundang masing-masing Pasangan calon baik nomor urut satu maupun nomor urut tiga," jelasnya

Sementara itu, berdasarkan penjelasan yang di sampaikan Khairudin bahwa konfirmasi dari paslon nomor 1 menyebutkan bahwa sedang berada di luar kota. Hal ini juga terjadi pada paslon 3 yang juga berada di luar kota. 

"Partai pengusung juga telah kita sampaikan, namun juga tidak hadir ya tidak masalah. Yang penting penetapan tetap kita lakukan dan kita buat berita acaranya," pungkasnya(*)

April, 153 Desa di Kerinci Akan Gelar Pilkades Serentak

Ilustrasi : Pilkades Serentak tahun 2021

Merdekapost.com | Kerinci - Dari 287 Desa dalam Kabupaten Kerinci, sebanyak 153 Kepala Desa yang telah habis jabatan dan akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak tahun 2021.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Kerinci, melalui Sekretaris Dinas PMD, Buswarya, saat dikonfirmasi membenarkan hal tersebut, dia mengatakan bahwa, untuk Pemilihan Kepala Desa Serentak akan dilaksanakan tahun 2021 ini.

"Insyaallah tanggal 6 April 2021 nanti akan dilaksanakan Pilkades serentak dan sebanyak 153 Desa yang akan melaksanakan pemilihan kepala desa dengan masing-masing calon minimal 2 dan maximal 5 calon setiap desa.

Untuk panitia pemilihan calon kepala desa sudah ada yang dilaksanakan di desa-desa, dan belum ada informasi yang belum membentuk panitia pemilihan kepala desa,"Ujar Buswarya

Dilanjutkannya, pihaknya juga menghimbau Panitia Pilkades jangan pernah memberi peluang sedikitpun kepada Calon Kades untuk melakukan praktek money politik dan masyarakat harus bisa menolak bila ada calon yg memberikan sesuatu. Sehingga kades terpilih diharapkan murni pilihan masyarakat sehingga Pembangunan di Desa bisa berjalan maksimal.

Saat ini tahapan pelaksanaan Pilkades yakni sosialisasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa terhadap Ketua Panitia di Tingkat Desa dan ia menyampaikan saat ini semua desa yang akan melaksanakan pilkades sudah di bentuk panitia oleh BPD.

Selain itu saat di singgung mengenai anggaran dalam pelaksanaan pilkades, Buswarya menjelaskan dana pelaksanaannya di ambil dari APBDes.

"Pelaksanaannya Pilkades serentak nantinya akan menggunakan anggaran Dana Desa (ADD) masing-masing, sama seperti Pilkades pada tahun 2019 lalu,"tutupnya. (Adz)

MK Registrasi 132 Perkara Sengketa Hasil Pilkada 2020, Sidang Perdana Digelar 26 Januari

Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Foto: Antara

MK Mulai Menggelar Sidang 

Sengketa Hasil Pilkada 2020 pada 26 Januari

Merdekapost.com || JAKARTA - Mahkamah Konstitusi meregistrasi sebanyak 132 perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Perkara terdiri dari sengketa pemilihan gubernur sebanyak tujuh perkara, bupati 112 perkara dan wali kota 13 perkara.

Sebanyak empat permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah tidak diregistrasi karena dicabut dan terdaftar dua kali. 

"Kota Magelang dicabut kembali oleh pemohonnya dan tiga permohonan lain karena dobel AP3 (akta pengajuan permohonan pemohon)," ujar Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (19/1).

Ia mengatakan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang terdaftar secara sistem dua kali adalah sengketa pemilihan Kabupaten Pegunungan Bintan, Kepulauan Aru, dan Mamberamo Raya.

Baca Juga: Ditetapkan Tersangka, 5 Pelaku Penggelembungan Suara CE-Ratu di Sungai Penuh Kabur

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menerima sebanyak 136 permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang terdiri atas tujuh sengketa hasil pemilihan gubernur, 115 hasil pemilihan bupati, dan 14 hasil pemilihan wali kota. 

Mahkamah Konstitusi mulai menggelar sidang permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah pada 26 Januari 2021 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.

Sidang pada tanggal 26-29 Januari 2021 beragendakan pemeriksaan pendahuluan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan materi permohonan serta pengesahan alat bukti. Pada sidang pendahuluan itu, pihak terkait pun akan ditetapkan oleh majelis hakim.

Selanjutnya, pada tanggal 1-11 Februari 2021 Mahkamah Konstitusi mengagendakan untuk melakukan sidang pemeriksaan dan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Sidang pengucapan putusan sela akan dilakukan pada tanggal 15-16 Februari 2021 dan sidang putusan pada 19-24 Februari 2021 disertai penyerahan salinan putusan kepada pemohon, KPU, pihak terkait, dan Bawaslu.

Sumber : Antara || Heri Zaldi || Merdekapost.com 

3 Panwascam Diberhentikan Tetap, Terkait Kasus Penggelembungan Suara CE-Ratu di Sungai Penuh

Suasana pelaksanaan pleno di Kota Sungai penuh beberapa waktu. (Foto: Istimewa)

Merdekapost.com | Sungai Penuh – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Sungai Penuh lakukan pemberhentian tetap terhadap 3 Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Koto Baru, Kota Sungai Penuh, Rabu (13/01/2021) lalu.

Ketiga Panwascam ini diberhentikan tetap, karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Komisioner Bawaslu Kota Sungai Penuh, Joni Arman menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengaduan yang diterima oleh Bawaslu, tiga Panwascam Koto Baru tersebut terbukti melanggar kode etik.

“3 Panwascam ini terbukti melanggar kode etik dan diberhentikan tetap,” kata Joni Arman.

Menurutnya, tiga Panwascam Koto Baru tersebut diduga terlibat dalam kasus penggelembungan suara Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi, Cek Endra-Ratu Munawaroh pada saat pleno KPU tingkat Kecamatan.

“Iyo, ketiganya diberhentikan tetap karena diduga terlibat dalam pleno itu,” ungkapnya. (*)

Sidang Perdana Sengketa Pilkada Bakal Digelar MK Pada 26 Januari

MERDEKAPOST.COM | JAKARTA - Sidang permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah mulai digelar Mahkamah Konstitusi pada 26 Januari 2021 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.

"Sidang perdana pada tanggal 26 Januari 2021," ujar Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono melalui pesan singkat di Jakarta.

Sidang pada tanggal 26—29 Januari 2021 beragendakan pemeriksaan pendahuluan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan materi permohonan serta pengesahan alat bukti. Pada sidang pendahuluan itu, pihak terkait pun akan ditetapkan oleh majelis hakim.

Selanjutnya, pada tanggal 1—11 Februari 2021 Mahkamah Konstitusi mengadendakan untuk melakukan sidang pemeriksaan dan rapat permusyawaratan hakim (RPH).

Sidang pengucapan putusan akan dilakukan pada tanggal 15—16 Februari 2021 dan 19—24 Februari 2021 disertai penyerahan salinan putusan kepada pemohon, KPU, pihak terkait, dan Bawaslu.

Fajar Laksono menuturkan bahwa sidang secara daring seperti sidang pengujian undang-undang tetapi tidak tertutup untuk dilakukan sidang secara langsung dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

"Secara umum sama, tidak tertutup kemungkinan sidang luring tentu dengan prokes yang ketat, bergantung pada majelis hakim nantinya," katanya.

Untuk memasuki Gedung Mahkamah Konstitusi, pengunjung harus menunjukkan hasil tes swab antigen dengan hasil negatif, memakai masker, bersuhu tubuh tidak lebih dari 37,3 derajat Celsius serta hanya memiliki waktu audiensi selama maksimal 30 menit.

Adapun Mahkamah Konstitusi menerima sebanyak 135 permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang terdiri atas tujuh sengketa hasil pemilihan gubernur, 114 hasil pemilihan bupati, dan 14 hasil pemilihan wali kota. (*)

Sumber: ANTARA

Sebuah Catatan : MK Siapkan PMK Terbaru Hadapi Sengketa Pilkada Serentak

Wakil Ketua MK Aswanto beserta Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih sebagai pemateri dalam kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 bagi Forum Pengacara Konstitusi secara virtual, Rabu (4/11) di Gedung MK. Foto Humas/Gani.

MK Siapkan PMK Terbaru Hadapi Sengketa Pilkada Serentak

JAKARTA – Beragam materi disampaikan para narasumber secara virtual pada hari kedua Bimbingan Teknis Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 bagi Forum Pengacara Konstitusi yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (4/11/2020). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi secara daring (online) dan luring (offline).

Wakil Ketua MK Aswanto dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memaparkan materi “Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020”. Aswanto menjelaskan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 6 Tahun 2020 sebagai PMK terbaru untuk penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020. “PMK No. 6 Tahun 2020 berbeda dengan PMK sebelumnya. Adanya PMK No. 6 Tahun 2020 sebagai perbaikan dan penyempurnaan dari PMK sebelumnya, diharapkan Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak tidak lagi mengalami kesalahan yang teknis,” ujar Aswanto kepada para peserta bimtek.

Penyempurnaan PMK No. 6 Tahun 2020, lanjut Aswanto, antara lain mengenai kewenangan mengakreditasi pemantau pemilu dilakukan oleh KPU, sebagaimana diatur dalam Pasal 124 UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada). Sebelumnya, PMK No. 5 Tahun 2020 mengatur kewenangan mengakreditasi pemantau pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Selain itu Aswanto menyinggung soal penggunaan Pasal 158 UU Pilkada. Pengalaman sebelumnya dari para pengacara yang berperkara dalam sidang penanganan perselisihan hasil pilkada seringkali memaknai satu norma sesuai dengan posisinya.

“Ketika dia di posisi Pemohon, dia meminta supaya Pasal 158 tidak dipakai. Kalau dia di posisi Termohon, dia meminta supaya Pasal 158 (UU Pilkada) tetap digunakan. Hal yang mendorong Mahkamah untuk melakukan penyempurnaan-penyempurnaan, sehingga yang berkaitan dengan norma dalam undang-undang mestinya kita sudah satu bahasa. Ada pemikiran, yang diatur dalam Pasal 158 berkaitan dengan pokok perkara. Penentuan persentase terkait dengan perolehan suara. Selisih 2%, 1,5%, 1% dan 0,5% itu akan perolehan suara,” tegas Aswanto.

Itulah sebabnya, kata Aswanto, dalam PMK No. 6 Tahun 2020, Mahkamah tetap konsisten menggunakan Pasal 158 UU Pilkada. “Tetapi karena Mahkamah berpikir bahwa Pasal 158 (UU Pilkada) sudah mengatur substansi perkara, sehingga kemungkinan apakah memenuhi persyaratan untuk dimajukan atau tidak dimajukan sebagai sengketa, tidak seperti pada penanganan-penanganan sengketa pilkada sebelumnya. Karena sebelumnya, sengketa pilkada diselesaikan di awal. Dalam PMK yang baru ini, kecenderungan penyelesaian Pasal 158 (UU Pilkada) pada akhir perkara. Artinya, Pasal 158 tetap kita patuhi, tetapi kita harus menggali dulu informasi, mencari bukti-bukti, memperoleh keterangan apakah angka yang ditentukan KPU berdasarkan Pasal 158 (UU Pilkada) itu memang ditentukan sesuai dengan yang sebenarnya. Kalau kita tidak mendengarkan keterangan para pihak, langsung menentukan Pasal 158 (UU Pilkada) sebagaimana ditentukan KPU, sebenarnya kita sudah parsial kepada salah satu pihak. Posisi Pemohon, Pihak Terkait berada pada kondisi yang sama. Namun tujuannya untuk mencari kebenaran substantif, bukan sekadar kebenaran formil,” tegas Aswanto.

Memahami UU Pilkada

Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih berharap kepada para peserta bimtek agar benar-benar memahami UU Pilkada, PMK terkait Hukum Acara MK baik teknis maupun mengaplikasikannya agar tidak terjadi kegagapan saat menjalani sidang perselisihan hasil pilkada, permohonan tidak jelas dan kabur, dan sebagainya. “Terkait perselisihan hasil pilkada, inti persoalannya adalah keputusan KPU termasuk KIP yang terkait dengan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh penyelenggara pemilihan tersebut. Intinya di situ. Ini penting karena nantinya akan menyangkut ke petitumnya, yang ini dipersoalkan peserta pemilihan dalam hal ini pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati, pasangan calon walikota dan wakil walikota. Ini yang saya katakan penting. Karena sejatinya obyek perselisihan hasil pilkada adalah keputusan KPU atau KIP,” ungkap Enny.

Enny juga menjelaskan para pihak dalam proses pengajuan permohonan perselisihan hasil pilkada yakni Pemohon selaku pasangan calon kepala daerah, atau bisa juga Pemohonnya adalah pemantau pemilihan kalau pasangan calonnya tunggal. Selain itu ada Pihak Termohon sebagai pihak yang menetapkan putusan perolehan suara hasil pilkada yakni KPU atau KIP.  Selanjutnya ada Pemberi Keterangan yaitu Bawaslu. Setelah itu ada Pihak Terkait selaku pasangan calon kepala daerah yang bisa jadi terusik terhadap penetapan putusan KPU setelah Pemohon mengajukan gugatan karena dikalahkan. Pihak Terkait pun bisa jadi pemantau pemilihan.

“Kelazimannya, Pihak Pemohon, Pihak Termohon dan Pihak Terkait hampir jarang maju sendiri, namun diwakili oleh kuasa hukumnya. Oleh karena surat kuasanya penting sekali yang ditanda tangani oleh yang memberi kuasa dan yang menerima kuasa. Jangan sekali-sekali tanda tangan dipalsukan. Harus asli tanda tangan sendiri, bukan tanda tangan pihak lain,” ucap Enny.

Dikatakan Enny, permohonan diajukan paling lambat tiga  hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh Termohon. Permohonan Pemohon sekurang-kurangnya terdiri atas permohonan, fotokopi Surat Keputusan Termohon tentang Penetapan sebagai Pasangan Calon atau akreditasi dari KPU/KIP bagi pemantau pemilihan, fotokopi KTP atau Identitas Pemohon,  fotokopi kartu tanda anggota bagi advokat sebagai kuasa hukum. Permohonan melalui luring maupun daring hanya dapat diajukan satu kali selama tenggang waktu pengajuan permohonan.

Sejarah MK

Berikutnya, Kepala Bagian Humas dan KSDN MK Fajar Laksono Soeroso menguraikan perspektif kesejarahan Mahkamah Konstitusi. “Dalam pandangan saya, kalau kita bicara mengenai perspektif  kesejarahan Mahkamah Konstitusi, saya memsimplikasikan ada empat tonggak kesejarahan yang bisa kita tempatkan dalam posisinya masing-masing terkait dengan posisi Mahkamah Konstitusi hari ini,” kata Fajar.

Fajar menuturkan tonggak kesejarahan Mahkamah Konstitusi melalui satu putusan besar Kasus Marbury vs Madison (1803) di Amerika Serikat. “Sebagai tonggak kesejarahan pertama kali gagasan constitutional judicial review yang berarti judicial review dilakukan oleh pengadilan dan batu ujinya adalah Konstitusi sebagai hukum dasar tertinggi dalam konteks kita bernegara,” jelas Fajar yang menyajikan materi “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaran RI”.

Fajar melanjutkan kasus Marbury vs Madison bermula dari perkara “The Midnight Judges” sebagai perkara pengangkatan pejabat-pejabat penting di larut malam, saat momentum Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 1800. John Adams sebagai petahana ditantang oleh Thomas Jefferson sebagai kandidat Presiden. Ternyata sang petahana kalah dalam pemilihan Presiden. Di antara waktu rentang kekalahan itu, sebelum Jefferson mengucapkan sumpah sebagai Presiden, John Adams mengangkat kolega-koleganya untuk menjadi pejabat penting di Amerika Serikat. “Hal itu dilakukan saat larut malam sebelum esoknya pergantian Presiden. Salah seorang yang diangkat adalah William Marbury. Juga James Madison yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung. Pada larut malam itu John Adams menandatangani SK Pengangkatan para koleganya. Termasuk pengangkatan hakim-hakim,” urai Fajar.

Singkat cerita, tutur Fajar, SK Pengangkatan para kolega John Adams ternyata masih ada di ruangan John Adams saat dia tidak lagi menjadi Presiden. Kemudian Thomas Jefferson menemukan SK Pengangkatan tersebut, namun dia memerintahkan James Madison untuk menahan SK Pengangkatan itu. Salah seorang yang diangkat oleh John Adams, William Marbury protes kepada Presiden Thomas Jefferson agar memberikan surat pengangkatan kepadanya. Alasannya, karena Marbury dan yang lain harus mulai bekerja berdasarkan SK Pengangkatan dan sudah disetujui Kongres. Namun Jefferson tetap tidak mau memberikan SK Pengangkatan, diduga Jefferson ingin membatalkan SK Pengangkatan itu dan kemungkinan akan mengangkat para koleganya.

Akhirnya Marbury menggugat kasus itu ke Mahkamah Agung. Intinya meminta Mahkamah Agung Amerika Serikat yang dipimpin John Marshall agar Presiden Thomas Jefferson menyerahkan SK Pengangkatan Marbury dan lainnya kepada adresat-adresat SK Pengangkatan tersebut. Walhasil, Mahkamah Agung memang berwenang mengadili perkara itu. Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung memutuskan Marbury dkk punya hak mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, Mahkamah Agung justru mengatakan bahwa ketentuan dalam judiciary act. bahwa Mahkamah Agung bisa memerintahkan pemerintah melakukan suatu tindakan tertentu, justru bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat. Mahkamah Agung menyatakan inkonstitusional ketentuan tersebut. “Kala itu gegerlah dunia hukum Amerika Serikat. Ada pro dan kontra terhadap masalah itu. Di situlah kemudian kita  mengenal adanya gagasan constitusional judicial review. Jadi ada norma undang-undang yang dibuat oleh wakil rakyat kemudian bisa dibatalkan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat,” tegas Fajar.

Lebih lanjut Fajar juga menerangkan kedudukan MK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia karena ada perubahan yang signifikan dari UUD 1945, bahwa MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara namun kedudukannya setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti MK, Presiden, Mahkamah Agung (MA) dan lainnnya. Fajar juga menjelaskan kewenangan MK yang bersifat limitatif konstitusional, artinya kewenangan MK diberikan langsung oleh UUD 1945. Termasuk MK dititipi kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pilkada. Hal lainnya, Fajar menyinggung Konstitusi Indonesia sampai saat ini masih menganut dualisme judial review. Pengujian undang-undang tidak hanya di MK tetapi juga menjadi kewenangan MA. Selain itu Fajar menjelaskan komposisi Hakim Konstitusi. “Karena belakangan ini ada beberapa pernyataan di media sosial soal MK. Misalnya kalau Hakim MK diajukan oleh Presiden dan DPR, padahal undang-undang dibuat oleh Presiden bersama DPR, tentu ini menjadi persoalan,” ujar Fajar. Terakhir, Fajar menerangkan Hukum Acara MK, terutama kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD sebagai fitrah dari MK.

Tahapan PHP Kada

Selanjutnya, Panitera Muda I MK Triyono Edy Budhiarto menghadirkan materi “Tahapan dan Mekanisme Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020”. “Tahapan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 dimulai dengan pengajuan permohonan Pemohon, kemudian melengkapi dan memperbaiki permohonan Pemohon. Setelah itu melakukan pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan Pemohon,” ucap Triyono Edy Budhiarto.

Selanjutnya, kata Triyono Edy, dilakukan pengumuman hasil pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan Pemohon, berlanjut dengan pencatatan permohonan Pemohon dalam e-BRPK. Setelah itu melakukan penyampaian salinan permohonan kepada Termohon dan Bawaslu. Lalu, pengajuan permohonan sebagai Pihak Terkait dan kemudiapemberitahuan sidang kepada para pihak. Tahapan berikutnya, melakukan pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian dan Rapat Permusyawaratan Hakim. Hingga akhirnya dilakukan pengucapan putusan/ketetapan serta penyerahan dan penyampaian salinan putusan/ketetapan.

Mengenai Mekanisme Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Tahun 2020 dilakukan setelah pengumuman keputusan KPU tentang hasil penghitungan suara pemilihan pada 16 – 26 Desember 2020 (provinsi) dan 13 – 23 Desember (kabupaten dan kota). Sedangkan untuk pengajuan permohonan pada 16 Desember 2020 – 5 Januari 2021 pukul 24.00 WIB (provinsi), pengajuan permohonan pada 13 Desember 2020 –  5 Januari 2021 pukul 24.00 WIB (kabupaten/kota).

Kegiatan bimtek hari kedua ditutup dengan materi “Teknik dan Diskusi Penyusunan Permohonan Pemohon dan Keterangan Pihak Terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020” yang disampaikan Panitera Pengganti MK Syaiful Anwar. “Materi yang akan kami sampaikan bukan lagi teori-teori seperti yang disampaikan para narasumber sebelumnya. Namun materinya adalah materi teknis bagaimana cara menyusun permohonan jika nanti Bapak dan Ibu diberikan kuasa oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati maupun walikota dan wakil walikota untuk mewakili mereka beracara di MK, baik sebagai Pemohon maupun Pihak Terkait. Di sini kita akan sharing bagaimana idealnya penyusunan permohonan Pemohon atau bagaimana idealnya penyusunan jawaban Pihak Terkait,” kata Syaiful.

Pada kesempatan itu, Syaiful menjelaskan sistematika permohonan Pemohon meliputi identitas Pemohon sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon  bupati dan wakil bupati, pasangan calon walikota dan wakil walikota atau pemantau pemilihan. Permohoan juga mencakup Kewenangan Mahkamah Konstitusi, menjelaskan objek dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan yakni Keputusan Termohon mengenai Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota yang signifikan dan dapat memengaruhi penetapan calon terpilih. Selain itu menjelaskan kedudukan hukum Pemohon. Misalnya,  Pemohon menjelaskan ketentuan pengajuan permohonan berdasarkan Pasal 158 UU Pilkada. Juga tenggang waktu pengajuan permohonan.

“Sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada juncto Pasal 7 ayat (2) PMK 5/2020, antara lain permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh Termohon. Terakhir, dalam permohonan harus ada alasan permohonan dan petitum,” terang Syaiful.

Sedangkan sistematika penyusunan keterangan Pihak Terkait, antara lain memuat nama dan alamat Pihak Terkait dan/atau kuasa hukum serta alamat surat elektronik (e-mail, nomor Induk Kependudukan (NIK) sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun nomor kartu tanda anggota bagi advokat sebagai kuasa hukum, juga  penjelasan bahwa Pihak Terkait adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil Bupati, atau walikota dan wakil walikota atau pemantau pemilihan, serta memuat tanggapan Pihak Terkait terhadap Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, tenggang waktu pengajuan permohonan serta alasan-alasan permohonan Pemohon. Kemudian dalam petitum memuat Keputusan Termohon tentang penetapan perolehan suara hasil pemilihan.

Bimtek untuk para advokat ini diselenggarakan selama tiga hari, yakni pada Selasa – Kamis (3 – 5/10/2020). Para peserta diberikan materi mengenai hukum acara perkara perselisihan hasil kepala daerah yang disampaikan oleh hakim konstitusi, panitera muda, peneliti, panitera pengganti, dan staf IT. (*)

*Sumber: HumasMKRI | Penulis: Nano Tresna Arfana | Editor: Lulu Anjarsari

Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs