Aksi Mogok Nasional dan Dilema Upah Buruh

Sejumlah perusahaan akan hengkang. Angka pengangguran kian tinggi?

Merdekapost.com - Hari ini, Kamis 31 Oktober 2013, sejumlah serikat pekerja memulai aksi mogok nasional. Aksi mogok itu direncanakan hingga 1 November 2013, dan menjadi rangkaian unjuk rasa buruh sejak awal pekan ini.

Mereka menuntut kenaikan upah minimum, dan menghapuskan sistem kerja alih daya alias outsourcing. Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, mereka meminta upah minimum Rp3,7 juta pada 2014.

Jika tuntutan itu dipenuhi, upah buruh bakal naik 68 persen, bila dibandingkan 2013 sebesar Rp2,2 juta. Tuntutan ini mereka nilai wajar, karena komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh di Jakarta saat ini setara Rp3,7 juta.

Komponen hidup layak merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik, non fisik, maupun sosial selama sebulan. KHL kemudian ditetapkan sebagai dasar dalam penetapan upah minimum.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia DKI Jakarta, Winarso, mengatakan, aksi ini dilakukan setelah pengajuan angka KHL ditolak Dewan Pengupahan. Mereka mengklaim kenaikan yang diusulkan sudah sesuai penghitungan dan kebutuhan buruh.

"Kami tidak main-main, jika tuntutan tidak dipenuhi, tanggal 31 Oktober dan 1 November, kami akan mogok nasional," kata Winarso. "Ini bukan ancaman, tapi apa yang terjadi sekarang merupakan ketidakberpihakan pemerintah pada buruh".

Dengan mogok nasional, dia mengklaim, akan terlihat eksistensi buruh sebagai suatu kelas yang punya peran di Indonesia. "Kami akan terus berjuang, kami tidak mau mati dalam kemiskinan," ucapnya.

Namun, anggota Dewan Pengupahan Buruh DKI Jakarta dari perwakilan serikat pekerja, Akhmad Jajuli, menilai upah yang pantas diberikan pada buruh Rp2,7 juta. Angka upah minimum sebagai standar KHL itu berdasarkan 84 item komponen kebutuhan yang disurvei selama ini. "Itu sudah sesuai survei yang realistis," ujarnya.

Berbeda dengan Jajuli, anggota Dewan Pengupahan dari perwakilan pengusaha, Sarman Simanjorang, menilai permintaan buruh terlalu berlebihan. KHL sebesar Rp2,29 juta sudah paling ideal.

"Ini hasil survei delapan bulan dengan melihat 60 item yang menjadi komponen KHL. Bahkan, survei ini melibatkan 36 perusahaan," ujarnya.

Rapat Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan di Balai Kota Jakarta, Rabu 30 Oktober 2013 pun buntu. Perwakilan buruh menolak hadir dalam rapat yang sudah direncanakan sejak pukul 10.00 WIB.

Rapat itu mengagendakan penetapan nilai KHL untuk diajukan sebagai acuan upah minimum provinsi DKI Jakarta.

Menurut Jajuli, sesuai perkembangan terakhir, buruh Jakarta sudah bernegosiasi dan bersedia menurunkan tuntutan semula Rp3,7 juta menjadi Rp2,76 juta. Namun, pengusaha dan pemerintah tetap bertahan di angka Rp2,29 juta.
"Untuk itu, pihak pekerja menegaskan tidak akan hadir dalam rapat dewan pengupahan yang digelar hari ini (kemarin)," kata Jajuli.

Jajuli menuding KHL sebesar Rp2,29 juta yang ditetapkan perwakilan pengusaha dan pemerintah cacat hukum, karena unsur pekerja walk out. Selain itu, unsur pakar tidak ada yang hadir. "Sesuai tata tertib, rapat Dewan Pengupahan ini tidak sah," katanya.

Anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha, Asrial Chaniago, mengatakan, rapat Dewan Pengupahan kemarin ditunda hingga besok. "Jika pihak pekerja tidak hadir, rapat tetap bisa dilakukan hanya dengan dua unsur Dewan Pengupahan, yakni pengusaha dan pemerintah," katanya.

Asrial menolak bila besaran KHL yang telah ditetapkan pada Jumat lalu dianggap cacat hukum, karena perwakilan buruh walk out. Dia memastikan sudah sesuai prosedur, karena nilai KHL yang disahkan sudah disepakati dua unsur, yakni pengusaha dan pemerintah.

"Besok adalah batas akhir untuk menentukan UMP sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No 7 tahun 2013 tentang waktu penetapan UMP yang harus ditetapkan sebelum 1 November 2013," katanya.

Menurut Asrial, penolakan buruh itu adalah biasa dan selalu terjadi setiap tahun. Sesuai aturan, tanggal 1 November 2013, apa pun hasilnya, buruh harus menerima nilai KHL yang telah ditetapkan. Dari Apindo tetap bertahan di angka KHL sebesar Rp2,29 juta, dan diterapkan 100 persen dalam UMP.

"Nilai Rp2,29 juta adalah hasil survei dan fakta pasar. Kenaikan Rp99.000 itu adalah hasil survei kami. Kami belum memikirkan kompromi dengan pengajuan buruh yang baru di angka Rp2,76 juta," ujarnya

Setali tiga uang, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan, tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah menjadi Rp3,7 juta per bulan tak mungkin direalisasikan. Tuntutan yang disuarakan ratusan buruh Jakarta dalam demonstrasi di depan Balai Kota, Selasa-Rabu kemarin itu tidak realistis.

"Realisasi KHL sebesar Rp3,7 juta tidak bisa! Kami sudah jawab permintaan mereka dan kami sudah jelaskan, tidak bisa," kata Ahok.

Perusahaan hengkang
Alih-alih memenuhi tuntutan upah minimum pada 2014 menjadi Rp3,7 juta, besaran upah saat ini Rp2,2 juta sudah membuat ratusan perusahaan kelimpungan. Mereka akhirnya memilih hengkang, dan merelokasi pabrik ke luar Jakarta.

Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengklaim bahwa sekitar 100 perusahaan akan keluar dari kawasan Jabodetabek. Perusahaan-perusahaan itu kini tengah mempersiapkan rencana relokasi pabrik ke daerah lain.

"Di Bogor ada 68 perusahaan. Terdiri atas perusahaan di industri garmen, sepatu, dan padat karya lainnya," kata Sekjen Apindo, Suryadi Sasmita.

Selain itu, sejumlah perusahaan di Tangerang dan Bekasi merencanakan aksi serupa. "Totalnya bisa mencapai lebih 100 perusahaan," ujarnya.

Suryadi memerinci, di Bekasi terdapat sekitar 30-40 perusahaan yang akan memindahkan usahanya, sedangkan di Tangerang 20 perusahaan. "Kalau di Jakarta, lebih banyak perusahaan di Pulogadung," kata dia.

Perusahaan yang akan meninggalkan Jakarta itu dinilai sudah mempersiapkan dengan matang. Sebab, banyak hal yang harus diselesaikan sebelum perusahaan merelokasi pabrik, seperti penyediaan modal untuk membeli mesin.

"Meninggalkan pabrik lama itu tidak mudah. Kalau mau pindah ke pabrik baru, perlu modal besar seperti beli mesin, mendidik tenaga kerja, dan bayar pesangon karyawan yang terkena PHK. Itu ada aturannya," ujar dia.

Untuk membayar pesangon, menurut dia, nilainya cukup besar. Misalnya, pabrik sepatu yang mempunyai 15 ribu karyawan, harus membayar pesangon Rp400 miliar. "Bagaimana dia mau pindah? Mereka dilema," kata dia.

Mereka cenderung mengalihkan usahanya ke Jawa Tengah dan Jawa Timur yang upahnya masih rendah. Daerah yang disasar di antaranya Mojokerto dan Solo.

Dia menilai, kenaikan upah bukan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah buruh. Untuk itu, menurut dia, pemerintah harus turut berperan serta meringankan beban buruh dengan menyediakan fasilitas dan sarana pendukung.

"Harus ada rumah murah, kesehatan murah, dan pendidikan murah," ujar Sofjan.

Pengusaha pun perlu mendukung upaya peningkatan kesejahteraan buruh. Di sisi lain, buruh diharapkan membantu terciptanya iklim usaha yang kondusif.

"Jadi, harus ada kerja sama antara pemerintah, buruh, dan pengusaha," kata Sofjan.

Dengan demikian, Sofjan melanjutkan, kenaikan upah sebenarnya tidak harus menjadi harga mati dalam tuntutan para buruh. "Asuransi juga sudah kami dukung," kata Sofjan.

Puluhan ribu karyawan dirumahkanAksi menuntut kenaikan upah minimum ternyata juga berimbas pada buruh. Puluhan ribu pekerja di Jabodetabek telah dirumahkan pada awal tahun ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis, pada Mei 2013, tercatat 65 ribu tenaga kerja yang dirumahkan. Bahkan, Apindo menyebut, angkanya sudah mencapai 200 ribu karyawan pada enam bulan pertama tahun ini.

Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, mengatakan, masalah upah memaksa perusahaan untuk memangkas jumlah karyawannya. Banyak perusahaan padat karya yang kesulitan membayar upah buruhnya.

Dia menjelaskan, industri padat karya seperti garmen, sepatu, dan pakaian, telah menghabiskan hampir setengah biaya modal untuk membayar gaji buruh.
"Industri padat karya itu mengeluarkan 30-40 persen biayanya untuk upah," kata dia.

Sofjan menambahkan, beberapa perusahaan asing juga telah memutuskan keluar dari Indonesia dan mengalihkan investasinya ke negara lain. Relokasi tersebut disebabkan perusahaan keberatan membayar upah minimum Rp2,2 juta.

"Perusahaan Korea ada yang pindah ke Kamboja dan Myanmar yang upahnya masih US$40 per bulan. Sedangkan upah buruh di Indonesia mencapai US$200 dolar," kata dia.

Upaya merumahkan karyawan itu, bakal menambah jumlah pengangguran di Tanah Air.
Data BPS per Februari 2013 menyebutkan, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,92 persen. Padahal, angka ini telah menurun dibanding Agustus 2012 sebesar 6,14 persen, dan Februari 2012 sebesar 6,32 persen.

Sementara, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada periode Februari 2013 mencapai 121,2 juta orang, atau bertambah sebanyak 3,1 juta orang dibanding Agustus 2012 sebanyak 118,1 juta orang.

Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 114,0 juta orang, atau bertambah 3,2 juta orang dibanding Agustus 2012 sebanyak 110,8 juta orang.

Selama setahun terakhir (Februari 2012-Februari 2013), jumlah penduduk yang bekerja meningkat. Terutama, di sektor perdagangan sebanyak 790 ribu orang (3,29 persen), konstruksi 790 ribu orang (12,95 persen), serta industri 570 ribu orang (4,01 persen).

Selanjutnya, sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah pertanian dan lainnya. Jumlah penduduk bekerja masing-masing turun 3,01 persen dan 5,73 persen.

Pada Februari 2013, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi, yaitu sebanyak 54,6 juta orang (47,90 persen). Sementara itu, penduduk bekerja dengan pendidikan diploma sebanyak 3,2 juta orang (2,82 persen), dan penduduk bekerja dengan pendidikan universitas hanya 7,9 juta orang (6,96 persen).

Terkait aksi mogok kerja nasional pada 31 Oktober-1 November 2013, Sofjan meminta agar buruh turut menjaga kondisi ekonomi di dalam negeri. Karena, demonstrasi bisa mengganggu iklim investasi.

"Kita tahu, pengangguran terbuka ada 9-10 juta orang dan setengah menganggur 40 juta orang. Silakan mogok, tapi jangan memaksa orang lain untuk mogok," kata dia.
(choe)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar









Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs