Ini Dia, Beberapa Kasus Besar yang Belum Selesai di Kejati Jambi

Ini Dia, Beberapa Kasus Besar yang Belum Selesai di Kejati Jambi
Kantor Kejati jambi
JAMBI - Ada beberapa kasus besar yang kini belum selesai penanganannya di Kejati Jambi era Kajati Bambang Sugeng Rukomono.

Berikut data-data kasus yang berhasil dihimpun koran ini:

Pertama ada kasus dugaan korupsi Alkes Unja, dengan tersangka Aulia Tasman. Penyidik Kejaksaan Tinggi Jambi menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) Nomor 451 /n.5/Fd.1/07/2014, atas nama Prof Dr Aulia Tasman Msc, dkk. Aulia ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitas sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).

Dalam kasus ini, Universitas Jambi memperoleh Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Rp 35 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Jambi (RSP Unja). Selain itu, universitas juga mendapat dana APBN senilai Rp 40 miliar, yang kemudian dibagi dua, untuk pengadaan laboratorium Rp 20 miliar dan pengadaan alkes Rp 20 miliar.

Di Kota Jambi, ada kasus dugaan korupsi dana bintek DPRD Kota Jambi. Saat ini penghitungan kerugian negara masih dilakukan oleh BPKP. Dalam kasus ini, ada dua tersangka yakni Rosmansyah yang juga mantan Sekwan Kota Jambi, telah menitipkan uang sebesar Rp 250 juta dan Jumisar mantan PPK kegiatan Bintek yang juga berstatus sebagai tersangka kasus yang sama, juga telah menitipkan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp180 juta. Sementara, total anggaran bintek mencapai Rp 2,7 M.

Kasus yang terbaru, adalah kasus dugaan korupsi pembangunan komplek perkantoran Pemkab Kerinci. Sehingga kompleks perkantoran yang di dalamnya terdapat bangunan kantor bupati dan SKPD, berjumlah sekitar 12-13 bangunan ini tidak bisa dimasukkan ke dalam aset pemerintah. Dan sejauh ini belum bisa digunakan sesuai fungsinya. Pada kasus ini, pihak Kejati menemukan adanya ketidak beresan  dalam proses pembebasan lahan, yang ternyata pembebasan lahan tidak pernah ada. Meskipun panitia yang dinamakan Panitia Sembilan bertugas mengurus pembebasan lahan sudah dibentuk, namun secara teknis panitia sembilan tidak melakukan pekerjaan sama sekali. Beberapa pihak sudah diperiksa terkait kasus ini.

Selanjutnya, ada juga kasus dugaan korupsi pembangunan perumahan Pegawai Negri Sipil (PNS) di kabupaten Sarolangun tahun 2005, yang saat ini masih dalam penyelidikan. Proses pembangunan rumah PNS di Sarolangun  sudah cukup lama, pada prinsipnya modal dari pemerintah adalah aset tanah yang dilakukan kerjasama dengan Kopersi Pemkasa, namun koperasi malah bekerjasama lagi dengan Depelover. Pada kegiatan tersebut, pembangunan yang awalnya direncanakan 600 unit rumah, pada kenyataannya hanya terealisasi 60 rumah. Diketahui, dari temuan BPK, diduga adanya Pelepasan hak atas aset berupa tanah milik Pemkab Sarolangun seluas 241.870 meter persegi senilai Rp. 12,09 miliar kepada Koperasi Pegawai Negeri Pemkasa. Berdasarkan dokumen hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pelepasan aset tanah ini berawal dari rencana pembangunan perumahan PNS di Sarolangun, yang diawali dengan surat Bupati Sarolangun No. 188.342/279/HK tertanggal 9 Oktober 2002. dan pelaksanaan pembangunan perumahan diserahkan kepada KPN Pemkasa yang belakangan bekerjasama dengan pengembang perumahan PT. NUA.

KPN Pemkasa per tanggal 25 April 2005 membuat surat kepada BTN Cabang Jambi dan menyatakan tanah Pemkab Sarolangun yang akan dijadikan perumahan, akan dibalik nama atas nama KPN Pemkasa. Sertifikat ini kemudian dijadikan jaminan, selama proses pembangunan perumahan. Pada tanggal 11 Agustus 2005, dilakukan pelepasan hak atas tanah seluas 259.868 M2 kepada KPN Pemkasa dengan sertifikat Hak Guna Bangunan

Kasus yang sudah lama mandeg adalah korupsi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jambi oleh PT RPL (Raden Motor) Jambi. Terkait kasus ini, selain Efendi Syam, pihak penyidik telah menetapkan dua orang tersangka lainya, yakni Zein Muhammad (pimpinan Raden Motor), dan salah satu pihak akuntan public. Modus pelanggaran hukum yang dilakukan ketiga tersangka adalah pihak Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilainya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan.  Dengan jaminan tersebut, PT Radem Motor mengajukan pinjaman sebesar Rp52 miliar kepada BRI yang akan diselesaikan dalam waktu beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif. Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh Raden Motor tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu dinilai ada penyimpangan, dan akhirnya jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak Raden Motor. Berkaitan dengan hal itu, Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Dari hal tersebut, Kejati Jambi mencium adanya indikasi pengalihan aset-aset milik Raden Motor kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan tidak berlaku lagi.

Sementara, ada juga kasus dugaan korupsi di Man Cendikia yang masih dalam penyelidikan. Yakni proyek pembangunan Asrama Santri di Sekolah Madrasah Aliah Negeri (MAN) Cendikia Jambi. Untuk diketahui, pembangunan asrama tersebut menggunakan anggaran dari Kementrian Agama Wilayah Provinsi Jambi, yang pencairan anggarannya melalui dua tahapan. Pencairan pertama pada tahun 2013 sebesar Rp1.3 miliar yang digunakan untuk struktur bangunan, dan pada tahun 2014 anggaran kembali cair, untuk digunakan untuk tahapan pembangunan yang anggaranya sebesarRp1.4 miliar. Total secara keseluruhan mencapai Rp2.7 miliar. Sejak awal proses pengumpulan data hingga proses penyelidikan, pihak Kejati Jambi terus melakukan pengambilan keterangan dari pihak MAN, dan untuk mantan Kepsek MAN yakni Muslim telah sering kali menjalani pemeriksaan di Kantor Kejati  Jambi.

Satu lagi tunggakan kasus yang belum diselesaikan, adalah dugaan korupsi proyek pinanisasi di Tanjabar dengan tersangka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek 2009- 2010, Burlian Darhim, Dkk dan Dirut PT Batur Artha Mandiri, Ketut Radiarta, Dkk.  Dalam kasus Pipanisasi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi juga telah menetapkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Hendri Sastra, sebagai tersangka. Surat penetapan tersangka ini ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Syaifudin Kasim, pada tanggal 9 September 2014 lalu, dengan surat perintah penyidikan(Sprindik) nomor: 73/N.5/Fd.1/09/2014, atas nama Hendri Sastra dan kawan-kawan.

Kemudian, proyek pembangunan Lintasan Atletik  Stadion Tri Lomba Juang Koni Provinsi Jambi pada tahun 2012. Beberapa waktu lalu, dua tersangka kasus ini yakni Nasrullah Hamka selaku ketua komite pelaksana pembangunan yang saat ini duduk di Dewan aktif Provinsi Jambi, dan Rezsa Pranoto selaku kuasa direktur PT Almira Pramanta, dipanggil penyidik. Namun pemanggilannya bukan untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, namun saling memberikan kesaksiannya satu sama lain.

Sebelumnya, penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Pada kasus ini, penyidik Kejati Jambi telah menetapkan dua tersangka, yakni Nasrullah Hamkah selaku ketua komite pelaksana pembangunan melalui Sprindik bernomor 32/N.5/FD.1/01/2015, dan Rezsa Pranoto, selaku kuasa direktur PT Almira Pramanta. Di laur ini, masih ada beberapa  tunggakan kasus lainnya. )*


Sumber; jambiupdate.com

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar





Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs