Dicopot dari Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Burhanudin Mahir Gugat Partai Demokrat

Burhanudin Mahir (kanan) Dicopot dari Jabatan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi

MERDEKAPOST.COM | JAMBI - Secara mengejutkan Partai Demokrat mencopot Burhanuddin Mahir atau Cik Bur dari jabatan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi.

Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Jambi, Syamsu Rizal, Selasa (19/9/2023) Kemarin.

Namun kata Wakil ketua DPRD Tebo ini terkait pergantian Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi ini adalah kewenangan DPP Partai Demokrat.

"Sebagai kader kita tegak lurus dengan DPP," ujarnya.

Saat ditanyakan sosok yang menggantikan Cik Bur sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Iday tak menampik bahwa Yuli Yuliarti yang akan menggantikan.

"Kalau SK dari DPP itu benar, penggantinya Yuli Yuliarti yang anggota fraksi kita," pungkasnya.

Burhanuddin Mahir Gugat Partai Demokrat, Sidang Perdana Digelar Senin 16 Oktober

Buntut pemberhentian Burhanuddin Mahir dari Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, dirinya resmi melayangkan gugatan pada Partai Demokrat ke PN Jambi buntut pencopotannya sebagai wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi.

Kuasa Hukum Burhanuddin Mahir yang akrab disapa Cik Bur, Ihsan Hasibuan mengatakan pemberhentian kliennya tidak memiliki dasar hukum, pasalnya tidak pernah sekalipun mendapatkan peringatan sama sekali.

"Kalau diberhentikan itu sah sah saja, tapi harus ada dasar hukumnya, tapi dalam pemberhentian klien saya tidak ada dasar hukumnya, klien saya juga tidak pernah di panggil petinggi partai, jadi apa dasarnya klien saya diberhentikan" jelasnya, Rabu (20/9/2023).

Gugatan tersebut diketahui dari  Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jambi.

Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 135/Pdt.G/2023/PN Jmb pada Selasa 19 September 2023. Dan dijadwalkan akan melangsungkan sidang perdana pada Senin 16 Oktober Mendatang.

Adapun yang menjadi tergugat yakni Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Jambi.(adz)

AJB Mundur dari Demokrat, Pilih Bergabung dengan NasDem

Asafri Jaya Bakri (AJB)

MERDEKAPOST.COM | SUNGAIPENUH  - Asafri Jaya Bakri (AJB), mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Sungaipenuh mundur dari keanggotaan partai Demokrat, Kota Sungai Penuh.

Kabar mundurnya mantan Ketua DPC Demokrat Kota Sungaipenuh dibenarkan oleh Ketua DPC Demokrat Kota Sungaipenuh, Fikar Azami. 

Fikar Azami saat dikonfirmasi Media membenarkan soal mundurnya Asafri Jaya Bakri dari keanggotaan dari Partai Demokrat.

Fikar mengaku sudah mendapatkan tembusan surat pengunduran diri Asafri Jaya Bakri dari anggota partai Demokrat, namun dirinya tidak mengetahui kalau AJB bergabung ke Nasdem. 

"Ya, saya dapatkan tembusan surat pengunduran diri bapak, beliau mengatakan dalam surat tersebut mundur dari keanggotaan partai Demokrat, surat pengunduran diri beliau kalau tidak salah tertanggal 8 Mei 2021, Sabtu kemarin," jelasnya.

Namun, ditanya soal alasan AJB mundur dari partai demokrat dan memilih bergabung ke Nasdem, Fikar mengatakan bahwa dalam tembusan surat yang diterimanya tidak disebutkan alasan pengunduran diri. "Tidak dijelaskan alasan pak AJB mundur, kalau soal dia bergabung ke partai Nasdem Saya tidak tahu," jelas Ketua DPC Demokrat Kota Sungaipenuh. 

Aspar Nasir, Ketua Fraksi Demokrat Kota Sungaipenuh mengaku tidak mendapatkan informasi soal mundurnya Asafri Jaya Bakri dari Partai Demokrat Kota Sungaipenuh. "Saya belum dapat kabar kalau beliau mundur, belum ada yang memberikan informasi baik dari pak AJB maupun dari ketua," terang Aspar Nasir. (red/jpnn)

Kembali Bikin AHY Cemas, Kubu Moeldoko Ajak 'Perang' di Pengadilan

  • Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono. 

MERDEKAPOST.COM - Kisruh Partai Demokrat belum akan mereka setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memutuskan menolak hasil Kongres Luar Biasa Deli Serdang.

Kini Demokrat Kubu Moeldoko siap untuk bertarung di pengadilan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Moeldoko Cs optimistis mereka akan menang melawan Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di pengadilan.

Meski permohonan pengesahan hasil KLB Demokrat di Deli Serdang, sebelumnya ditolak oleh Menkumham Yasonna Laoly.


Hal tersebut disampaikan langsung oleh Juru Bicara Partai Demokrat pimpinan Moeldoko, Muhammad Rahmad yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Senin (5/4/2021).

Rahmad menyatakan jika ini adalah baru babak awal dan masih ada tahapan berikutnya yakni pertarungan di pengadilan.

Baik itu di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Tata Usaha Negara, bahkan di Mahkamah Agung (MA).

"Putusan Kemenkumham ini bukan akhir dari perjuangan demokrasi kami di DPP Demokrat Pimpinan Bapak Moeldoko. Ini baru babak awal, tahapan berikutnya adalah pertarungan di pengadilan."

"Apakah itu di Pengadilan Negeri atau di Pengadilan Tata Usaha Negara dan bahkan nanti bisa sampai ke Mahkamah Agung," kata Rahmad dikutip dari Kompas TV.

Lebih lanjut Rahmad menyatakan posisi DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko dengan pimpinan AHY memiliki kewenangan yang sama untuk menggunakan simbol-simbol Partai Demokrat.

Kepemilikan Demokrat Secara Legal Ada di Keputusan Inkrah MA

Menurut Rahmad saat ini ada dua Partai Demokrat, yakni Demokrat pimpinan Moeldoko dan pimpinan AHY.

Salah satunya nanti akan bisa mengklaim Partai Demokrat secara legal.

Apabila sudah ada keputusan inkrah dari MA.

"Tidak bisa kita pungkiri saat ini ada dua Partai Demokrat, satu pimpinan Bapak Moeldoko, satu pimpinan AHY."

"Dan salah satu akan bisa mengklaim kepemilikan Partai Demokrat nanti secara legal, apabila sudah ada keputusan ingkrah dari Mahkamah Agung," tegas Rahmad.

Sehingga sebelum ada keputusan inkrah terkait Partai Demokrat maka kedua belah pihak berhak untuk menggunakan simbol Partai Demokrat.

"Jadi sebelum ada keputusan Ingkrah terkait Partai Demokrat ini, jadi kedua belah pihak, termasuk seluruh kader-kader yang ada di seluruh Indonesia di pimpinan Bapak Moeldoko punya hak yang sama menggunakan simbol-simbol Partai Demokrat," sambungnya.

Ajak AHY Bertarung Uji Keabsahan AD/ART 2020

Rahmad pun mengajak Demokrat pimpinan AHY untuk bertarung di pengadilan.

Untuk menentukan siapa yang sesungguhnya berhak atas Partai Demokrat.

Dilakukan melalui uji keabsahan AD/ART 2020, terkait kebenaran dan legalitasnya.

Apakah AD/ART tersebut bertentangan dengan undang-undang atau tidak.

Terakhir, Rahmad pun berharap agar di pengadilan nanti Demokrat pimpinan Moeldoko bisa memenangkan pertarungan ini.

"Pengadilan atau PTUN nanti memenangkan Partai Demokrat pimpinan Bapak Moeldoko sampai ke MA, yang dimenangkan adalah Partai Demokrat pimpinan Bapak Moeldoko maka yang berhak mengelola Partai Demokrat adalah Bapak Moeldoko."

"Jadi perjuangan ini masih panjang, belum final dan masih belum selesai. Tentu kita berharap nanti di pengadilan Partai Demokrat pimpinan Bapak Moeldoko akan memenangkan pertarungan ini," pungkasnya.(adz/Tribunnews.com)

BERITA MERDEKAPOST.COM LAINNYA:

AHY Digugat Mantan Kader Demokrat Halmahera Utara Rp 5 Miliar

Kuasa hukum Yulius sang penggugat AHY, Kasman Ely, menyatakan gugatan ganti rugi Rp5 miliar dilayangkan karena kliennya merasa dirugikan. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (Antara)

Jakarta | Merdekapost.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) digugat ganti rugi Rp5 miliar oleh eks kadernya yaitu Ketua DPC Halmahera Utara, Maluku Utara, Yulius Dagilaha.

AHY digugat atas perkara pemecatan Yulius. Perkara tersebut teregister dengan nomor: 167/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Lihat juga: Yasonna Beri Demokrat KLB Waktu Tujuh Hari Lengkapi Dokumen

"Apakah gugatan ini setuju dianggap telah dibacakan?" kata ketua majelis hakim Bambang Nurcahyono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/3).

Baca Juga: 

Pihak penggugat maupun tergugat menyetujui keputusan tersebut. Kuasa hukum Yulius, Kasman Ely, menyatakan gugatan ganti rugi Rp5 miliar dilayangkan karena kliennya merasa dirugikan.

"Yang bersangkutan [Yulius] juga anggota DPRD aktif sehingga yang bersangkutan merasa dirugikan karena kalau dipecat itu kan tidak lagi bertindak sebagai Ketua DPC Halmahera Utara. Dalam hal ini tentu merugikan beliau yang secara imateriel perkiraan kerugian itu sekitar Rp5 miliar," kata Kasman usai persidangan.

Dalam gugatan ini Yulius menggugat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat c.q. AHY dan Teuku Riefky Harsya selaku ketua umum dan sekretaris jenderal (tergugat I), serta Lazarus Simon Ishak selaku Pelaksana Tugas Ketua DPC Partai Demokrat Halmahera Utara, Maluku Utara (turut tergugat).

Dalam petitum gugatan, ia meminta majelis hakim menyatakan dan menetapkan sebelum perkara ini memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, Surat Keputusan DPP Partai Demokrat nomor: 34/ SK/DPP.PD/DPC/III/2021 tanggal 4 Maret 2021 tentang penunjukan Lazarus sebagai Ketua DPC Halmahera Utara menggantikan dirinya tidak memiliki kekuatan hukum.

Baca Juga: Nonton Live Streaming Sidang Pengucapan Putusan MK Hari Ini 22 Maret 2021

Selain itu, ia meminta hakim memerintahkan tergugat dan turut tergugat untuk menghentikan seluruh perbuatan atau tindakan dan keputusan kepada penggugat serta seluruh tindakan Kepartaian Partai Demokrat di wilayah hukum Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara, sampai adanya putusan pengadilan dalam perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap.

"Menerima dan mengabulkan permohonan provisi penggugat untuk seluruhnya," sebagaimana dilansir dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sidang berikutnya akan kembali bergulir pada 29 Maret 2021 mendatang dengan agenda jawaban tergugat. Kemudian replik pada 5 April 2021, duplik 12 April 2021, pembuktian surat penggugat pada 19 April 2021, pembuktian surat tergugat 26 April 2021 dan pembuktian saksi-saksi pada 3 Mei 2021.

( adz | CNN )

Kubu Moeldoko: Kantor DPP Demokrat AHY Tercatat atas Nama Pribadi Bukan Partai, Ini Kata Menkumham

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (Foto: tribunnews) 

MERDEKAPOST.COM |  JAKARTA - Konflik di tubuh Partai Demokrat terus berlanjut. Kali ini Demokrat Kubu KLB Deli Serdang, Sumut, menyoroti aset partai yang diduga kepemilikannya bukan atas nama partai namun pribadi.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Demokrat KLB Sumut, Muhammad Rahmad. Ia mengatakan pihaknya kini tengah mendata aset-aset partai yang dimiliki Partai Demokrat.

"Di antara aset partai yang dibeli menggunakan uang sumbangan para kader dan masyarakat adalah Kantor DPP Partai Demokrat di Jalan Proklamasi No 41 Jakarta. Informasi yang kami terima, aset tersebut dibeli saat Pak SBY menjadi Ketua Umum dengan harga Rp 100 miliar lebih," kata Rahmad kepada wartawan, Minggu (21/3)

"Namun sertifikat jual belinya tidak tercatat atas nama Partai Demokrat, tapi atas nama perorangan pribadi," tambahnya.

Baca Juga:

• Kubu Moeldoko Respons Soal Gatot Nurmantyo Diajak Kudeta AHY

• RUU Pemilu Batal Direvisi, Ini 4 Tantangan Berat Hadapi 2024, "Agustus 2022 Tahapan Harus Sudah Dimulai"

• Ini Senjata Baru Kubu Moeldoko Ancam Penjarakan AHY

Rahmad menuturkan, informasi penting itu sedang didalami dan teliti tentang kebenarannya. Jika benar, ia menilai cara-cara itu tak baik bagi Partai Demokrat.

"Begitu pula aset aset partai di daerah. Jangan sampai aset-aset partai berpindah menjadi aset pribadi. Karena itu perlu kami data agar kader dan masyarakat yang menyumbang tidak dirugikan," ujarnya.

Lebih jauh, Rahmad mengungkapkan, pendataan aset dilakukan sembari menunggu pengesahan pengurus Demokrat hasil KLB Sibolangit di Kemenkumham.

Baginya, kepemilikan sertifikat bukan atas nama partai berpotensi terjadinya penggelapan aset partai oleh perorangan pribadi.

Berita Lainnya: Demokrat Kubu Moeldoko Yakin 100 Persen Akan Disahkan Kemenkumham

"Pendataan ini menjadi penting karena pembelian aset-aset itu berasal dari uang rakyat, uang kader, uang masyarakat. Karena itu, aset tersebut harus tercatat atas nama partai dan dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan anggota partai dan masyarakat luas," sebutnya.

Kunci konflik di tubuh Partai Demokrat kini ada di Kemenkumham. Apakah kubu Moeldoko sah 'mengambil alih' Demokrat, atau AHY tetap sebagai pengurus yang sah. 

Menkumham Yasonna Laoly menyebut berkas KLB Demokrat pimpinan Moeldoko dan Sekjend Jhoni Allen belum lengkap. (adz | kumparan)

AHY di Ujung Tanduk, Putra SBY Terancam Miskin Digugat Jhoni Allen Rp 55,8 Miliar

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono terancam jatuh miskin. Jhoni Allen menggugat gantirugi Rp 55,8 miliar. (adz/ist)

MERDEKAPOST.COM | JAMBI - Kisruh Partai Demokrat semakin memanas, Demokrat kubu Jhoni Allen dengan kubu AHY saling lapor.

Diketahui, kini Jhoni Allen Marbun menggunggat Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kawan-kawannya ke pengadilan.

Putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu terancam miskin lantaran gugatan yang diajukan Jhoni Allen mencapai Rp 55,8 miliar.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang itu telah mengajukan guguatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Maret 2021.

AHY tercatat sebagai tergugat I. Kemudian, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat AHY, Teuku Riefky Harsya (tergugat II), dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan (tergugat III).

Melansir Tribun Timur, kuasa hukum Jhoni Allen Marbun, Slamet Hasan mengatakan, kliennya melayangkan gugatan materiel dan imateriel.

Jhoni Allen Marbun menuntut ketiga tergugat membayar ganti rugi atas pemecatan tersebut sebesar Rp 5,8 miliar, dan ganti rugi imateriel Rp 50 miliar.

Namun, pada sidang perdana gugatan Jhoni Allen Marbun, Rabu (17/3/2021), pihak AHY yang jadi tergugat tidak hadir.

Baca Juga: Demokrat Kubu Moeldoko Yakin 100 Persen Akan Disahkan Kemenkumham

Akhirnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda sidang perdana itu.

"Jadi karena tergugat tidak hadir maka akan kami panggil satu kali lagi. Sidang kita tunda," kata Ketua Majelis Hakim Buyung Dwikora di PN Jakpus.

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, partainya siap menghadapi gugatan tersebut.

Sebab, menurut Kamhar, apa yang sudah masuk ke dalam ranah hukum, sudah pasti Demokrat akan menghormatinya.

“Kami tak gentar sama sekali dan optimis menghadapi ini. Karena ini telah masuk ke ranah hukum, tentu kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Kamhar dalam keterangan tertulis, Rabu (17/3/2021).

Ia mengatakan, Partai Demokrat berpegang pada keputusan Mahkamah Partai yang menyatakan pemecatan terhadap kader-kader karena terlibat gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).

Ketum Partai Demokrat AHY

Menurut Kamhar, secara prosedur maupun secara materiil, keputusan Mahkamah Partai sudah tepat sesuai dengan konstitusi Partai Demokrat.

“Aspirasi seluruh kader Partai Demokrat di semua tingkatan struktur partai pun demikian, termasuk simpatisan-simpatisan Partai Demokrat yang menyampaikan aspirasinya, untuk memecat kader-kader seperti Jhoni Allen dan kawan-kawan,” ujar dia.

Kamhar juga menyampaikan, Jhoni Allen dan kader yang dipecat lainnya telah merongrong dan menggerogoti partai dari dalam.

Oleh karena itu, kata dia, sangat layak dan pantas Jhoni Allen Marbun dan kawan-kawan dipecat sebagai kader Partai Demokrat.

“Jenis pelanggarannya sudah masuk kategori pelanggaran sangat berat. Insubordinatif bahkan pengkhianat,” ucap dia.

Harta Kekayaan AHY

Digugat Jhoni Allen Marbun, berapa kekayaan AHY?

Berdasarkan data dari LHKPN yang dilansir Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, nama AHY terakhir mendaftarkan hartanya saat mencalonkan diri pada Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 lalu.

Jumlah harta kekayaan putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono itu pada saat itu berjumlah Rp 15.291.805.024.

Dengan rincian harta di antaranya ada harta tidak bergerak dengan rincian tanah dan bangunan senilai Rp 6.772.645.000.

AHY tercatat memiliki harta bergerak, dengan rincian mobil merek Toyota Vellfire dengan nilai jual Rp 550.000.000.

Serta Rp 360.000.000 dari peternakan, pertambangan hingga usaha lainnya.(*)

(Adz | Sumber: Tribunnews.com | Merdekapost.com )

Demokrat Kubu Moeldoko Yakin 100 Persen Akan Disahkan Kemenkumham

AHY dan Moeldoko yang kini jadi kisruh soal kursi Ketua Umum Partai Demokrat 

JAKARTA | Merdekapost.com - Kisruh dualisme Partai Demokrat semakin memuncak. Demokrat kubu Moeldoko kini tengah menunggu pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat versi KLB Jhoni Allen Marbun yakin pemerintah melalui Kemenkumham akan mengesahkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.

"Tanpa mendahului Tuhan Yang Maha Kuasa, saya yakin 100 persen. Tapi kembali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," ujar Jhoni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/3/2021).

Baca Juga:

• Rencana Impor Beras, PKB Minta Pemerintah Kaji Ulang

Jhoni mengklaim, KLB Demokrat penyelenggaraannya sudah memenuhi Undang-undang

Menurutnya, hasil KLB itu merupakan kepentingan para kader yang selama ini hak-haknya dirampas oleh pengurus Partai Demokrat kubu AHY.

"Dari sisi aturan perundangan yang berlaku saya yakin, kalau tidak yakin saya tidak akan melakukan itu karena itu bukan untuk kepentingan individu. Ini adalah kepentingan kader Demokrat dari sabang sampai Merauke di mana hak-haknya diamputasi," kata Jhoni Allen.

Sementara Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen AHU Kemenkumham) mengaku telah menerima hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang yang menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum.

Saat ini, jajaran Ditjen AHU tengah memeriksa kelengkapan berkas yang disampaikan Partai Demokrat versi KLB.

"Pemeriksaan berkas dan lainnya masih dalam proses. Untuk memeriksa yang belum dilengkapi kubu KLB Deli Serdang," ujar seorang sumber di Kemenkumham.

Namun, sumber itu belum dapat menyampaikan secara rinci mengenai berkas-berkas yang telah disampaikan Partai Demokrat versi KLB maupun hal lainnya.

Sumber itu menyebut Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly akan menyampaikan lebih rinci mengenai hal tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR hari ini Rabu (17/3/2021).

Sebelumnya, Menteri Yasonna membenarkan hasil KLB Partai Demokrat di Deli Serdang telah diserahkan ke Ditjen AHU Kemenkumham.Yasonna mengatakan pihaknya akan meneliti kelengkapan dokumen hasil KLB itu.

Dokumen hasil KLB itu akan disesuaikan dengan AD/ART Partai Demokrat.

"Kita teliti kelengkapan dokumen pelaksanaan KLB dilihat apakah telah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan AD/ART partai," kata Yasonna.

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin memastikan Moeldoko masih menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Mantan Panglima TNI itu masih datang ke kantornya dan bekerja tanpa ada gangguan.

Ngabalin juga tidak ingin menanggapi lebih jauh mengenai keterlibatan Moeldoko itu. Menurutnya, urusan Moeldoko bermanuver dengan Demokrat menjadi urusan pribadinya.

"Enggak ada urusannya terganggu. Ini urusan internal, urusan yang tidak bisa orang lain melakukan.Ya memang mereka punya urusan-urusan, namanya juga orang berpolitik pribadi," kata Ngabalin.

Gugat Para Motor KLB

Tim Hukum Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah mendaftarkan gugatan perlawanan hukum terkait adanya Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021) lalu.

Kehadiran tim hukum Partai Demokrat ke PN Jakarta Pusat tersebut didampingi 13 orang kuasa hukum yang diketuai oleh eks Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW.

Gugatan ini dilayangkan untuk 10 pihak yang diduga melanggar hukum. Sebagian besar kader telah dipecat dari Partai Demokrat.

Kendati demikian, saat ditanya mengenai nama dari seluruh pihak yang tergugat itu, kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi tidak memerinci secara pasti.

Baca Juga:

• Tips Amankan Akun WhatsApp Agar Tidak Dibajak

Mereka hanya menyebutkan dua dari sepuluh orang yang digugat yakni Jhoni Allen Marbun dan Darmizal.

Setelah Tribunnews.com melakukan penelusuran perkara melalui web www.sipp.pn-jakartapusat.go.id pada Selasa (16/3/2021) pagi, terungkap 10 nama yang terdaftar sebagai tergugat.

Di mana 10 nama dalam laporan yang terigister dengan nomor 172/Pdt.Sus-Parpol/2021PN Jkt.Pst tersebut di antaranya.

1. Yus Sudarso

2. Syofwatillah Mohzaib

3. Max Sopacua

4. Achmad Yahya

5. Darmizal

6. Marzuki Alie

7. Tri Julianto

8. Supandi R. Sugondo

9. Boyke Novrizon, dan

10. Jhoni Allen Marbun

Dengan nama penggugat Agus Harimurti Yudhoyono selalu Ketua Umum Partai Demokrat dan Sekertaris Jendral Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya.

Diberitakan sebelumnya, Tim Hukum Partai Demokrat pimpinan AHY didampingi 13 orang yang bertindak sebagai kuasa hukum datangi PN Jakarta Pusat untuk melayangkan gugatan kepada pihak yang dinilai melanggar hukum terkait adanya KLB di dalam kubu partai.

"Kami adalah tim pembela demokrasi, tepatnya kami punya 13 anggota akan melaporkan. Yang kami lakukan adalah gugatan melawan hukum. Ada 10 orang yang tergugat," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).

Lebih lanjut Herzaky menyatakan, seluruh kader yang digugatnya tersebut dinilai telah melanggar UU Partai Politik pasal 26.

"Bahwa kader yang telah diberhentikan atau dipecat tidak dapat membentuk kepengurusan ataupun membentuk partai politik lagi yang sama dengan yang mereka dipecat," ungkapnya.

Tidak hanya itu, para tergugat juga dinilai melanggar hukum konstitusi Partai Demokrat yang diakui oleh negara.

Selanjutnya kata dia, para tergugat juga dinilai melanggar konstitusi negara yang berlandaskan pada UUD 1945 Pasal 1, tentang negara hukum yang demokratis.

"Kami datang ini ke pengadilan dengan harapan semoga pengadilan bisa menjadi benteng terakhir bagi kami dalam memperjuangkan keadilan, dalam menegakkan keadilan dan kebenaran," tegasnya.

Seluruh kuasa hukum yang dihadirkan Partai Demokrat yakni di Bambang Widjojanto sebagai ketua, Rony E Hutahean, Iskandar Sonhadji, dan Budi Setyanto.

Selain itu terdapat nama, Abdul Fickar Fadjar, Aura Rakhman, Donal Fariz, Mehbob dan Muhajir , Boedhi Wijardjo, Diana Fauziah, Yandri Sudarso dan Reinhard R Silaban. 

(adz | Sumber: Tribunnews | Merdekapost.com)

Ini Senjata Baru Kubu Moeldoko Ancam Penjarakan AHY

Jhoni Allen Marbun ancam laporkan AHY ke polisi.

Ini Senjata Baru Kubu Moeldoko untuk Penjarakan AHY, Demokrat: Jhoni Allen Ini Cermin Sikap Feodal

JAKARTA | Merdekapost.com- Kisruh Partai Demokrat semakin meruncing. Kubu Moeldoko berencana melaporkan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke polisi.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Jhoni Allen Marbun menganggap AHY telah mengubah mukadimah atau pembukaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dari versi awal Partai Demokrat tahun 2001.

Menurut Jhoni, mukadimah dalam partai seharusnya tidak boleh diubah kecuali pasal yang ada di dalamnya.

"Kita akan melaporkan AHY memalsukan akta AD/ART 2020 khsususnya mengubah mukadimah dari pendirian partai."

"Tidak boleh. Pasal boleh berubah tapi mukadimah tidak boleh berubah," ungkap Jhoni dalam konferensi pers pada Kamis (11/3/2021), dikutip dari tayangan Kompas TV.

Baca Juga:

• Kubu Moeldoko Respons Soal Gatot Nurmantyo Diajak Kudeta AHY

• Mau Tau? Ini Kekayaan Moeldoko, Eks Panglima TNI dan Ketum Demokrat Versi KLB 

• Kronologi 'Gus Bahar' Bisa Gandakan Uang 10 Juta Jadi 2,2 Miliar

Oleh karena itu, Jhoni menyebut AHY harus bertanggungjawab dengan adanya perubahan mukadimah tersebut.

Pasalnya, AHY dianggap telah melakukan perencanaan secara terstruktur dan masif dan merampas hak kedaulatan para kader Demokrat.

"Agus Harimurti Yudhoyono harus bertanggungjawab melakukan perencanaan terstruktur, masif dan tertulis, merampas hak-hak demokrasi, merampas hak-hak kedaulatan dari kader Demokrat dari Sabang sampai Merauke."

"Dan ini akan kita laporkan sebagai pemalsuan khususnya pembukaan atau mukadimah AD/ART tidak sesuai dengan mukadimah awalnya pendirian Partai Demokrat," jelas Jhoni.

Kubu AHY Anggap Rencana Pelaporan Hanya Menakut-nakuti

Menanggapi rencana itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra turut buka suara.

Herzaky mengaku heran karena para pelaku kudeta itu selalu membawa hal apapun ke ranah hukum.

Padahal, kata Herzaky, penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) lalu itu sudah melanggar hukum.

"Para pelaku GPK-PD ini ada apa-apa, sedikit-sedikit bawa ke ranah hukum, seperti paling tahu dan paling patuh hukum saja."

"Jelas-jelas mereka melanggar hukum, tidak tahu dan tidak patuh hukum."

"Dengan mengadakan kegiatan politik yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa di Sumut, Jumat, 5 Maret 2021 lalu," kata Herzaky dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Kamis (11/3/2021).

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. (Istimewa)

Herzaky menambahkan, para pelaku kudeta itu seharusnya tidak berhak menyelenggarakan KLB.

Bahkan syarat pelaksanaannya saja tidak terpenuhi dan tidak dihadiri oleh pemilik hak suara sah berdasarkan AD/ART dan Undang-undang Partai Politik.

"Izin dari kepolisian setempat dan pemerintahan setempat untuk melaksanakan kegiatan juga tidak ada."

"Sekarang, mau menakut-nakuti kami, mengancam-ancam, karena mereka memang tahu mereka itu pihak yang salah," jelas Herzaky.

"Dan kegiatan kemarin yang diklaim sebagai KLB itu tidak sah, makanya sekarang asal tembak saja kemana-mana, keburu sudah malu luar biasa karena gagal melaksanakan KLB sah," kata dia.

Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai, perubahan mukadimah yang dilakukan dalam sebuah kongres adalah sah.

Hal ini lantaran kongres merupakan lembaga yang memiliki kewenangan tertinggi dalam partai.

"Kongres sebagai lembaga dengan kewenangan tertinggi berwenang mengubah AD/ART termasuk mengubah mukadimah jika menjadi kesepakatan kongres," kata Kamhar dalam keterangannya kepada Kompas.com, Kamis (11/3/2021).

Kamhar menjelaskan, mukadimah dalam AD/ART memungkinkan untuk direvisi apabila dinilai perlu guna merespons dinamika dalam ruang dan waktu.

Ia menilai, revisi terhadap mukadimah itu mampu membuat isi mukadimah lebih adaptif, relevan dan tidak anakronis.

"Pernyataan Jhoni Allen Marbun tentang ini mencerminkan sikap feodal dalam berorganisasi dan obskurantis," ucapnya.

Dia menambahkan, kubu kontra AHY yang disebutnya Gerakan Pengambilalih Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) terindikasi terjebak romantisme masa lalu.

Baca Juga:

• DPR dan Pemerintah Sepakat UU Pemilu Batal Direvisi, Pileg dan Pilpres Serentak Tetap 2024

Menurut Kamhar, kelompok ini mengabaikan regenerasi dan sulit menerima kenyataan kehilangan kekuasaan sebagai konsekuensi logis pergantian kepengurusan serta posisi Demokrat yang kini berada di luar pemerintahan.

"Karenanya, melalui KLB ini mereka berharap syahwat ingin berkuasanya dapat terlayani."

"Baik sebagai jajaran pimpinan utama Partai Demokrat maupun sebagai bagian dari koalisi pemerintah yang mendapat akses dan porsi menikmati kue kekuasaan," ujarnya.

Lanjut Kamhar, hal tersebut terkonfirmasi dari pernyataan kelompok KLB yang menyebut telah mempersiapkan kader masuk dalam pemerintahan.

Dia juga menilai, kelompok KLB terindikasi gagal move on karena masih menggunakan AD/ART Partai Demokrat tahun 2005 sebagai pedoman dan acuan memberi legal standing KLB.

"Ini sulit diterima dan bertentangan dengan akal sehat. Di organisasi manapun, AD/ART yang berlaku sebagai hukum adalah AD/ART yang terbaru yang disepakati dan ditetapkan dalam forum pengambilan keputusan untuk itu yang sah dan legal," tuturnya.

Atas dasar tersebut, lanjut Kamhar, Partai Demokrat tetap menilai hasil Kongres V 2020 merupakan yang sah.

Terakhir, Kamhar juga mengatakan, kelompok KLB terkesan memaksakan diri menggunakan AD/ART tahun 2005.

(adz | Sumber: Tribunnews | Merdekapost.com)





Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs