Masih Miskinnya Isu Lingkungan dalam Pemilukada 2020


Syamsul Bahri

Masih Miskinnya Isu Lingkungan dalam Pemilukada 2020 
Oleh Syamsul Bahri, SE

“Tulisan ini ditulis kami daur ulang dari tulisan kami sebagai penulis utama untuk persembahkan kembali untuk Pilkada serentak Tahun 2020 dan merayakan Hari Bakti Kehutanan 16 Maret 2020, serta hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2020 dan tulisan ini selau kami muat setiap Pilakada serentak/Pileg dan Pilpres di Indonesia, untuk mengingat kita semua, agar lingkungan hidup menjadi bagian yang terintegrasi dengan pembangunan ekonomi yang sesungguhnya untuk mewjudakan keadilan sosial bagi seliruh sakyat Indonesia, sesuai mandat UUD 1945, agar makna Demokrasi dan Hari Bakti Rimbawa dan hari lingkungan hidup akan memberikan makna dalam penyelengaraan negara kita, yang saat ini sangat miskinmenurt kami  visi dan misi lingkungan hidupnya, dan kami muat di beberapa media on line baik nasional, regional maupun local”

Bahwa Pemilu-KADA serentak tahun 2020 baik Gubernur, maupun Bupati/Walikota akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020, karena covid 19 Pemilu akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 yang akan diikuti sebanyak 270 daerah, dengan rincian 9 pemlihan gubernur yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, sebanyak 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan walikotayang saat ini sudah melakukan Tahapan-tahapa Pilkada melalui rezim Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898).

Pemilu-KADA akan menempuh fase-fase sesuai dengan tahapan, dengan melihat fakta yang ada, bahwa dalam proses Pemilu-KADA, terkesan sikut menyikut antara tim relawan, Tim Sukses dan bahkan tim partai dengan kekuatan dan startegi pasar kursi (Bahasa krennya mahar) partai kepada Para Calon Bakal Kepala Daerah tidak dapat dihindari (mudah-mudah tidak terjadi), seyogyannya para Baca Kepala Daerah dan pasangannya Bersama relawan dan/atau tim relawan dan tim sukses dapat menunjukkan keteladanannya dengan melakukan proses politik yang santun dan tidak emosional dan jauh keluar dalam praktek money politi yang sesungguhnya. Kalau para tokoh politiknya sendiri sudah emosional, maka besar kemungkinan akan terjadi gesekan atau benturan di antara para pendukungnya di tingkat grass-root.

Dan marilah kita fahamilah bahwa Pemilu-KADA. adalah sarana dan bukan tujuan, sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah  memilih seorang Kepala Daerah yang mampu mewujudkan amanah UUD 1945 sebagai bentuk visi negara yang maju, aman, damai dan sejahtera, tentunya sebuah sarana tidak  mengganggu pencapaian tujuan bersama.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sesungguhnya Pemilu-KADA memiliki makna penting dan strategis, karena momentum tersebut tidak hanya memberikan peluang terjadinya rotasi dan sirkulasi kekuasaan dalam pemerintahan, tapi juga peluang bagi rakyat melakukan koreksi terhadap segala kesalahan dan kekurangan dimasa rezim terdahulu, untuk dapat menentukan pilihan yang tepat dan terbaik bagi masa depan daerahnya, termasuk munculnya Politik Dinasti di daerah.

Marilah kita melihat kedepan serta mengajak para elite politik dan masyarakat, terutama para bakal calon Kepala daerah untuk mengubah paradigma berpikir dalam memandang Pemilu-KADA, jangan lagi memandang Pemilu-KADA sebuah pertarungan hidup mati antara kelompok/kekuatan partai politik, tapi yakinilah bahwa PemiluU-KADA sebagai sebuah sarana untuk mewujudkan tujuan demokrasi, tujuan berbangsa dan bernegara, yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur secara mandiri

Jika kita menyimak tujuan bernegara dan berbangsa dalam UUD 1945, salah satunya adalah menuju masyarakat yang adil dan makmur secara mandiri yang diimplementasikan untuk mejudkannya salah satunya adalah Demokrasi melalui Pemilu-KADA.

Adil dan makmur tersebut, tentunya akan menjadi acuan dan tujuan yang akan diembankan oleh kita semua terutama Pemerintahah daerah melalui Pasangan Kepala daerah sebagai visi negara sebagai bagian dari proses tawar menawar dengan masyarakat untuk mengajak masyarakat memilih  dalam ajang kampanye.

Adil dan makmur, jika kita lihat fakta yang ada saat sekarang, tidak mungkin terwujud dengan kondisi alam dan lingkungan yang ada memiliki kecenderungan semakin tidak bersahabat, terlihat dari Indikator bencana yang hampir melanda seluruh wilayah Indonesia, sehingga pemberdayaan ekonomi, peningkatan infrastruktur dalam rangka mewujudkan Visi Negara itu tidak akan berati, apabila dalam visi dan misi tersebut kegiatan upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi bagian utama dalam pembangunan berkelanjutan diabaikan.

Isu lingkungan terutama global warming menjadi sebuah permasalahan global  yang menjadi tanggung jawab setiap Negara, pemerintahan, rakyat, bahkan isu tersebut sudah menjadi bagian terintegrasi dari pembangunan Indonesia saat ini.

Namun sungguh menjadi pertanyaan yang sangat besar bagi masyarakat, banyak Bakal Calon Kepala Daerah, justru isu lingkungan tidak menjadi penting, dibanding isu infrastruktur dan ekonomi kerakyatan, pendidikan dan kesehatan menjadi bagian dari isu yang dijadikan startegi kampanye, sedangkan isu lingkungan diabaikan, pada hal fakta yang terjadi saat ini lingkungan menjadi bagian utama penyebab kerusakan infrastruktur, gagal panen dan lain-lain yang justru dana yang harus dikeluarkan untuk perbaikan akibat kerusakan lingkungan sangat besar

Isu yang cenderung dan dominan yang dijadikan tema kampanye oleh para pasangan yang umumnya menjanjikan peningkatan Pemasukan Negara, PAD (pendapatan asli daerah) melalui pengembangan investasi baik perkebunan, pertambangan. Kehutanan dll.

Pengalaman penerapan otonomi daerah melalui Pemilu-KADA selama ini yang cenderung melahirkan “raja-raja lokal” dengan kekuatan kekuasaannya yang besar indikasi menjalin hubungan bisnis secara legal dan illegal seperti tercermin pada kasus illegal logging, pertambangan, perkebunan, Kehutanan dll yang cenderung berada dalam wilayah KKN di indonesia seharusnya menyadarkan semua pihak akan betapa rawan masa depan lingkungan hidup, bila dalam proses Pemilu-KADA aspek kepentingan lingkungan diabaikan.

Dengan melihat posisi dan peran kepala, semakin strategis dan menentukan, agenda lingkungan hidup seyogyanya menjadi salah satu pertimbangan penting dalam Pemilu-KADA, akan sangat ideal bila sejak awal kontestan Pemilu-KADA dalam visi dan misinya memberikan porsi yang memadai terhadap pemecahan masalah lingkungan hidup di daerah setempat, karena dengan demikian, rakyat dalam menentukan pilihannya memiliki acuan serta pemahaman yang lengkap mengenai program-program pelestarian lingkungan hidup yang bakal dijalankan oleh calon yang mereka pilih.

Dengan harapan, jika peserta dan kontestan yang nyata-nyata pernah terlibat atau ikut memberi peluang terjadinya perusakan lingkungan hidup, baik melalui kebijakan-kebijakan publik, maupun dalam aktivitas usahanya (non- pejabat), sebaiknya tidak dipilih, agar persoalan yang ada tidak bertambah runyam. Untuk itu, perlu kerja sama dan sikap proaktif dari semua pihak untuk melakukan publikasi dan penyadaran kepada masyarakat agar rakyat pemilih tidak terkecoh dalam menentukan pilihannya.

Hendaknya disadari bahwa masalah lingkungan hidup kini menjadi persoalan yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Karena itu, sudah saatnya semua pihak menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. Dalam konteks itu, melihat kenyataan bahwa sebagian besar kerusakan lingkungan senantiasa berhubungan erat dengan kebijakan pemerintah, sudah seharusnya penyelamatan lingkungan ikut dijadikan kriteria pokok dan prasyarat formal penentuan pejabat public.

Kebakaran hutan dan lahan, bencana asap, banjir, tanah longsor, sebuah bencana yang mungkin sudah bisa di prediksi dengan data-data yang telah ada, sehingga kebijakan pencegahan dan perbaikan sudah bisa direncanakan dengan sebaik-baiknya, minimal dapat dilakukan untuk meminimlkan bencana dan meminimalkan dampak dari bencana ekologi tersebut, karena factor ekonomi yang berorientasi pada murni benefit oriented yang cenderung mendorong kerakusan yang akan ikut menentukkan penyebab dan akan menerima dampak dari bencana tersebut.

Sehingga Melalui Proses Pemilu-KADA tahun ini diharapkan masalah lingkungan hidup bukan saja menjadi menjadi isu yang diharapkan harus diperjuangkan oleh Kepala Daerah, melainkan dimasukan dalam VISI dan MIsi utama oleh Bakal Calon kepala daerah dan/atau Calon Kepala daerah, dan skaligus menjadi penilian Pemilih untuk memilihnya, itu harapan kita.

Beberapa contoh Kabupaten, kota dalam Provinsi Jambi yang memerlukan pemulihan ekosstim dan kerusakan lingkungan, hampir semua Wialayah Kabupaten mengalami kebanjiran, dan beberapa wilayah sudah dikenal dengan Wilayah sampah dan kumpulan sampah, begitu juga terkait dengan kebakaran hutan dan lahan yang justru menjadi problema yang cukup memprihatikan, dan kondisi tersebut sudah diketahui dan permasalahan setiap tahun.

Sehingga melalui proses Pemilu-KADA tahun 2020 ini, jika tidak ingin berlarut larut kerusakan lingkungan yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pemulihan ekosistem, diharapkan para pasangan Bacawako baik Kabupaten, Kota maupun Provinsi isu lingkungan hendaknya menjadi isu penting disamping isu isu ekonomi, Pendidikan, infrastruktur dan lain – lain.)***


Politik Uang Membunuh Demokrasi

Ilustrasi Politik uang (money politik)
Pembunuhan Demokrasi 
Ditulis Oleh: Syamsul Bahri, S.E

PILKADA serentak yang direncanakan pada tanggal 9 Desember 2020, pelaksanaan penudanaan ini dikarenakan mempertimbangkan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah menimbulkan banyak korban jiwa dan menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu serta telah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020 akan diikuti oleh sebanyak 270 daerah, dengan rincian 9 pemlihan gubernur yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, sebanyak 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan walikotayang saat ini sudah melakukan Tahapan-tahapa Peilkada melalui rezim Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898)

Jika kita telaah dari berbagai tinjauan baik Pilkada, Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Presiden, ada beberapa ancaman demokrasi sesungguhnya sampai saat ini masih tetap menjadi batu sandungan yang membuat demokrasi akan terganggu antara lain seperti money politik dan Politik Dinasty, kampanye hitam, rekruitmen partai politik dll, kita akan bicarakan setiap permasalahan, maka tahapan pertama kita akan bahas Politik Uang dan akan kita sampaikan secara bersambung.

Syamsul Bahri, SE
Money Politik atau politik uang terkait dengan Pilkada sepanjang musim Politik, politik uang memang sudah menjadi suatu kegiatan yang sangat sulit untuk dihindari dan ditolak, money politik memberi kesan “ada tapi tiada” yang cenderung memainkan invisible hand yan seharusnya harus diwaspadai dengan membuat tim khusus yang difasilitasi oleh Banwas dan penegak Hukum lainnya, terutama KPK.

Sebagaimana kita fahami bersama bahwa kecenderungan praktik politik uang dalam proses demokrasi hanya akan menghasilkan pemimpin dengan kualitas rendah. Politik uang juga akan melemahkan politisi dan institusi demokrasi itu sendiri. Bahkan Politik uang akan memusnahkan kader-kader partai yang telah menghidupkan dan memperjuangkan partai akan tergilas oleh Politik uang itu sendiri.

Pemerintah dan DPR serta KPU dan Banwaslu menyadari bahwa pesta demokerasi baik Pemilihan Legeslatif, Presiden bahkan Kepala Daerah menyangkut money Politic (Politik uang) selalu menjadi permasalahan dan isu dan merupakan tumor ganas yang menjalar keseluruh tubuh, jika tidak segera dioperasi atau dikemotherapy, lambat laun akan semakin mengganas dan akan menggerogoti seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat di negeri ini.

Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap hukum Pilkada karena jika kita masih mempedomani sebagai reference Pasal 73 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang  pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara tegas dinyatakan bahwa Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih.

Calon yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Sedangkan adanya permainan uang terkait Pemilu yang belum diakomodir oleh UU Pemilu, seperti pra Pemilu atau Pilkada, terutama terkait dengan proses rekreuitmen Bacakada/Bacaleg dimasing-masing Wilayah Pemilihan mulai dari tingkat Kabupaten/Kota sampai ditingkat DPP perlunya pemantauan ekstra keras oleh Lembaga penegak Hukum termasuk KPK, karena penilaian Penulis wilayah ini cukup rawan, melalui tahapan-tahapan Rekreuitmen tersebut.

Hampir setiap pesta demokrasi baik Pemilihan Legeslatif, Presiden bahkan Kepala Daerah, terkait dan menyangkut money Politic (Politik uang) selalu menjadi permasalahan dan isu dan merupakan tumor ganas yang menjalar keseluruh tubuh, jika tidak segera dioperasi atau dikemotherapy, lambat laun akan semakin mengganas dan akan menggerogoti seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat di negeri ini  dan mengancam bahkan membunuh demokrasi.

Maka diharapkan melalui Lembaga Banwas bekerjasama dengan Lembaga penegakan hukum lainnya, membuat startegi untuk mencegah aktivitas Politik uang, mulai dari kegiatan pra Pemilu sampai pasca pemilu yang direncang dengan melibatkan masyarakat yang peduli dengan Pemilu bersih, dan menurut pandangan penulis bahwa kondisi kronis ini sudah emergency dalam pelaksanaan Pemilu atau Pilkada tahun 2020 ini.)*

Penulis : Samsul Bahri, SE (Seorang Pengamat saat ini tinggal di Sungai Penuh)



Kenapa Pentingnya Membaca? (Bag. 1) Betapapun jeniusnya anda, tanpa membaca anda “jeblok”


Kenapa Pentingnya Membaca? (Bag. 1)  
Betapapun jeniusnya anda, Tanpa Membaca Anda “jeblok”

Penulis : Oldy A. A 

APA pentingnya kita harus membaca, menurut pendapat Prof. Bambang Sugiharto menjelaskan, apa yang dialami beliau sebagai pengajar, sebagai penulis, beliau menerangkan dari hasil penelitian bahwa anak-anak muda Indonesia itu buta huruf.

Bukannya tidak bisa membaca namun dalam arti kemampuan dalam menangkap dan mengolah isi bacaan menjadi visi pribadi lemah sekali dengan kata lain kemampuan analitik dan sintetiknya rendah sekali.

Menurut pandangan beliau dari hasil penelitian tersebut, mahasiswa pada tahun pertama di Indonesia level nya setara dengan anak SMP di Negara-negara maju.

Sebagai pengalaman beliau sebagai pengajar selama 30 tahun itu adalah betul, bahkan sampai level doctoral beliau sering memperbaiki bahasa dan penataan nalar para calon doctor.

Ketika kemampuan baca itu rendah, akibatnya fatal, umumnya pemikiran menjadi picik dan dangkal atau sumbu pendek.

Apa lagi di sosmed kita bereaksi secara emosial, tidak mikir dan semakin ketahuan lagi betapa piciknya kita serta latah dalam berfikir maka mudah terhasut, over sensitive dan tidak punya pendapat pribadi.

Dalam beberapa kasus jika diwawancara secara pribadi jawabanya klise, tidak memperlihatkan personal dan pemikiran sendiri atau tidak ada isinya sama sekali.

Menurut pendapat filsuf Niche, umumnya kita itu bermental kawanan serta sikap kita serba hitam putih, kita itu berfikiran dogmatis sekali, benar atau salah, boleh atau tidak boleh dan hanya sebatas itu.

Tidak punya kelenturan-kelenturan refleksif dalam berfikir maka akibatnya secara keselurahan kepribadian kita itu mentah, dalam arti dangkal, tidak punya prinsip, semua dihafalin dan tidak dicerna. 

Masalahnya kita juga tidak bisa disalahkan, Negara-negara maju atau dunia barat untuk budaya baca tulisnya dibentuk dalam waktu yang lama sekitar 400 tahun yang lalu, sejak adanya budaya cetak pada abad ke-17

Sejak itu terjadi demokratisasi pengetahuan dan orang mulai membaca sendiri, sebelum masuk budaya digital dengan cara membaca pendek-pendek, mereka terbiasa untuk membaca buku-buku tebal.

Budaya membaca sebagai budaya utama di Indonesia tidak terbentuk, kita melompat dari budaya lisan sudah langsung masuk budaya digital atau budaya social media dan tidak sempat masuk dalam budaya baca tulis.

Budaya lisan adalah kepanjangan dari budaya social media, medsos hanyalah warung digital dimana kita ngobrol yang sebenarnya tempat ngobrol yang lain.

Intinya dalam budaya membaca adalah proses pematangan individu untuk berdaya, membaca itu perlu untuk mengetahui banyaknya informasi. Faktor yang lebih penting dari membaca bukan dari aspek informatifnya tapi aspek formatifnya.

Membaca buku menjadi penting karena menjadi gudang ide dan berkembang tanpa batas serta sebagai sumber pengetahuan yang tida pernah habis.

Siapapun yang merasa menjadi jenius dengan hanya berfikir dan melahirkan pengetahuan pasti itu bodoh karena betapapun briliannya anda, anda akan menemukan ide melalui ide orang lain.

Ada banyak paradok dalam hidup ini, salah satunya adalah tanpa membaca betapapun jeniusnya anda, anda adalah ‘jeblok”. Anda akan menemukan kebrilian anda justru dari kecerdasan-kecerdasan orang lain.

Semakin anda bergaul semakin anda menemukan diri anda sendiri dan semakin anda mengurung dikamar terus semakin anda tidak menemukan anda sendiri. Tapi semakin luas pergaulan anda semakin luas anda menemukan anda sendiri.)*

Ditulis oleh Oldy A. A (Mahasiswa Program Doktor UNJA)

Pilwako Sungai Penuh : Saatnya Cerdas, Jangan Jadikan Uang Sebagai Variabel Pertama

Pengamat dan pemerhati Kota Sungai Penuh Riswanto Bakhtiar (kiri) dan Defitra Eka Jaya (kanan)
Merdekapost.com - Pemilihan Walikota dan Wakil Kota Sungai Penuh merupakan sesuatu hal yang selalu menjadi sangat menarik untuk diikuti dan disaksikan. tensi politik menjelang 9 Desember 2020 meningkat drastis, isu-isu hangat mulai digaungkan untuk menarik simpati masa.

Meskipun baru-baru ini sempat 'istirahata' tertunda sejenak karena semua energi dan upaya dikerahkan untuk penanganan wabah Corona, namun memasuki masa-masa new normal terutama pasca KPU mengumumkan Pilkada tetap dilaksanakan di Bulan Desember 2020, maka perlahan suhu politik mulai meningkat dan kembali menjadi topik utama perbincangan baik ditingkat elit maupun akar rumput.

Pantauan media ini, para kandidat masih belum terlihat memberikan sesuatu hal yang unik dan menarik, masih belum terlihat nyata dipermukaan dan masih seperti biasa-biasa saja. meskipun pertemuan dan komunikasi tingkat elit terus dan gencar dilakukan.

Fenomena lama dan gaya politik money politik masih menjadi salah satu 'penyakit' yang mewarnai Kota Sungai penuh, masih banyak yang beranggapan bahwa siapa yang paling banyak finansialnya itulah yang akan menjadi pemenang Pilkada, Namun yang pasti, moneypolitik tidak dibenarkan dalam penentuan pemimpin di Kota Sungai Penuh lima tahun yang akan datang.

Apapun alasannya moneypolitik tidak mencerminkan politik yang mencerdaskan. begitu juga dengan out put atau hasil dari Pilkada nanti, jika money politic yang ditonjolkan maka pemimpin Sungai Penuh kedepan diragukan komitmen dan keseriusannya untuk mmajukan dan membangun Kota Sungai Penuh. Meskipun begitu bukan berarti finansial tidak dibutuhkan dalam politik.

Defitra Eka Jaya (DEJ) tokoh muda Sungai Penuh sekaligus pengusaha sukses di Jakarta yang selama ini aktif dan peduli dengan Tanah kelahirannya, menyikapi ini menyebutkan, “Sebelum turun ke politik finansial itu salah satu faktor penting. Namun jangan jadikan uang sebagai variabel pertama dalam menentukan dan memilih pemimpin Kota Sungai Penuh lima tahun kedepan di ,”ungkapnya.

Lanjut DEJ, " 9 Desember 2020 nanti merupakan sebuah momentun bagi Kota Sungai Penuh",

"Artinya, Kota Sungai Penuh sudah memasuki Pilwako untuk ketiga kalinya. Dua periode hampir berlalu dan sudah bisa dievaluasi hasil usaha dan kerja pemimpin, apakah sudah membawa kearah maju atau sebaliknya,”kata DEJ.

Sekali lagi, lanjut DEJ, moneypolitik tidak dibenarkan hingga saat ini. “Apapun alasannya moneypolitik tidak dibenarkan dan tidak mencerminkan suatu kecerdasan. Saat ini masyarakat harus cerdas memilih pemimpin,”Cetusnya.

Sementara itu, menurut Riswanto Bakhtiar Pengamat Politik Universitas Eka Sakti Sumatera Barat mengungkapkan, bahwa money politik dalam undang-undang pemilu legislatif dan kepala daerah termasuk pelanggaran pidana Pemilu.

“Apalagi pada saat kampanye, menjanjikan dan memberikan sesuatu dalam bentuk barang atau uang yang tujuannya untuk mempengaruhi pemilih agar memilih calon tertentu dan terbukti berdasarkan pemeriksaan laporan oleh tim Gakumdu, maka bisa dilimpahkan kasusnya ke kejaksaan diteruskan ke pengadilan, dan itu seringkali terjadi pada Pilkada-pilkada sebelum ini”ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa, ketika tahapan Pilkada dimulai banyak sekali ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran, namun terkadang prosesnya tidak dilanjutkan ketingkat selanjutnya.

“Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa politik uang itu ada dalam setiap pemilihan, baik pemilihan legisilatif maupun Kepala daerah, namun tidak banyak yang diteruskan ke tingkat peradilan karena lemahnya alat bukti dan saksi,”ujar Riswanto.

Ditegaskannya, Terkait politik uang, itu sangat merusak tatanan demokrasi serta memiliki potensi menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Politik uang ini sangat merusak demokrasi yang kita laksanakan, karena setiap calon harus menyiapkan dana yang banyak untuk bisa meraih suara. Akibatnya ketika mereka sudah berada pada kursi kekuasaan, banyak yang melakukan KKN guna mengembalikan modal yang sudah terlalu besar untuk mencalonkan diri,”sebutnya. (hza)

No Political Without Cost


Oleh:
Dr (c) Riswanto Bakhtiar, S.AP, M.A.P Pengamat Politik Universitas Ekasakti Padang,
Konsultan Politik Indo Jarinusa Jakarta.

Tahun 2020 adalah tahun politik, kalau kita berpatokan pada Perppu No. 2 Tahun 2020 yang menetapkan tanggal 9 Desember 2020 pelaksanaan Pilkada Serentak di Indonesia, walaupun masih ada pasal karet yang menyatakan apabila pandemi Covid-19 masih mewabah maka akan ditunda lagi 2021.

Menyikapi fenomena dan sikap yang banyak bermunculan dari masyarakat awam (bawah) sampai masyaralat awan (atas), bahwasanya politik di Indonesia akan sulit menghasilkan pejabat atau pemerintah yang bersih, jujur, berkualitas, dan lain-lain, jika masih ada budaya poitik uang yang menjadi tolak ukur masyarakat utk memilih dan modal dasar kandidat untuk dipilih.

Hal ini sudah menjadi tradisi yang dibentuk secara masif di tengah masyarakat sejak pilkada langsung tahun 2005. Artinya, pilkada langsung sejak 2005 sampai 2020, seluruh kandidat yang akan maju jika tidak ada modal yang kuat atau biaya politik yg cukup jangan ikut berkontestasi di pilkada langsung.

Kenapa demikian, karena modal dasar untuk menang sekarang adalah uang atau biaya politik. Kalau ada yang mengatakan tanpa biaya politik juga bisa ikut berkontestasi, ya sah-sah saja karena mungkin memiliki kemampuan lebih dibidang lain.

Tapi yang namanya politik tetap saja ada biayanya, diantaranya adalah dukungan (baik melalui jalur partai politik ataupun perseorangan), kok bisa? Ya bisa dan wajib, karena dukungan partai politik gak ada yang gratis (kalau ada alhamdulillah, parpol tersebut sangat luar biasa, tapi perlu disurvey ke kandidat yang pernah maju lewat parpol).

Bagaimana dengan dukungan ke perseorangan, bukankah tidak perlu biaya? Siapa bilang? Dukungan perseorangan sekarang harus satu paket (gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota) dibuktikan dengan copy KTP dan ditandatangani diatas meterai.

Pertanyaannya apakah ada foto copy ktp dan meterai gratis? (ada, kalau dia keluarga kandidat/pendukung fanatik), selanjutnya apakah ada Alat Peraga Kampanye (APK) yang gratis? (ada dari sumbangan sukarela simpatisan), apakah cukup sumbangan saja? Jawabannya sudah pasti tidak.

Seterusnya, kampanye dalam bentuk rapat terbatas atau rapat umum, apakah perlu biaya? Sudah pasti lah, gak mungkin bisa mobilisasi massa tanpa biaya (kalau ada jg masuk kategori luar biasa), berikutnya saat pemilihan, apakah ada saksi kandidat yg gratis? Kalaupun ada ini juga masuk luar biasa juga.

Itu hanya sebagian kecil realita ditengah masyarakat bahwa mau maju di politik harus ada dana dan biaya yang dikeluarkan. Kalau ada yang mau maju di pilkada dengan menyalahkan sistim dan masyarakat, menurut saya lebih baik diam saja jadi penonton, gak usah berkoar-koar lagi, membuat malu diri sendiri.

Apalagi mengatakan kalau masyarakat masih mau dibayar berakibat nanti pemerintahan tidak berjalan efektif dan penuh KKN, kalau menurut saya semua kembali ke individu masing-masing. Jangan salahkan masyarakat, tapi salahkan cara anda memimpin.

Jadi, jangan mimpi untuk saat ini mau masuk dunia politik terutama pilkada tanpa biaya. Simpan dulu mimpinya sampai anda bisa membuat sistim, serta aturan sendiri untuk anda sendiri dan aturannya tanpa diberlakukan ke orang lain.

Stop salahkan sistim politik, stop salahkan masyarakat. Cause no political without cost. (hza)

Kisah Christina, Seorang Ibu di Surabaya yang Sembuh dari COVID-19

Ilustrasi Covid-19. (doc/kumparan)
Satu per satu kisah kesembuhan pasien COVID-19 di Surabaya mulai bermunculan. Setelah kita ikuti cerita Muhammad Budi Hidayat, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya, yang sudah dinyatakan sembuh dari virus corona, kini ada Christina.

Christina merupakan pasien positif COVID-19 yang telah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang. Christina pun bercerita kronologis hingga ia dirawat di RSUD Dr Soetomo Surabaya.

Saat itu, sekitar awal Maret 2020, Christina mulai merasakan perubahan suhu tubuh yang siginifikan. Ibu dua anak ini mengalami demam tinggi yang disertai rasa ngilu dan nyeri di sekujur badan. Badannya nyeri terasa seperti patah-patah, dan ia pun kehilangan nafsu makan.

Di tanggal 9 Maret 2020 dia memutuskan untuk periksa ke RS Mitra Keluarga Surabaya.

“Beberapa hari saya dirawat di RS Mitra Keluarga. Waktu itu nafas saya sudah lemas. Dada kanan warnanya abu-abu sudah bisa sembuh karena terapi. Lalu yang kiri memburuk berbentuk embun dan menutup-nutup,” kata Christina saat dihubungi via telepon tim Humas Pemkot Surabaya, Sabtu (28/3).

Kemudian pada tanggal 11 Maret, Christina dibawa ke RS Unair untuk dilakukan swab tenggorokan dan hidung. Kemudian keesokan harinya, Christina dirujuk ke RSUD Dr Soetomo dan langsung masuk dalam ruang isolasi khusus.
“Saya tahu saat dimasukkan ke ruang isolasi khusus. Dengan kondisi lemas bernafas pun sudah tidak sampai, oksigen tidak maksimal. Saya sendiri di ruang khusus itu bersama alat medis,” ungkapnya.

Christina mengatakan, selama dirinya dirawat di ruang isolasi khusus tak ada satu pun dokter dan perawat yang mengatakan kalau Christina mengidap COVID-19.

Bahkan, yang dia tahu dokter hanya menyampaikan bahwa dia harus sembuh, harus kuat dan tidak putus dalam berdoa.

“Ibu harus sembuh, ibu sehat, karena hanya ibu yang bisa membantu diri ibu sendiri, imun ibu yang membentengi ibu sendiri. Itu kata dokter pada saya. Tidak pernah sama sekali dokter dan perawat bilang pada saya tentang virus,” kata Chrstina.

Perawatan selama di ruang isolasi dirasakan Christina sebagai hari-hari yang paling berat untuk dilewati. Hingga akhirnya, Christina dipindah ke ruang isolasi tanpa peralatan medis.

“Itu lima hari yang luar biasa berat. Saya merasakan betapa sakitnya. Dokter terus mendukung saya, ibu tidak apa-apa jalan pelan-pelan selangkah dulu dan pakai oksigennya. Lalu setelah itu saya dimasukkan ke ruang yang tidak ada peralatan lagi masih di ruang isolasi juga,” papar dia.

Setelah hari kedelapan di rawat di RSUD dr Soetomo, akhirnya dia dapat bertemu dengan sang suami. Pada kesempatan itu, dokter menyampaikan bahwa kondisi Christina sudah resmi negatif COVID-19.

“Dokter bilang itu pada suami saya kalau saya sudah kembali sehat. Saya dinyatakan negatif COVID-19,” tegasnya.

Meskipun saat ini Christina sudah kembali ke rumah, ia tetap harus membatasi kegiatannya sembari menjaga pola hidup agar tetap sehat.

Tidak lupa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga terus memantau kondisi pasien yang sudah sembuh itu melalui puskesmas terdekat. Bahkan, pemkot juga memberikan perhatian khusus kepada Christina dengan cara memberikan vitamin, suplemen dan makanan sehat.

“Terima kasih sekali kepada Bu Risma dan jajarannya atas apa yang sudah saya terima. Bahkan selama saya sakit suami dan anak saya diperhatikan,” ucapnya.

Christina berharap, warga Kota Surabaya juga dapat mematuhi aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Terlebih, dia sebagai mantan pasien COVID-19 sudah merasakan betapa sakitnya melawan virus tersebut.

“Peraturan pemerintah itu harus didengar. Ini bukan penyakit atau virus biasa. Saya sudah mengalami ini. Untuk anak muda, sudah tidak usah lagi keluar kalau sekadar nongkrong itu tidak perlu. Kita batasi interaksi. Memang ada dokter tapi, dia juga manusia,” pungkasnya. (*)

sumber: kumparan.com

Putra Presiden Jokowi Tak Dapat Undangan Rakernas PDIP, Gibran : Saya Kader Biasa

Gibran Rakabuming Raka (ketiga kanan), mengembalikan formulir pendaftaran pencalonan sebagai Wali Kota Surakarta kepada Ketua Panitia Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah DPD PDI Perjuangan Jateng Abang Baginda (kelima kiri) di Panti Marhaen Semarang, Berkas Gibran dinyatakan lengkap dan resmi terdaftar sebagai bakal calon Wali Kota Surakarta. (ANT/HZA)

JAKARTA - Putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka mengaku tak mendapatkan undangan pada Rakernas PDIP. Menurutnya, dia hanya seorang kader biasa dan menunggu perintah.

“Saya cuma kader biasa, kader baru, nunggu perintah,” kata Gibran kepada wartawan di Solo, Jumat (10/1/2020).

Menurutnya, hanya kepala daerah dan anggota DPRD dari PDIP serta jajaran pimpinan DPC juga diundang di Rakernas. Meski begitu, Gibran mengaku siap datang jika memang diundang. Namun jika tidak diundang, maka dia memilih tetap di Solo.

“Saya nunggu panggilan aja. Ini belum ada undangan. Di Solo aja,” ujar Gibran.

Di sisi lain, Raka sibuk menyiapkan diri untuk mendaparkan rekomendasi dari PDIP untuk berlaga dalam Pemilihan Wali Kota Surakarta 2020.

"Tiap hari saya keliling bertemu dengan masyarakat."

Gibran adalah salah satu bakal calon Wali Kota Surakarta yang berebut rekomendasi dari PDIP. Dia bersaing ketat dengan Achmad Purnomo yang kini Wakil Wali Kota Surakarta.

Adapun Purnomo berangkat dari Solo ke Jakarta untuk menghadiri Rakernas I PDIP pada Jumat pagi ini, 10 Januari 2020.

"Saya mendapat undangan untuk ikut acara ini," ucap Purnomo bekas dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut. (detik.com/ant/hza)

Murady Dampingi Sandi Kunjungi Petani Karet dan Sawit di Muhajirin

Sandi menyadap Karet warga didampingi H Murady di arela perkebunan petani di Ness Desa Muhajirin Muaro Jambi (ist) 

JAMBI, MERDEKAPOST.NET - Kunjungan Cawapres Sandiaga Salahudin Uno di Provinsi Jambi Kemarin (25/11) disambut antusias masyarakat Jambi, tidak hanya di kota Jambi saja, bahkan sampai ke warga petani karet dan sawit di seputaran Ness, desa Muhajirin Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro jambi.

Dalam kunjungannya itu, Sandi menegaskan bahwa dirinya akan memperjuangkan harga karet agar naik dan petani sejahtera.

"Kita akan fokus memperjuangkan ekonomi masyarakat, jangan sampai petani sengsara". ujar sandi dihadapan para petani.

Dikatakan Sandi, soal harga karet harus diperhatikan serius,  "Kita harus bela petani, harga karet harus naik pak Murady". Ujar Sandi sambil menyadap karet disaksikan oleh para petani di Desa Muhajirin. (ald)

Ada yang Lebih Penting Sebelum Buat Versi Baru Film G30S PKI



Peneliti dari Human Rights Working Group (HRWG) menyarankan pemerintah menyelesaikan pengungkapan kebenaran sejarah pasca peristiwa 1965 terlebih dahulu, sebelum membuat versi baru film Penumpasan Penghianatan G30S PKI.


Wacana yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuat ulang film Penumpasan Penghianatan G30S PKI mendapat respons beragam dari banyak pihak. Mereka umumnya tidak mempersoalkannya, tapi ada sejumlah catatan yang harus diperhatikan dalam remake film yang digunakan rezim Orde Baru sebagai media propaganda itu.

Daniel Awigra, Program Manajer Advokasi HAM ASEAN dari Human Rights Working Group (HRWG) mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan pemerintah merevisi film yang memuat peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965. Namun, Daniel menekankan bahwa film yang diproduksi di era Orde Baru itu meninggalkan banyak problem. 

“Sudah banyak, katakanlah kritik yang mengatakan bahwa film itu [Penumpasan Penghianatan G30S PKI] dibuat sebagai alat propaganda Orde Baru,” kata Daniel di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Selasa (19/9/2017). 

Daniel menuturkan, saat itu penguasa Orde Baru berambisi menghabisi lawan-lawan politiknya, terutama Partai Komunis Indonesia (PKI). “Tidak hanya anggota, tapi juga simpatisan tanpa diproses hukum pengadilan,” kata Daniel. 

Menurut Daniel, film baru soal G30S/PKI ini harus memuat kebenaran secara utuh. Pemerintah harus menampilkan fakta dari berbagai pihak, termasuk korban. Daniel berpendapat, warga yang menjadi korban diskriminasi dan trauma akibat dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/MarxismeLeninisme, juga perlu diungkap. 

Menurut Daniel, dalam versi baru film G30S PKI ini juga perlu mendengarkan respons tentang kudeta PKI, serta dugaan keterlibatan orang-orang yang menjadi bagian gerakan PKI, dan tindakan diskriminasi yang mereka alami selama ini. 

“Tugas pemerintahan Jokowi sekarang buat film yang pertama-tama harus diselesaikan pengungkapan kebenaran dulu. Pengungkapan kebenaran untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu ini yang pertama dilakukan,” kata Daniel. 

Daniel mengingatkan, pemutaran film lama tentang PKI ini bisa mempunyai dampak politik. Dalam hal ini, ia menilai pemerintah dalam posisi dilematis. Di satu sisi, kata Daniel, pemerintah bisa dicap pro-komunis apabila tidak menayangkan film tersebut, akan tetapi jika diputar kembali berarti pemerintah menyebar hoax. 

Ia juga tidak mempermasalahkan langkah yang diambil pemerintah untuk rekonsiliasi, dengan mediasi maupun hukum. Setelah semua selesai, baru pemerintah fokus pada pembuatan film baru. 

“Kalau buru-buru membuat film, kebenarannya sendiri belum terungkap, ini kan filmnya nanti jadi film apa?” kata Daniel. 

Hal senada diungkapkan peneliti Amnesty Internasional, Bramantya Basuki. Ia menilai, saat ini permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu bukan soal kehadiran film baru, melainkan pemerintah harus menguak kebenaran sejarah. 

“Ketika nanti di depannya apakah output-nya jadi semacam film dokumenter atau apapun, itu silakan kepada pemerintah. Tetapi proses untuk menuju pengungkapan kebenaran itu yang penting,” kata Bram di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Selasa. 

Bram mengingatkan, rencana pemutaran kembali film Penumpasan Penghianatan G30S PKI ini dapat menimbulkan dampak negatif. Bram menyatakan, hal tersebut bisa menimbulkan ketakutan baru, apalagi pasca aksi ricuh massa di YLBHI, Senin (18/9/2017) dini hari. 

Sementara itu, peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu berharap, film baru soal G30S/PKI yang akan dikeluarkan pemerintah tidak berbentuk propaganda. Sebab Erasmus khawatir, dampak masa lalu justru akan muncul jika Pemerintah Jokowi sekadar membuat ulang video tersebut. 

“Kalau masih model propaganda Orba dampaknya pasti sama seperti dulu, persekusi dan stigmatisasi bisa terus terjadi,” kata Erasmus di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta. 

Erasmus mengatakan, ICJR mendukung pemerintah untuk membuat film baru yang memuat fakta dan pelurusan sejarah. Menurutnya pemerintah harus memaparkan apa maksud merevisi film yang diproduksi di era Orde Baru tersebut. 

“Kalau kita masih belum bisa menemukan konteks baru, menemukan fakta baru itu, maka saya rasa jadi pertanyaan balik, jadi yang dimau Presiden Jokowi itu apa?” kata Erasmus. 

Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI adalah judul film dokudrama propaganda Indonesia pada 1984 yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer. Film ini diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp800 juta kala itu yang disponsori oleh rezim Orde Baru. 

Dalam laporan Antara, pada September 1998, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengumumkan film tersebut dihentikan peredaran dan pemutarannya karena berbau rekayasa sejarah dan mengultuskan seorang presiden. 

Setelah hampir 20  tahun tidak tayang, film G30S/PKI ini rencana akan diputar ulang pada 30 September 2017 mendatang. TNI AD telah mengirim surat edaran ke seluruh jajarannya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. 

Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi menyatakan menonton film tersebut adalah penting. Ia bahkan mengusulkan adanya pembuatan film dalam format yang baru agar anak generasi sekarang lebih mudah memahaminya. 

"Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Jokowi usai meresmikan Jembatan Gantung Mangunsuko, di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, (18/9/2017) siang, seperti dilansir setkab.go.id. 

Baca juga artikel terkait FILM G30SPKI atau tulisan menarik lainnya Andrian Pratama Taher (tirto.id - thr/abd)

Elviana: Kepala Daerah Jangan Bangga dengan WTP, Tidak Ada Hubungan WTP dengan Kesejahteraan rakyat

Hj Elviana (DPR RI)
JAMBI, MERDEKAPOST.NET - Di Jambi, baru-baru ini sejumlah daerah sukses meraih Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan daerahnya.

Namun kepala daerah jangan bangga dulu. Karena predikat WTP bukanlah jaminan jika tidak ada penyimpangan dalam pengelolaan keuangan. Apalagi indikator kesuksesan.

Anggota DPR RI, dari PPP, Elviana mengatakan WTP itu hanya sebatas pemeriksaan laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Data laporan yang diambil pun sampling, tidak semua. 

"Jadi tidak perlu dibanggakan karena itu sudah kewajiban pemda membuat laporan keuangan sesuai standar akuntansi keuangan. Tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat,"katanya.

Ia juga menambahkan jika predikat WTP bukan jaminan jika kepala daerahnya bebas korupsi. Karena BPK sendiri mengatakan tidak menjamin kepala daerahnya bersih dari korupsi. 

"Jangan sampai jadi pembodohan buat rakyat,"katanya.

Ia pun menceritakan pengalamannya saat melakukan fit and proper tes terhadap calon anggota BPK RI.

"Satu calon anggota BPK RI yang kami fit & proper di komisi XI Bulan April kemarin mengatakan memang tidak ada hubungan antara WTP dengan kesejahteraan rakyat,"katanya.

Makanya, WTP adalah kewajiban pengguna anggaran membuat laporan keuangan sesuai standar akuntansi keuangan.(ald/am)

Ambang Batas Sengketa Pilkada, Bagaimana dengan Kejahatan Pilkada yang TSM?

Ambang Batas Sengketa Pilkada, Bagaimana dengan Kejahatan Pilkada yang TSM?
SAlDI ISRA

"Bagaimanapun, kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak boleh diisi oleh mereka yang meraih dukungan dengan cara yang curang. Dalam konteks itu, peranti ambang batas tidak boleh dijadikan sebagai tameng guna melindungi pelanggaran yang nyata-nyata memenuhi unsur TSM".

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2015 memasuki tahap-tahap akhir. Setelah pemungutan suara yang berlangsung aman pada 9 Desember 2015, rekapitulasi perhitungan dan penetapan calon terpilih pun telah selesai dilakukan.

Kini pasangan calon yang tidak menerima penetapan calon terpilih sedang berupaya mengubah nasib melalui proses penyelesaian sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Melacak tenggat waktu yang disediakan, permohonan sengketa hasil diajukan paling lambat dalam waktu 3x24 jam sejak Komisi Pemilihan Umum Daerah menetapkan perolehan suara hasil pemilihan.

Berbeda dengan penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah sebelumnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (UU No 8/2015) memberikan ambang batas bagi pasangan calon untuk dapat mengajukan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada penyelenggaraan pemilihan sebelumnya semua pasangan calon yang tidak menerima hasil penetapan calon terpilih dapat mengajukan sengketa ke MK. Saat ini dengan UU No 8/2015 tidak semua pasangan calon dapat mengajukan sengketa hasil ke Medan Merdeka Barat. Berdasarkan ketentuan UU No 8/2015, pasangan calon yang diperkenankan untuk mengajukan permohonan ke MK hanya dengan selisih tertentu.

Dalam Pasal158 ayat (1) UU 8/2015 dinyatakan bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dapat mengajukan permohonan dengan selisih peraih suara terbesar paling banyak 2%. Batas suara tersebut bila jumlah penduduk di provinsi bersangkutan sama atau di bawah 2 juta. Dalam hal jumlah penduduk 2-6 juta, batas pengajuan sengketa 1 1/2%. Penduduk provinsi dalam kisaran 6-12 juta, ambang batasnya 1%. Terakhir, jumlah penduduk lebih besar dari 1 juta, ambang batas 1 1/2%.

Tidak hanya diatur dalam UU No 8/ 2015, sebagai institusi yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala daerah, secara formal, pembatasan tersebut juga dituangkan dalam hukum acara MK. Pengaturan tersebut dapat dibaca dalam Peraturan MKNo 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (PMK No 1/2015).

Dengan ada PMK No 1/ 2015 tersebut, posisi ambang batas pengajuan sengketa semakin kuat. Artinya, merujuk penetapan pasangan calon terpilih hasil pemilihan serentak, dapat dipastikan permohonan sengketa hasil ke MK menjadi sangat terbatas.
Pertanyaan mendasar yang sangat menggelitik: bagaimana jika terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis (TSM) dalam proses pemilihan, sementara selisih suara berada di luar ambang batas?
Apakah dengan begitu ambang batas tersebut harus dipertahankan sehingga pasangan calon yang terindikasi kuat meraih suara terbesar karena pelanggaran yang bersifat TSM dibiarkan melenggang menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah? Jikalau demikian, apakah ambang batas tidak mengukuhkan demokrasi prosedural?

Dasar Pemikiran

Jika ditelusuri pengalaman penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah sedikit ke belakang, ruang menggunakan jalur ke MK tak sepenuhnya murni digunakan pasangan calon untuk mengoreksi kesalahan penghitungan suara yang memengaruhi terpilihnya pasangan calon. Sejumlah fakta menunjukkan, sebagian pasangan yang kalah dalam proses pemilihan seperti berupaya memakai jalur ke MK menjadi jalan pintas untuk mengoreksi suara rakyat.

Contoh yang paling menonjol, meski bentangan fakta menunjukkan terjadi selisih suara sangat mencolok, pasangan calon yang kalah tetap memilih jalan mengajukan sengketa ke MK. Padahal, dalam batas penalaran yang wajar, perbedaan suara tak mungkin dibuktikan sebagai akibat dari kesalahan perhitungan.

Pilihan menggunakan jalur MK menjadi seperti berubah menjadi modus baru ketika muncul alasan multitafsir mengajukan sengketa yaitu terjadi pelanggaran yang bersifat TSM. Dengan alasan tersebut, penyelesaian sengketa ke MK tak ubahnya seperti keranjang sampah ketidaksiapan pelaku politik kontestasi pengisian jabatan kepala daerah menerima pilihan rakyat.

Meskipun sebagiannya terkesan coba-coba, pilihan ke MK tetap dilakukan karena sebagiannya juga berupaya memanfaatkan kemungkinan ”perilaku liar” hakim MK. Paling tidak, pengalaman yang menimpa Akil Mochtar menjadi bukti pemanfaatan tersebut. Tanpa pembatasan, MK berubah menjadi tumpukan perkara penyelesaian sengketa penyelesaian pemilihan kepala daerah.

Pada salah satu sisi, disebabkan jumlah hakim yang terbatas (yaitu sembilan orang) dan di sisi lain jumlah permohonan sengketa yang menumpuk, MK harus lebih konsentrasi menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah. Akibatnya, MK memiliki waktu yang terbatas untuk menyelesaikan wewenang konstitusional terutama pengujian undangundang (judicial review) terhadap undang-undang dasar sebagaimana diatur Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.

Apalagi, sebelum dilakukan secara serentak, agenda pilkada hampir dilaksanakan sepanjang tahun. Dengan penyelenggaraan demikian, sepanjang tahun pula MK harus membagi perhatian dengan kewajiban menyelesaikan permohonan sengketa pilkada.

Karena itu, saya pernah mengemukakan, sekiranya dilakukan tanpa pengaturan yang lebih ketat pihak-pihak yang dapat mengajukan sengketa pilkada, MK potensial kehilangan fokus melaksanakan wewenang dalam UUD 1945 terutama judicial review. Padahal, sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman, judicial review merupakan mahkota MK.

Demokrasi Substansial

Sejak semula, saya termasuk yang mendorong ada pembatasan persentase tertentu untuk dapat mengajukan permohonan sengketa ke MK. Kendati demikian, pembatasan tersebut tidak dimaksudkan untuk menghilangkan kesempatan bagi pasangan calon yang merasa dicurangi secara total memilih jalur ke MK.

Artinya, ambang batas masih dapat diterobos melalui mekanisme pemeriksaan pendahuluan (dismissal process) sepanjang pemohon mampu menunjukkan bukti-bukti yang sangat kuat telah terjadi pelanggaran yang bersifat TSM. Bila dalam proses awal bukti-bukti tidak kuat, ambang batas diperlakukan secara ketat.

Dalam batas penalaran yang wajar, dengan ada pemeriksaan pendahuluan, ruang menghidupkan terobosan yang telah dilakukan MK dalam memeriksa permohonan yang mengindikasikan ada pelanggaran yang bersifat TSM tetap bisa dipertahankan. Misalnya, dalam Putusan No 57/PHPU.D-VI/2008 MK menyatakan bahwa konstitusi dan Undang-Undang MK yang menempatkan MK sebagai pengawal konstitusi sehingga berwenang memutus perkara pelanggaran atas prinsip-prinsip pemilu dan pilkada.

Selain itu, MK juga pernah memutuskan bahwa dalam mengawal konstitusi, MK tak dapat membiarkan dirinya dipasung oleh keadilan prosedural (procedural justice) semata-mata, melainkan juga harus mewujudkan keadilan substansial. Banyak kalangan percaya, ketika PMK No 1/2015 membuka tahapan pemeriksaan pendahuluan, MK sebetulnya tidak hendak mematikan peluang pasangan calon yang tidak memenuhi ambang batas.

Artinya, dengan ada pemeriksaan pendahuluan, semua permohonan yang masuk ke MK akan dinilai terlebih dahulu pada tahapan ini. Sepanjang pemohon dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat telah terjadi pelanggaran yang bersifat TSM dan bukti-bukti tersebut mampu memberikan keyakinan pada hakim, ambang batas jangan dijadikan sebagai instrumen untuk membunuh upaya pencarian keadilan substantif.

Bagaimanapun, kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak boleh diisi oleh mereka yang meraih dukungan dengan cara yang curang. Dalam konteks itu, peranti ambang batas tidak boleh dijadikan sebagai tameng guna melindungi pelanggaran yang nyata-nyata memenuhi unsur TSM.

SALDI ISRA
Guru Besar Hukum Tata Negara dan
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO)
Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang

Waspadai Munuculnya Konflik di Pilkada Serentak 2015

Waspadai Munuculnya Konflik di Pilkada Serentak 2015
PILKADA serentak merupakan sebuah pilihan demokrasi. Pemerintah akan melaksanakan Pilkada serentak di 263 provinsi, kota, dan kabupaten.Rakyat akan memilih calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara bersamaan, yang akan dilaksanakan pada Desember 20015 mendatang.

Hajat besar pemerintah akan melaksanakan Pilkada serentak 2015 secara otomatis akan berpengaruh pada konstalasi politik di masing-masing daerah yang melaksanakan Pilkada. Menyikapi kondisi tersebut semua pihak perlu hati-hati agar tidak muncul percikan yang berpotensi menjadi bibit konflik, baik antar pendukung, atau konflik atas provokasi pihak lain yang ingin menciptakan kegaduhan dalam Pilkada serentak.

Dilihat dari sisi waktu pelaksanaan Pilkada serentak tinggal menghitung bulan, yakni Desember 2015, kekhawatiran akan munculnya gangguan keamanan dalam pelaksanaan Pilkada merupakan sikap kehati-hatian yang patut dicermati. Kondisi tersebut tentu menjadi tantangan bagi semua pihak bagaimana bisa menciptakan situasi yang kondusif jelang maupun pasca pelaksanaan Pilkada serentak.

Munculnya kekhawatiran berbagai pihak sejak jauh-jauh hari, para pengamat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, penegak hukum, menghimbau kepada seluruh masyarakat agar menyikapi persoalan Pilkada secara dewasa. Dewasa dalam berpolitik, dewasa dalam bertindak dan dewasa dalam bersikap, sehingga tidak menjadi provokasi yang dapat memunculkan permasalahan baru dalam Pilkada.

Peserta Pilkada baik calon atau partai politik serta masyarakat pendukung pasangan hendaknya fokus pada apa bagaimana memenangkan pertarungan secara bersih jauh dari kata curang. Para politisi juga tidak perlu provokatif dalam bersikap, sehingga masyarakat mampu mencerna dan melihat permasalahan secara jernih yang muncul dalam Pilkada.

Faktor lain yang berpotensi dapat memicu konflik adalah terkait netralitas penyelenggara pemilu yang tidak profesional dan berintegritas. Kondisi tersebut perlu dijawab dengan profesionalitas para petugas dilapangan sehingga tidak memihak salah satu calon. Hal ini merupakan tantangan bagi para penyelenggara agar terus berintrospeksi diri dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas-tugas dilapangan. Andil mereka sangat besar dalam menciptakan suksesnya Pilkada serentak.
Sedangkan disisi lain adalah keterlibatan Polri dan TNI yang dianggap tidak netral. Kekhawatiran TNI dan Polri tidak netral menjadi permasalahan yang patut kita renungkan. Banyak kasus dalam Pemilu atau Pilkada sebelumnya yang melibatkan oknum-oknum baik dari TNI maupun Polri. Mereka terkadang berperan ganda berdiri sebagai TNI/Polri sekaligus menjadi pendukung calon tertentu.

Fungsi pengamanan dan pengawalan mereka menjadi hambar karena memihak salah satu calon. Hal tersebut dapat memunculkan konflik panjang dan akan menjadi temuan yang bisa mengarah pada pelaksanaan pilkada diulang. Jika hal demikian terjadi makan potensi anggaran pelaksanaan pilkada membengkak tidak bisa dihindarkan.

Media massa juga memiliki peran yang sangat besar dalam menciptakan pilkada yang damai. Menjadi sebuah keharusan bahwa penting bagi media masa menyajikan informasi-informasi yang berimbang dalam pemberitaan Pilkada. Informasi-informasi yang disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik, sehingga masyarakat dapat menerima informasi secara utuh dan tidak provokatif.
Hal yang tidak perlu dilupakan oleh para penyelenggara pilkada adalah pemilih. Pemilih merupakan pemilik suara yang patut diperhatikan hak-hak secara maksimal dalam menggunakan suara di TPS. Satu suara pemilih memiliki arti yang sangat besar bagi pemenangan pasangan calon kepala daerah. Jika pemilik hak suara tidak diakomodir dengan baik, berpotensi memunculkan permasalahan baru. Disini akan menjadi pertaruhan bagi penyelenggara sehingga dapat mengkomodir semua pihak.

Agenda penting semua elemen masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2015 adalah meminimalisir potensi konflik sehingga pilkada berjalan aman dan kondusif. Dengan situasi yang demikian diharapkan dapat menghadirkan para pemimpin yang mampu membawa masyarakat memiliki kehidupan yang lebih baik. Suksesnya Pilkada serentak merupakan suksesnya semua masyarakat dalam menerapkan demokrasi.

(Hendriwan Angkasa, Tanah Sereal, Tambora, Jakarta)

Siapa Nuzran Joher, Mengapa Dia yang Dipilih HM untuk Sungai Penuh??

Siapa Nuzran Joher, Mengapa Dianggap Layak untuk Sungai Penuh??

Sekilas tentang H. Nuzran Joher, S.Ag, M.Si 
oleh: 
Budhi Vrihaspathi Jauhari Gelar Rio Temenggung Tuo



Insya Allah masyarakat Kota Sungaipenuh  untuk yang keduakalinya sejak menjadi Daerah Otonom akan melaksanakan  Pesta Demokrasi Pemilihan Wali Kota Sungaipenuh yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember  mendatang. Gong pertanda dimulainya babak baru  tidak lama akan dibunyikan, sejumlah Baliho Balon Kandidat  telah bertaburan di seantero Kota Sungai Penuh
         
Informasi yang berkembang di tengah tengah masyarakat menyebutkan  bahwa  H. Herman Muchtar, SE, MM  dipastikan akan berpasangan dengan  H. Nuzran Joher, S.Ag, M.Si

Kepastian Nuzran Joher  terungkap dalam wawancara khusus dengan  H. Herman Muchtar siang tadi saat wartawan media ini melakukan wawancara dengan H. Herman di kediaman rumah keluarga H. Muchtaruddin di Dusun Baru.
            Benar, Insya Allah jika  perahu sudah jelas   saya akan berpasangan dengan saudara Nuzran Joher. Beliau sosok anak muda  yang  memiliki dedikasi yang kuat untuk  membangun Kota Sungai Penuh, dan Nuzran sosok anak muda yang energik  serta memiliki wawasan dan jaringan yang cukup bagus,dan yang jelas kedepan peran Wakil Wali Kota akan mendapat porsi yang  lebih besar, dan saya tidak ingin seorang Wakil Wali Kota  hanya di jadikan sebagai Ban serap.
Pengalaman Nuzran Joher sebagai politisi dan anggota Parlemen (DPD) RI, dan aktifis pergerakan mahasiswa  saya harapkan  dapat di sinergikan kata Herman Muchtar.
            Untuk  mengenal lebih dekat sosok Nuzran Joher, Wartawan media ini Budhi Vrihaspathi Jauhari gelar Rio Temenggung Tuo  menulis laporan khusus tentang sosok H Nuzran Joher.
Nuzran Joher merupakan putra keempat dari  enam orang bersaudara  putra dari pasangan  Joher Khatib dan Yusnida Burhan,  Lahir di Desa Maliki Air Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh tanggal 28 Oktober 1973.

Dari  pernikahannya dengan Dr. Nurhasanah, S.Ag, M.Ag seorang dosen di sekretaris magister Ilmu Hukum dan bisnis Fakultas syariah dan Hukum  Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta ini pasangan ini di karuniai 3 orang putra  masing Arvard Hamal Siraj, Irhas Satria Haya dan Arini Fairuza.

Nuzran Joher menyelesaikan pendidikan Sekolah dasar Negeri di SD Nomor 16/III Koto Beringin Rawang Kecamatan Hamparan rawang  tahun 1986,Pendidikan Madrasah Tsanawiyah Negeri di selesaikan di MTSn Sungai Penuh tahun 1989, Pendidikan  PGAN  di selesaikan  di Sungai Penuh tahun 1992

Nuzran Joher Muda  melanjutkan pendidikan Strata I di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol  pada tahun 1992 dan  pendidikan Strata I IAIN  dapat diselesaikan pada tahun 1998 dan disela sela kesibukan sebagai  Senator di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia pada tahun 2000 Nuzran Joher  melanjutkan pendidikan ke Strata  dua Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta

Dikalangan Mahasiswa Nuzran Joher dikenal sebagai sosok  aktifis campus yang disegani, Nuzran Joher  memilih organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai  wadah tempat menyalurkan aspirasi  dan penempaan diri

Berbagai  pendidikan dan pelatihan  telah diikuti oleh Nuzran Joher, diantara pendidikan non formal dan pelatihan yang diikuti oleh Nuzran Joher antara lain
: Pelatihan Kepemimpinan Tk. Dasar, SMF IAIN Imam Bonjol, Padang,(1993),Pelatihan Kepemimpinan Tk. Menengah, Rektorat IAIN Imam Bonjol, Padang (1994),Pelatihan Kepemimpinan Tk. Nasional, Departemen Agama RI, Jakarta (1997),Short Course Hukum, Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang, Padang (1997),Mapaba, PMII Cabang Padang, Padang (1992),Latihan Kader I HMI, HMI Komisariat Syariah, Padang (1993),Latihan Kader II HMI, HMI Cabang Purwakarta, Purwakarta (1996)

Sejak remaja sifat kepemimpinan Nuzran Joher telah mulai terlihat, dilingungan desanya  Nuzran Joher  dipercaya oleh kawan kawannya untuk menjadi : Sekretaris Umum, Karang Taruna Panca Kelana Maliki Air (1990-1991), di sekolah Nuzran Joher  didaulat  menjadi wakil ketua OSIS MTs.n Sungai Penuh (1988-1989) Ketua Umum OSIS PGAN Sungai Penuh (1990-1991).

Bakat organsisatoris Nuzran Joher semakin  nampak dengan jelas saat menempuh pendidikan di IAIN Padang, pada tahun 1994-1995 Nuzran Joher  dipercaya menjad sekretaris umum Senat Mahasiswa Jurusan IAIN Padang ,tahun 1995-1996 dipercaya menjadi sekretaris uum Senat Mahasiswa Fakultas Syariah  IAIN Imam Bonjol Padang dan  Pada tahun 1997-1998 Nuzran Joher  terpilih  menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa IAIN Padang (SMPT)

Usai  menyelesaikan pendidikan  Sarjana di Fakultas Syariah  IAIN Imam Bonjol Padang , Nuzran Joher pulang kampung, dan pada tahun 1998  dan bersama sejumlah aktifis mahasiswa  ia mendirikan sekaligus  menjabat ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sungai Penuh(1989-2000).

Perjalanan karir organisasinya terus melejit, pada tahun 2000-2002 Nuzran Joher  menjadi anggota Departemen PAO,PB HMI, tahun 2002-2004 dipercaya menjadi ketua komunikasi umat PB HMI dan puncak karir organisasi  HMI  Nuzran Joher  pada tahun 2002-2004 dipercaya  menjadi Sekretaris Jenderal PB Himpunan Mahasiswa Islam.

Pada tahun Nuzran Joher  dipercaya menjadi Staf Ahli, Masyarakat Perhutanan Indonesia Reformasi (MPI-R) Jakarta Tahun 2003  ia menjadi Tim Teknis, Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) Diknas RI Jakarta .tahun 2003  menjabat wakil Sekretaris, Badan Investasi Sumber Daya Manusia (Bina SDM) Jambi (2003-sekarang) dan pada tahun 2001-2003  dipercaya  menjadi sekretaris, Yayasan Pendidikan Al-Quran Al-azizi (YPAZI),Jakarta.
Senator Muda dari Jambi

Nuzran Joher,S.Ag,merupakan salah seorang dari sedikit pemuda alam Kerinci yang mampu  mencapai karir di kancah politik nasional

Pada saat itu Nuzran Joher,S.Ag baru menginjak usia 32 tahun,diusia yang relatif amat muda ia berhasil mencapai sukses dengan meraih suara terbanyak pada  pemilihan legeslatif  dan menjadi anggota DPD(Dewan Perwakilan Daerah) dari Propinsi Jambi.

Nuzran Joher merupakan sosok anak muda yang ulet dan pantang menyerah,prestasi dan karir yang diperoleh penuh dengan lika liku perjuangan, Kesuksesan yang diraih penuh dengan pengorbanan, salah satu kunci dari sukses yang diperoleh menurut Nuzran Joher adalah sikap sabar,jujur,sederhana dan ulet, sikap ini  ditimbanya  sejak masa kanak  dari ayahanda beliau

Nuzran Joher adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berusia muda dari propinsi Jambi dan Mantan Sekjen PB HMI 2002-2004

Dahulu, ketika kecil, sepulang dari sekolah dasar di Koto Beringin Rawang, Nuzran Joher selalu mampir ke rumah kakek seorang kiyai bernama Buya Burhanuddin Khatib (almarhum). Sang kakek sehari-hari hidup berdakwah sebagai da’i. Sederetan dengan rumah sang kakek terdapat pula rumah paman, Buya Zulfran Rahman, MA (alm)  dimasa hidupnya beliau bekerja sebagai dosen sekaligus politisi anggota DPRD Kerinci.

Kakek sering mengajak Nuzran Joher kecil pergi berdakwah ke mana saja, atau oleh sang paman diajak mengikuti kegiatan politik. Walau hanya merupakan tokoh masyarakat lokal kedua figur kakek-paman telah menjadi idola bagi Nuzran Joher kecil, ditambah seorang kakek dari garis keturunan ibu tepatnya paman sang Ibunda, bernama Drs H. Sa’aduddin Alwi seorang politisi dan pejabat pemerintahan terakhir kali menjabat Sekda Kotamadya Solok, Sumatera Barat.

Akrab dengan Politik
Pria yang memperoleh pengajaran tentang kesabaran, kejujuran, dan kesederhanaan hidup dari ayahnya Joher Khatib, yang sehari-hari aktif turun ke sawah demi menafkahi keluarga, itu menghabiskan masa kecil hingga dewasa di tanah kelahirannya Desa Maliki Air, Kecamatan Hampang Rawang, Kabupaten Kerinci, Jambi.

Ibunya Yushida Burhan selain sebagai ibu rumahtangga biasa, sehari-hari berprofesi pula sebagai guru agama SD. Memiliki ayah dan ibu yang baik, sedari kecil Nuzran Joher sudah terbiasa lebih sering berada di rumah kakek dan pamannya yang jarak rumahnya hanya 500 meter jauhnya.

Masa kecil Nuzran Joher sudah sangat akrab dengan lingkungan politik, pendidikan, dan keagamaan yang memang sudah menjadi ciri khas lingkungan tanah kelahirannya. Sikap dan pandangan politik Nuzran Joher sejak kecil sudah terbentuk.

Sebab anak keempat dari enam bersaudara ini memilih lebih suka berada berdekatan dengan kakek-paman, hingga tidur di rumah di lingkungan yang sarat kehidupan sosial politik tersebut.

Nuzran jarang tidur serumah dengan ayah, ibu, dan lima saudara kandung yang terdiri tiga kakak perempuan dan dua adik laki-laki. Kemana kakek berdakwah Nuzran selalu dibawa serta. Demikian pula sang paman selalu mengajak Nuzran di setiap aktivitas politik. “Jadi, waktu kecil saya sudah tahu apa itu dewan,” kenang Nuzran.

Nuzran Joher merasa bangga sebab bersamaan dengan era kepemimpinannya di lingkungan kampus reformasi secara nasional tengah bergulir. Di era itu ia berhasil mengasah kemampuan politik dewasa secara terbuka dengan mengelola gerakan mahasiswa.

Sebagai misal, pada tahun 1997 ia mendirikan posko Pergerakan Mahasiswa Sumatera Barat Reformasi, terletak di lingkungan kampusnya IAIN Imam Bonjol Padang. Pendirian Posko disepakati setelah Nuzran berhasil mengumpulkan lebih 78 perguruan tinggi terdiri universitas, sekolah tinggi, institut, dan akademi yang ada di seluruh Sumatera Barat.

“Waktu itulah saya mengenal banyak teman-teman. Saya sudah mulai berkomunikasi dengan teman-teman di luar Sumatera, sudah sering berkomunikasi tentang isu-isu pergerakan, waktu itu tahun 1997-1998,” kenang Nuzran, yang karena gerakan politik kampusnya itu berkesempatan berinteraksi dengan para aktivis dari kampus lain dari seluruh Indonesia, termasuk kesempatan mengunjungi Ibukota Negara Jakarta untuk pertamakali tahun 1996 yang sudah diidam-idamkan sejak kelas empat SD.

Ketika lulus kuliah tahun 1998, ia menghabiskan waktu enam tahun untuk meraih gelar sarjana agama (S.Ag) sebagai resiko aktivis mahasiswa, Nuzran justru kembali ke Kerinci untuk membangun Jambi. Salah satu misi politiknya adalah mendirikan HMI Cabang Sungai Penuh Kerinci. Ia terpilih memimpinnya untuk pertamakali, periode 1999-2000.

Di tangan Nuzran, cabang baru HMI ini berhasil ‘naik pangkat’ diakui sebagai cabang penuh oleh PB HMI, setelah berhasil melakukan sejumlah kaderisasi dan penggalangan massa. Bahkan, ketika PB HMI menetapkan Jambi sebagai kota pelaksanaan kongres tahun 1999 Nuzran berkesempatan terlibat penuh di kepanitiaan lokal. Di situ Nuzran secara politis memberikan dukungan kepada Fakhrudin yang akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI 1999-2002.

Pilihan Nuzran berbuah manis. Begitu kongres memilih Fakhrudin ia segera ditelepon diajak untuk ikut membantu sebagai fungsionaris PB HMI periode 2000-2002, duduk sebagai Anggota Departemen Pembinaan Aparat Organisasi (PAO) berdomisili di Jakarta. Akhir tahun 1999 mulailah Nuzran menetap di Jakarta, menempati sebuah rumah kost di kawasan Ciputat, tak jauh dari rumah kediamana seorang saudara.

Dari Dusun ke  Ibu Kota Negara

Nuzran Joher   si anak desa (dusun)  di usia yang relatif muda  ia mampu  memasuki  gedung parlemen di Senayan  sebagai wakil rakyat di daerah  sebagai “Senator” atau akrab disebut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.

Nuzran Joher mampu melenggang ke Senayan mewakilan Propinsi Jambi setelah ia mampu mengalahkan 15 orang kandidat lannya yang rata rata datag dari kalangan birokrat, dengan kesantunanya dan sikapnya yang low proflile ia mampu meraih simpatik dan menuai empati dari  masyarakat di Propinsi Jambi, anak muda dari Hamparan Besar Tanah Rawang  Kota Sungai Penuh ini mampu meraih 137.018 suara.

Di daerahnya sendiri yakni di  Kota Sungai Penuh dan di di Kabupaten Kerinci yang saat itu belum dimekarkan ia  mampu meraup sekitar 45 % suara, pada hal dari Kabupaten Kerinci saja pada waktu itu ada  tiga orang  balon kandidat Senator, dua diantaranya adalah birokrat dan lainnya adalah seorang Kepala Sekolah.

Sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, kehadiran Nuzran Joher dalam peta politik nasional merupakan sebuah “Fenomena baru”  di Indonesia, ia  mampu meraup suara  dengan cara yang  dapat dikatakan tidak lazim, Nuzran Joher berkampanye  tanpa menggelar Spanduk,Baliho dan tanpa menggunakan panggung hiburan dangdut yang selama ini akrab dilakukan setiap kandidat yang tampil pada setiap kampanye Pilkada atau kampanye  pileg .

Modal Nuzran Joher dalam berkampanye  adalah  menggunakan pamflet,leafler dan kartu nama yang dibuat dengan sangat sederhana dan ala kadar yang dicetak hanya dengan menggunakan printer yang digandakan dengan cara  di fotocopy, untuk iklan ia hanya memasang iklan di dua masa  lokal.

Kiprah Mendah Kincai di  Senayan

Nuzran Joher  merupakan sosok aktifis  reformasi dan politisi yang konsisten dan gigih dalam memperjuangkan nasib rakyat, Ketika masih duduk sebaigai anggota Senator ia sempat dipercaya oleh koleganya di DPD RI untuk menjadi Ketua  Ketua PAH III di DPD RI.

Pada  saat  masih duduk di Senayan, Nuzran Joher,S.Ag bersama bersama tiga anggota DPD lain asal propinsi Jambi bertekad bulat berjuang keras menuntut pemerintah pusat dan badan dunia terkait memberikan kompensasi ekonomis terhadap penduduk lokal atas terbatasnya hutan sebagai sumber mata pencaharian. Bahkan, Nuzran sudah bertemu muka dengan Menteri Kehutanan sekaligus mengajaknya melihat langsung kondisi TNKS, di Kerinci 29 Desember 2004.

Sosok mantan aktifis kampus ini  pada saat pelantikan Kabinet  ia  bersama  M.Nasir yang juga anggota DPD RI telah menemui lansung    Menteri Kehutanan  untuk melihat secara jelas bagaimana kondisi hutan TNKS  dan masyarakat di sekelilingnya dan meminta segera  penanganan kawasan hutan TNKS  secara serius

Menyangkut keberadaan hutan TNKS  dalam pandangan  Nuzran Joher  masyarakat harus diberdayakan secara ekonomis untuk melepaskan ketergantungan hidup dari hutan. Harus ada usaha alternatif lain jika penduduk dilarang menggarap hutan. Misalnya pemerintah menghadirkan investor industri kayu manis, atau indutsri lain sehingga banyak tertampung tenaga kerja atau, memberikan pelatihan-pelatihan penanaman bibit tanaman obat sehingga hutan dapat ditanami dengan tanaman obat.

Satu bukti konkrit terbatasnya akses ekonomi warga sekitar TNKS, kata Nuzran, TKI Ilegal asal Jambi yang kembali dipulangkan dari Malaysia lebih banyak warga Kerinci.

Demikian pula infrastruktur jalan harus dibangun untuk ‘memecah’ Kerinci yang terisolir. Perjuangan di bidang pendidikan juga tak kalah terhormat untuk disuarakan Nuzran sebab 20 persen penduduk Kerinci masih tergolong masyarakat miskin yang pendidikannya belum kompetitif ke depan. “Kita menuntut juga bagaimana para stake holder yang terkait dalam hal ini untuk juga melihat Jambi supaya bisa bersaing di tingkat lain,” tegas Nuzran.

Tuntutan di bidang pendidikan perlu disuarakan Nuzran, kendati ia mengakui satu dari setiap lima rumah di kampungnya pasti ditemukan anggota keluarga berpendidikan sarjana. Itu, berhasil dicapai dengan perjuangan ekstra keras setiap warga Kerinci dengan berdagang keliling Indonesia. Warga yang keliling itu berkesempatan pulang kampung hanya sekali dalam dua tiga tahun, sebab yang penting tiap bulan bisa mengirim uang penghasilan untuk biaya kuliah anak atau anggota keluarga jutaan rupiah perbulannya.

Sejalan dengan mempercepat akses ekonomi masyarakat Jambi, Nuzran juga gencar memperjuangkan kelanjutan pembangunan dermaga pelabuhan laut yang telah dimulai oleh Pemerintahan Megawati

Peduli dengan Warga Kubu

Sebagai  seorang aktifis  Mahasiswa Islam, buya panggilan akrab Nuzran Joher memiliki  kepedulian terhadap nasib sesama, beberapa kali Nuzran  keluar masuk hutan untuk  melihat kondisi objektif suku pedalaman atau orang kubu yang ada di Propinsi Jambi, bersama sejumlah relawan dan aktifis HMI, ia pernah  menghadiri lansung sunatan masal dan proses pengislaman  warga  suku anak dalam di daerah Pematang Kancil  Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin.

Bagi warga Suku Anak Dalam Mu’alaf di daerah TNB 12 Sarolangun di SAD Mu’alaf di  Belanatara Merangin, sosok Nuzran Joher  cukup dikenal oleh warga pedalaman yang menjadi mu’alaf, iapun kerap memfasilitasi  berbagai program pemberdayaan suku anak dalam  khususnya di TNB 12 Sarolangun dan Merangin.

Karena kepedulian dan kecintaannya terhadap  warga minoritas buya Nuzran di minta untuk menjadi Majelis Konsultasi  sebuah NGO yang memberdayakan di Propinsi Jambi.

Di Kota Sungai Penuh dan Kerinci, sosok   yang mewakili /representasi anak muda ini  dipercaya menjadi  anggota Presedium  Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Potensia Aditya Mahatva Yodga, sebuah NGO yang bergerak dalam bidang  Kebudayaan dan Pariwisata di alam Kerinci.
Pilwako Jembatan menuju Perubahan

Pesta Demokrasi-Pemilihan Kepala Daerah(Pilwako) Kota Sungai Penuh yang insya Allah akan dilaksanakan pada tanggal 9 desember 2015 merupakan sebuah tonggak sejarah bagi masyarakat di Kota Sungai Penuh.

Masyarakat Kota Sungai Penuh yang berpenduduk lebih 100 ribu jiwa  berhak untuk menentukan nasib dan masa depan  daerahnya.Pada tanggal 9 Desember 2015 untuk  yang kedua kalinya rakyat di Kota Sungai Penuh  secara lansung memilih pemimpin yang akan memimpin Kota Sungai Penuh untuk 5 tahun yang akan datang.

Melalui pesta demokrasi Pemilihan Wali Kota Sungai Penuh periode 2011-2016 diharapkan masyarakat di Kota Sungai Penuh untuk lebih jelis dalam memilih pemimpin yang kelak jika terpilih ia akan memimpin rakyatnya

Menyikapi Pilwako Sungai Penuh, buya Nuzran Joher,S.Ag,M,Si berharap agar masyarakat di Kota Sungai Penuh untuk berpikir secara cerdas dan lebih dewasa, sebab Pilwako(pilkada) yang akan  kita laksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 sangat menentukan arah dan kebijakkan pembangunan Kota Sungai Penuh.

Suatu hari salah seorang sahabat sesama aktifis HMI Cabang Kerinci kepada penulis mengemukakan, Nuzran Joher merupakan sosok putra kelahiran Hamparan Besar Tanah Rawang Kota Sungai Penuh yang kreatif dan progresif, di usia nya yang memasuki 32 tahun ia telah berhasil menjad anggota senator(DPD) Republik Indonesia, Nuzran Joher memiliki wawasan lokal dan nasional serta sangat memahami kondisi objek di tanah kelahirannya Kota Sungai Penuh.

Sosok Nuzran Joher merupakan sosok anak muda yang memiliki pemikiran pemikiran cerdas untuk membangun  dan membenahi  negerinya, ia seorang pekerja nyata,reformis dan konsisten terhadap apa yang ia pernah ucapkan,disamping itu sosok Nuzran Joher, bebas dari KKN dan dikalangan anak anak muda ia dikenal humanis,enak diajak bicara dan berwibawa.

Sejumlah tokoh tokoh nasional  mengagumi sosok Nuzran Joher anak muda yang datang dari dusun mengabdikan diri untuk masyarakatnya di Senayan

Prof. Dr. Maidir Harun mantan Rektor IAIN Imam Bonjol Padang dalam tulisannya  mengemukakan bahwa Nuzran Joher, sejak di bangku kuliah telah tampil sebagai pemimpin yang idealis dan mampu mensosialisasikan ide dan pemikirannya secara baik kepada orang lain,baik ketika menjad ketua umum SEMA IAIN Imam Bonjol Padang,maupun ketika memimpin gerakan reformasi 1998. Oleh sebab itu saya melihat Nuzran Joher memiliki peluang sangat besar untuk tampil sebagai tokoh dan pemimpin bangsa  dimasa depan.

Sedangkan Dr. Marwah Daud Ibrahim mengemukakan bahwa setiap generasi punya logika zamannya sendiri,Setiap  Zaman memiliki pemimpinnya sendiri, Nuzran Joher adalah representasi sekaligus di taqdirkan di garda depan memimpin generasi di zamannya,Terbukti di era otonomi,ia membangun basis dari bawah,ia merakyat,setia kawan dan fokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia

Sedangkan H. Irman Gusman S, MBA  menyebutkan bahwa  Nuzran Joher adalah mantan aktifis gerakan reformasi 1998 yang berada di garda terdepan melawan sentralisme kekuasan Orde Baru yang otoriter.Komitmen dan integritasnya dalam memperjuangkan nilai nilai idealisme dan tawadhu dalam perjuangan yang telah mengantarkan Nuzran ke Senayan, dan  saya melihat Nuzran Joher sebagai salah satu bintang pemimpin nasional di masa depan.

Dalam acara forum dialog di Baheun Buleoh Kincai, minggu malam  16/6, budayawan nasional/penerima PIN Emas dan Anugerah Kebudayaan Tingkat Nasional BJ.Rio Temenggug  menyebutkan, saat ini pembangunan  infrastruktur jalan ,jembatan  dan irigasi  di Kota Sungai Penuh  relatif agak lebih baik, pembangunan jalan,sarana lampu jalan  dan jembatan kerinduan misalnya tidak terlepas dari  ide,gagasan,mimpi dan perjuangan  para mantan  kepala daerah sebelumnya.

Memang  banyak program yang telah di gagas dan dilakukan pemimpin saat ini, akan tetapi masih banyak pula program yang belum  dengan sepenuhnya dapat di entaskan, masalah peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan masih jauh panggang dari api,usaha ekonomi kreatif dan membangun semangat entrepreneour masih ibarat antara mimpi dengan kenyataan.

Sikap sebagian besar orang tua tua yang  lebih berorientasi untuk memperjuangkan putra putri mereka  menjadi abdi negara atau Pegawai Negeri Sipil sejak 5 tahun terakhir harus di kubur dalam dalam, konon besarnya tarif untuk menjadi seorang PNS  terkadang memaksa orang tua untuk menjual dan menggadai sawah dan ladang, inilah sebuah ironis.

Dilain pihak upaya  untuk menciptakan sosok entrepreneour entrepreneour muda  hingga saat ini masih bersifat setengah setengah hati.

Dari hasil diskusi bersama sejumlah  aktifis dan seniman/budayawan muda di baheoun buleoh menyimpulkan, kedepan dibutuhkan sosok figur pemimpin yang  lebih merakyat dan memahami penderitaan dan bahasa rakyat, bukan sekedar pemimpin yang mampu membeli suara rakyat dan selalu mengatas namakan kepentingan rakyat untuk memperkuat posisi dan jabatan kelompok masing masing.

Untuk saat ini kita melihat  sejumlah tokoh tokoh dan birokrat di Sungai Penuh sudah  banyak yang dibencongkan dan dibancikan hanya karena mereka  di curigai tidak sehaluan dengan penguasa.

Sebuah ironis agaknya,pada saat peletakkan tiang tuo/peletakan batu pertama pembangunan musium adat di Hamparan Besar Tanah Rawang  peran dan fungsi para pemangku adat khususnya Menti berempat dan Para Depati IV-8 Helai Kain  dan Para Pemangku Adat se Alam Kerinci Nyaris tak dilibatkan.
            Penyerahan kunci balai adat/penyerahan surat tanah Hamparan Besar Tanah Rawan konon  belum pernah disepakati bersama Meneti Berempat untuk diserahkan kepada Wali Kota Sungai Penuh, Menurut sejumlah Depati Delapan Helain Kain dan sejumlah Menti Berempat mereka tidak pernah  dilibatkan secara lansung apalagi diajak bermusyawarah

Berbagai protes  dari para pemangku adat  se olah olah seperti iklan mobil fanther ”Nyaris tak terdengar”, ibarat kata pepatah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.

Kedepan banyak masyarakat dan tokoh masyarakat berharap agar pada Pilkada 9 Desember yang akan datang masyarakat diharapkan lebih mengedepankan politik akal sehat dan memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani, bukan sesuai dengan jumlah bayaran yang diterima atau “money politik”

Menyinggung  tentang figur figur yang akan ikut tampil pada pesta demokrasi pemilihan kepala daerah yang akan datang,pada prinsipnya masyarakat sudah dapat melihat dengan mata telanjang hasil pembangunan yang telah dilakukan oleh pemimpin saat ini, dan munculnya balon balon kandidat yang telah memasang Baliho itu merupakan hal yang positif, semuanya memiliki semangat yang sama yakni sama sama ingin memajukan Kota Sungai Penuh ke arah masa depan yang lebih baik.

Tentang Sosok Herman Muchtar  yang oleh banyak kalangan di prediksi kuat akan berpasangan dengan  Nuzran Joher merupakan sebuah sinyal yang cukup bagus, Herman adalah sosok pengusaha dan entrepreneour dengan segudang pengalaman dalam memimpin organisasi, sedangan  Nuzran Joher merupakan tokoh dan politisi muda yang memiliki pengalaman politik yang luas dan pernah menjadi anggota senator (DPD) Republik Indonesia. (BVJ)

BACA JUGA
Salah Pilih Wakil, HBA Diambang Kekalahan?
Ini Dia yang Ditunggu-tunggu,,, DPP PDIP Putuskan Duet HBA-Edi
HBA Batal Mendaftar, Golkar Hanya Usulkan Zumi Zola ke DPP
Ini Komposisi Tim Inti Pemenangan Zumi Zola yang Bakal Dilantik Minggu Malam
Salah Pilih Wakil, HBA Diambang Kekalahan?
Fachrori Gandeng Herman Mukhtar
SB Bantah Dituding Sebagai Dalang 276 Jatah Proyek untuk DPRD Kerinci
Siapa Nuzran Joher, Mengapa Dia yang Dipilih HM untuk Sungai Penuh??
Kisah Martunis, Selamat Dari Tsunami Aceh, Jadi Anak Angkat C.Ronaldo Hingga Gabung Akademi Sporting
Akhirnya Mimpi Bocah Aceh Bermain di Portugal Terwujud, Sporting Lisbon Rekrut Martunis

Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs