Ungkap Dugaan Bagi Bagi Uang Senilai Rp20 Miliar di PSU Pilgub Jambi

 

Nurul Fahmy

Oleh Nurul Fahmy

Pemilihan Gubernur Jambi 2020 lalu telah memakan korban. Mereka umumnya adalah pelaku pelanggar pemilu. Seperti NF, yang telah divonis hukuman penjara 3 tahun karena terbukti melakukan politik uang, bagi-bagi sembako dan tiang listrik. Jangan sampai PSU 27 Mei 2021 ini, Anda jadi korban berikutnya.

Selain NF, korban lain juga adalah penyelenggara pemilu itu sendiri. Sebanyak 5 orang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sudah dipecat. Mereka terbukti mencuri suara pasangan Fachrori Umar- Syafril Nursal untuk diberikan kepada pasangan Cek Endra - Ratu Munawaroh di Kotobaru, Kota Sungaipenuh. Kelima PPK ini dibayar uang tunai dengan nilai mencapai setengah N Max (Rp15 juta) perorang untuk aksi mereka itu.

Meski para pelaku sudah dipecat, namun sayangnya, proses pidana bagi mereka sampai kini tidak jelas. Termasuk pengusutan terhadap terduga pemberi uang, yakni pasangan CE- Ratu. Masyarakat hingga saat ini tetap menunggu proses pidananya oleh aparat penegak hukum.

Korban pelaku berikutnya adalah Komisoner KPU Provinsi Jambi, Sanusi. Yang bersangkutan terbukti memberikan data penting KPU kepada pasangan Cek Endra. Majelis Hakim dalam sidang di DKPP akhirnya memberikan peringatan keras kepada Sanusi karena terbukti melanggar kode etik KPU. Sanusi akhirnya memilih mengundurkan diri dari KPU.

Di Kota Jambi dan Tanjab Timur, berdasarkan laporan ke Bawaslu sebelum hari pencoblosan Desember 2020, pelanggaran pemilu umumnya dilakukan pasangan Cek Endra dan Ratu Munawaroh. Meski sempat diproses, namun kasus ini mentah di Gakkumdu. Drama penyelidikan kasus ini bergulir ke DKPP. Sejumlah fakta janggal, kita tahu, terungkap dalam sidang itu beberapa waktu lalu.

Satu Juta Perkepala 

Meski korban telah jatuh selama Pilgub Jambi, namun dugaan pelanggaran pemilu berupa praktik bagi-bagi uang jelang PSU ini tetap tak surut. Seperti informasi belakangan ini. Seorang emak-emak diduga menerima uang  di salah satu kecamatan di Muarojambi, dari salah satu kandidat.

Bagi-bagi uang dengan modus tunjangan hari raya (THR) juga santer terdengar. Bahkan caranya lebih "canggih". Tidak diberikan secara tunai, tapi ditransfer langsung ke rekening warga atau saldo di salah satu aplikasi.

Salah satu kandidat disebut telah menyiapkan anggaran sebesar Rp20 sd Rp40 miliar untuk diberikan kepada pemilih agar mencoblos kandidat tertentu. Asumsinya satu pemilih diberikan uang Rp1 juta sampai Rp2 juta perorang. Uang sebesar itu diharapkan mampu memberikan kemenangan kepada pasangan tersebut, dengan target perolehan suara mencapai 20 ribu, dari 29 ribu suara pemilih yang akan ikut PSU di 88 TPS di 5 kabupaten/kota di Jambi.

Meski belum terkonfirmasi, informasi ini jangan dianggap remeh dan sepele. Tidak boleh diabaikan. Jika dipraktikkan, jelas sangat menciderai proses demokrasi di Jambi. Apalah arti dua puluh miliar untuk proses akhir pilkada ini bagi kandidat yang beruang dan ambisi menjadi kepala daerah atau gubernur. Dibanding dengan biaya selama proses pra dan pasca pemilihan 9 Desember 2020 lalu, uang Rp20 miliar tidak besar. Duit segitu cuma kaleng-kaleng.

Berbagai pihak, utamanya pengawas pemilu diharapkan buka mata dan telinga. Dugaan ini memang seperti kentut. Baunya ada, tapi tak diketahui sumbernya. Sebagian kita mungkin telah mendengarnya. Mencium baunya. Tapi tak punya kemampuan mengungkapnya. Tapi ini jelas tak boleh diabaikan. Kita semua harus buka mata, pasang telinga. Mengakses transaksi keuangan dengan menggandeng pihak terkait seperti Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah salah satu langkah yang dapat dilakukan.

Menelisik dugaan transaksi serentak atau berkala ke sejumlah rekening baru di sejumlah daerah di Jambi, jelas harus dilakukan. Kalau ada, ini jelas mencurigakan. Seluruh pihak diharapkan juga proaktif menelisik dugaan ini.

Jangan sampai statemen Kapolda Jambi Irjen Pol Albertus Rachmad Wibowo, yang mengancam akan menangkap langsung pelaku politik uang (pemberi dan penerima) hanya jadi sekedar angin lalu. Jangan sampai ketegasan ini macet di tingkat bawah, hanya karena kita abai dan menganggap semua itu, bagi bagi uang Rp 1 juta perkepala itu, tak mungkin.

(Penulis adalah wartawan)

Opini Musri Nauli: Surat Kerajaan untuk Kerinci (1)

  

Musri Nauli

Musri Nauli

Tidak dapat dipungkiri, berbagai dokumen yang tersimpan rapi di Universitas Leiden, Belanda menggambarkan pola komunikasi surat menyurat antara Kerajaan Belanda dengan penguasa Kerinci.

Sebagaimana dituliskan oleh Hafiful Hadi Sunliensyar, naskah-naskah yang didalam literatur disebutkan aksara Jawi didokumentasikan dan dialihbahasan oleh Voorhoeve.

Naskah-naskah Jawi yang diteliti oleh Voorhoeve pada 1941-1942. Voorhoeve dalam penelitiannya telah mendokumentasikan sekitar 89 naskah beraksara Jawi yang ditulis pada kertas

Di antara 89 naskah tersebut, sekitar lima puluhan di antaranya merupakan surat-surat kerajaan yang dikirim kepada penguasa Kerinci. Surat-surat kerajaan tersebut berasal dari Kerajaan Islam yang merupakan jiran dari wilayah Kerinci yaitu Jambi, Minangkabau dan Inderapura.

Naskah Jawi adalah naskah yang ditulis menggunakan aksara Arab-Melayu atau disebut pula sebagai aksara Jawi.

Baca Juga: Opini Musri Nauli: Artefak di Kerinci

Penggunaan aksara Jawi kemudian berkembang seiring dengan banyaknya kerajaan bercorak Islam yang berdiri dan berkembang di Nusantara sejak abad ke-16 M. Penggunaan aksara Jawi tertua pada naskah terdapat di dalam surat yang dikirim oleh Sultan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja João III dari Portugis, berangka tahun 928 Hijriah (1521-1522 M). Aksara Jawi ini juga digunakan oleh para penguasa Jambi dan Minangkabau dalam berbagai surat-suratnya yang dikirim ke berbagai wilayah termasuk ke wilayah Kerinci.

Hafiful Hadi Sunliensyar menjelaskan dengan adanya dokumen dan naskah maka dapat menggambarkan latar belakang historis dalam teks.

Hafiful Hadi Sunliensyar berkonsentrasi terhadap tiga naskah untuk Depati Suka Menggala di Tanah Sleman, Kerinci. Sedangkan naskah lain adalah surat yang dikirimkan untuk Depati Empat.

Pada umumnya surat bertanggal. Dibubuhi cap kerajaan. Berisikan nama-nama pemberi atau yang mengeluarkan naskah, jenis naskah, nama-nama penerima naskah dan tujuan dikeluarkannya naskah.

Surat juga bertanda Kepala surat berisi tentang penjelasan pendirian dan dasar kerajaan Minangkabau yang dimulai dari Nabi Adam sampai Iskandar Zulkarnain.

Yang menarik adalah piagam Kerinci. Berisikan Kitab Undang-Undang Minangkabau dari Kota Manindjau.

Hafiful Hadi Sunliensyar kemudian menyebutkan Kota Manindjau yang dimaksud adalah Koto Majidin, salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Mendapo Karamanten atau Mendapo Kemantan di Kerinci

Naskah kuno yang ditulis dengan aksara Rejang dari Sekungkung. Naskah dimiliki Depati Sandaran Agung. Naskah aslinya dimiliki oleh Depati di Seleman. Dan naskah Inderapura yang dimiliki oleh Depati di Kemantan.

Baca Juga: Opini Musri Nauli: Kesaktian Kerinci

Namun aksara Rejang dikoreksi oleh Ulu Kozok. Menurutnya itu bukan aksara Rejang. Tapi aksara incung. Memiliki kemiripan bentuk dan satu rumpun aksara.

Kemudian didalam naskah ditemukan cap Pangeran Suta Wijaya. Cap ini juga ditemukan di Renah Kemumu. Renah Kemumu termasuk kedalam Marga Serampas. Sekarang menjadi Desa Renah Kemumu termasuk kedalam Kecamatan Jangkat, Merangin.

Makna dari naskah diantaranya (1) Hijrah Nabi ”Sallallahu alaihi wa Sallam”, telah seribu seratus enam (2) tahun pada tahun waw, pada bulan Rabiul Akhir pada enam hari bulan pada malam Jum’at (3) pada waktu Isya, dewasya itu Duli Pangiran Suta Wijaya menggaduhkan (4) piagam kepada Depati Suta Menggala. Serta titah duli Sultan, adapun (5) Tanah Saliman itu selubuk sehukur sedanaunya dan menteri (6) sambilan pamangku lima dan tiga puluhnya dan segala cupak gantangnya, (7) semuwa kamu, sehadat Depati Suta Menggala. Jikalau tiyada menurut (8) perintah Depati Suta Menggala yang benar, jikalau menterinya sedenda men (9) teri jika pemangku sedenda pemangkunya, jika tiga puluhnya sede (10) nda tiga puluhnya, jika cupak gantangnya sedenda cupak gantangnya. Itulah (11) titah duli Pangiran hubaya-hubaya jangan kamu laluwi seperti titah duli (12) pangiran yang digaduhkan kepada Depati Suta Menggala. Tammat iyang (13) menyuratnya Encik Marah orang hiya. ha-ha-ha (ditulis secara vertikal).

Naskah yang dikeluarkan oleh Pangeran dari Kesultanan Jambi yang bergelar Pangiran Suta Wijaya kepada salah seorang depati di Kerinci yang bergelar Depati Suta Menggala. Piagam yang dikeluarkan pada 06 Rabiul Akhir 1106 Hijriah atau 17 November 1694 M ini,secara ringkas berisi pengakuan pihak Kerajaan yang diwakili oleh Pangiran.

Naskah lain berisikan (1) Ini surat piagam digaduhkan Sultan Ingalaga (2) kepada Dipati Suta Menggala telalu Pati Sambilan, (3) jikalau angga’ iya menju(n)jung Dipati Suta Mang (4) gala sah danda Dipati Suta Menggala, tiga puluhnya (5) pun demikian juga dandanya itulah bunyinya (6) titah Sultan, tammat.

Advokat. Tinggal di Jambi

Baca juga Opini Musri Nauli Lainnya:

Jambi Sebagai Kota Dagang

Alasan Rasional Mendesak Mundur

Hak Privasi

Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi

Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi

Musri Nauli

Indonesia adalah negeri kaya-raya. Zamrud khatulistiwa. ”Tongkat dan kayu jadi Tanaman” kata Koes Plus. “Gemah ripah loh jinawi” istilah Jawa. “Padi Menjadi. rumput hijau. Kerbo gepuk. airnya tenang. Ikan jinak. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugu’” istilah Melayu Jambi.

Lalu mengapa Negeri Belanda yang luasnya “seupil mampu menguasai Indonesia 1.09 juta kilometer persegi, 17 ribu pulau selama ratusan tahun ?

Belanda datang ke Indonesia dimulai dari pelayaran pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Berhasil mendekati Kerajaan Banten namun terlibat perang dengan Portugis. Belanda kemudian diusir dari Banten terus ke Madura dan kemudian diusir dan pualng ke Belanda dengan membawa sedikit rempah-rempah.

Tahun 1598, Belanda kemudian tiba dipimpim Jacob van Neck. Hubungan dengan Banten diperbaiki dan kemudian diterima. Belanda kemudian mengirimkan tiga kapal pulang ke Belanda. Tahun 1599 kemudian ke Maluku dan berhasil membawa rempah-rempah melimpah ruah. Tahun 1612.

Tahun 1602, pembesar Belanda Olden Barneveld menghimpun semua kongsi besar kedalam Verenigde Oos-Indische Compagnie (VOC). Gubernur Jenderal VOC Pertama adalah Pieter Both. Semula kedudukan VOC di Ambon untuk kemudahan monopoli rempah-rempah. Namun kemudian dipindahkan ke Jayakarta sebagai control jalur perdagangan di Malaka. Setelah peperangan panjang dengan Jayakarta tahun 1619 berhasil dikuasai. Jayakarta kemudian berganti menjadi Batavia. 

Setelah memantapkan kekuasaan di Batavia selanjutnya VOC konsentrasi ke Banten. Setelah itu Mataram, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon, Makassar dan Bone.

Memasuki tahun 1799, VOC kemudian bangkrut. Disebabkan keserakahan penguasa local, ketidakcakapan para pegawai mengendalikan monopoli bahkan menyebabkan kas VOC menjadi kosong.  Belum lagi perang dengan Inggeris di Persia, Hindustan, Sri Langka dan Malaka. Pemerintahan Belanda kemudian mengambil alih. Masa ini kemudian dikenal dengan Hindia Belanda.

Jejak terhadap perkebunan paska tahun tanaman paksa (cultuursteel) masih dapat dilihat didalam berbagai penelitian.

Tahun 1836-1845 mulai didirikan kebun-kebun kecil di daerah Bogor yaitu: Ciawi, Pondok Gede Cioreg, Cikopo, dan Bolang. Hasilnya pada tahun 1845 telah diekspor teh yang pertama kali dari Jawa ke Amsterdam sebanyak 200 peti. Tahun 1887, dilakukan penanaman teh di Kemuning oleh perusahaan Belanda NV. Cultuur Maatschappij.  Di Karawang Perusahaan perkebunan tersebut hampir semuanya perkebunan karet atau teh pada tahun 1929.

Di Desa Trisobo, tanah-tanah garapan petani hasil membuka hutan, disewa secara paksa oleh pemerintah kolonial Belanda disekitar tahun 1920. 

Pada tahun 1920 petani di seluruh Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas perkebunan yang diperdagangkan. 

Begitu juga perkebunan kelapa sawit pertama di lokasi pantai timur Sumatra (Deli) dan Aceh yang saati itu luasnya 5.123 hektar. Kisah Perkebunan Deli banyak menarik perhatian para penulis. Pembukaan perkebunan di Deli, Serdang diikuti oleh perluasan ke daerah Langkat, Simalungun, dan Asahan memicu pendirian berbagai perusahaan pendukung lainnya Perkembangan perkebunan yang pesat di Sumatera Timur menjadi dasar pendirian berbagai perusahaan seperti kereta api Deli (Deli Spoorweg Maatschappij/DSM), Deli Tanker Installation, Deli Haven Beheer, telepon, perumahan, dan sewa gudang. Di Pasaman dibangun 1906 diantaranya di  Silayang, Muara Sungai Lolo dan Koto Rajo.

Sedangkan karet ditanami tahun 1912 di Batujamus Karanganyar oleh Gouvernement Landbouw Bedrijven (GLB). Karet pertama kali ditanam di Kalimantan Selatan pada tahun 1904; kira- kira tahun 1920-an, daerah ini menjadi kaya dengan karet. Tahun 1920 – 1927 harga karet dipasaran internasional melonjak. Tertarik akan memperoleh keuntungan yang banyak, penduduk daerah Hulu Sungai merombak sawah mereka menjadi kebun karet. Mengusahakan karet saat itu menjadi salah satu mata pencaharian di samping bertani, menangkap ikan serta mengumpulkan hasil hutan. 

Baca Juga Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi di: Thehok.id

Jambi Kota Dagang (3)

 

Jambi Kota Dagang (3)

Musri Nauli 

Didalam Pemerintahan Kerajaan Jambi, keragaman suku-suku bangsa di Jambi didasarkan adanya perbedaan latar belakang asal-usul, adat istiadat. 

Seperti pada masyarakat Melayu yang sering juga disebut sebagai masyarakat kalbu yang 12 atau suku yang 12. 

Berbagai seloko seperti “rumah sekato tengganai”, “kampung sekato tuo”, “negeri sekato batin”, “Rantau Sekato jenang” dan “alam sekato Rajo” atau “Alam nan berajo”,  “Rantau nan bejenang”, “Negeri nan bebatin”, “Luhak nan bepenghulu”,  “Kampung nan bertua” dan  “Rumah nan betengganai” memperlihatkan struktur masyarakat Jambi.

Para ketua adat ditandai dengan pasirah, penghulu, depati, rio, tumenggung dan tuo batin.  

Disusun Daerah batin dimulai dari Keluarga, rumah tangga, kampung, negeri, alam dan kerajaan Jambi. 

Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang menjelaskan didaerah Melayu yang kemudian dikenal Daerah kalbu 12 atau disebut Tanah Raja (Daerah Kesultanan) yang pada umumnya dipegang para Bangsawan. 

Berdasarkan tingkatannya maka Raden keturunan keraton dan perempuan disebut ratumas. Raden keturunan yang perempuan disebut tumas. Raden keturunan anak Rajo 40 yang disebut tumas. Raden keturunan kedipan yang disebut dengan Nyimas. Kemas keturunan dari tumenggung, gelar ini merupakan gelar perseorangan dan yang perempuan disebut Nyimas. 

Sedangkan didalam pemerintahan, para Bangsawan disebut dengan kademang ngabehi. 

Bentuk Pemerintahan Tetap berlaku dan diakui oleh Belanda yang kemudian disebut “administrative controle van een inlandsch gounvernements bestuut sambtenaar atau cenassisten-demang. 

Dalam praktek kemudian menciptakan dua bentuk kekuasaan. Tetap menghormati sistem pemerintahan tradisional yang berdasarkan teritorial. Seperti para tengganai, tuo tengganai, rio, Depati. 

Sedangkan Belanda menempatkan demang, asisten demang dan ambtenar sebagai pemerintahan formal.  

Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani.

Baca Juga Jambi Kota Dagang di Kerinciexpose.com

Opini Musri Nauli : Jambi Sebagai Kota Dagang (2)

Opini Musri Nauli : Jambi Sebagai Kota Dagang (2)

Sebagai kota dagang, Jambi dicatat sejak zaman Orang Kayo Hitam (1500-1515). Pada masa itu Islam berkembang dan menjadi agama resmi Kerajaan Jambi. 

Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang diterangkan pada masa itu kemudian bergelar “Panembahan” dan kemudian Sultan. 

Pangeran Kedak yang bergelar Sultan Abdul Kahar (1615-1643) adalah Raja Pertama Kerajaan Jambi yang memakai telar Sultan. Dan menetapkan secara resmi Kerajaan Jambi disebut Kesultanan Jambi. 

Begitu juga ketika Depati Anom yang berkuasa kemudian  bergelar Sultan Abdul Jalil (1643). Dilanjutkan Pemerintahan Raden Penulis yang kemudian bergelar Sultan Abdul Mahji yang sering disebut Sultan Sri Ingalogo (1665-1690). 

Begitu juga Putra Sultan Sri Maharajo Batu kemudian bergelar Sultan Suto Ingalogo (1740).  

Masa Pemerintahan Raden Denting kemudian bergelar Sultan Agung Sri Ingalogo atau disebut Sultan Mahmud Mahiddin (1812-1833). 

Gelar Sultan juga digunakan Raden Muhammad (Pangeran Ratu) yang bergelar Sultan Mohammad Fachrunddin yang sering disebut Sultan Keramat (1833). 

Sultan Taha Syaifuddin (1855) kemudian tidak mengakui kekuasaan Belanda di Jambi juga menggunakan gelar Sultan. 

Perlawanan terhadap Belanda diteruskan hingga ke Sultan Thaha Syaifuddin yang naik tahta 1955. Sultan Thaha Syaifuddin yang dianggap memiliki perlengkapan Kesultanan (rijkssierenden) dan kerisi Pusaka Siginjei sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Sultan yang sah oleh rakyat Jambi. 

Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang juga diterangkan diterapkan Undang-undang Pemerintahan yang disebut “Pucuk Undang nan delapan”. 

Istilah “Pucuk Undang nan delapan” sering juga disebut “Induk Lapan Anak 12”. 

Delapan atau Lapan kemudian dikenal sebagai hukum formal. Sedangkan hukum acaranya kemudian dikenal “anak 12”. 

Hukum Adat Jambi yang dikenal “Pucuk Undang nan delapan”  atau “Induk Lapan Anak 12” masih digunakan ditengah masyarakat. 

Mampu menghadapi perubahan zaman. Dan dapat dilihat diberbagai Peraturan Desa di berbagai Daerah di Jambi. 

Penulis opini, Musri Nauli, ialah Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Baca Juga Opini Musri Nauli: Jambi Sebagai Kota Dagang di 

Jambiseru.com

Jambiflash.com

Alasan Rasional Mendesak Mundur

Oleh: Musri Nauli

Ketika saya dihubungi teman-teman Jambi TV untuk mengikuti dialog live Kupas Abis di Jambi TV, saya hanya manggut-manggut. Yah, sekedar refresing setelah “terjebak” rutinitas sidang yang hampir menyita waktu.

Tak perlu lagi saya meriset ataupun menguasai data-data. Dengan mengikuti perkembangan politik kontemporer, saya cukup mengetahui. Kemana arah pembicaraan.

Benar. Ketika Akmal memulai alasan mengajukan permohonan ke MK dan kemudian diputuskan oleh MK, dengan rinci dipaparkan alasan kelemahan KPU didalam menyelenggarakan Pilkada.

Kelemahan (apabila tidak mau dikatakan sebagai kesalahan KPU), masalah DPT menjadi perhatian MK. MK dengan tegas memutuskan. KPU tidak profesional dan integritas.

Akibatnya apa ? MK kemudian memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 88 TPS.

Bak bola lambung seperti main volly. Umpan langsung saya sambar.

Bukan sekedar MK yang memerintahkan PSU. Tapi MK juga memerintahkan PSU dengan KPPS dan PPK yang baru.

Namun bukan amar putusan MK yang menarik perhatian. Sebagai advokat yang Sudah biasa praktek di persidangan, bagi seorang advokat, pertimbangan MK yang menjadi dasar untuk menilai putusan MK.

Salah Satu pertimbangan MK yang menarik perhatian adalah pertimbangan MK “Profesional dan integritas” KPU.

Umpan langsung saya sambar. Ya. KPU tidak profesional dan integritas.

Umpan Lambung dari Akmal dan bersandarkan kepada pertimbangan MK membuat KPU tidak integritas dan profesional menjadikan sebaiknya komisioner KPU harus mundur.

Padahal sebagai lembaga penyelenggara pilkada, profesional dan integritas adalah kata-kata kunci membuat dia mendapatkan kepercayaan publik.

Sekali saja tidak mendapatkan kepercayaan publik, apapun hasil yang ditetapkan akan mendapatkan cemoohan dari publik.

Kata tidak profesional dapat disaksikan selama persidangan di KPU.

Sebagai peserta pilkada, tentu saja konsentrasi hanya pada penghitungan suara. Melihat suara yang diraih.

Namun berbagai pernik-pernik selama proses selama pemilihan di TPS, tentu saja menjadi kewenangan dari pihak penyelenggara.

Benar kemudian. Selama persidangan di MK, berbagai pertanyaan hakim MK, komisioner KPU yang dihadirkan cuma cengar-cengir tidak karuan.

Padahal sebagai penyelenggara, mereka memegang dokumen resmi yang berkaitan dengan Seluruh proses pilkada. Sehingga berbagai argumentasi harus didukung dengan data-data.

Apabila didalam dalilnya menyebutkan nama-nama yang tidak berhak memilih (yang menjadi keberatan dari pemohon), KPU harus menunjukkan daftar hadir (absensi). Bukan sekedar omong Doang (omdo).

Tentu saja para peserta pilkada tidak memegang absensi untuk mengecek siapa yang berhak memilih atau tidak.

Saya tidak membayangkan. Bagaimana para komisioner yang memegang amanat sebagai penyelenggara pilkada, sama sekali tidak memegang mandat untuk memastikan penetapan KPU yang telah diteken untuk diamankan di MK.

Pertimbangan MK berkaitan dengan profesional dan integritas sekali lagi membuktikan. Itu kelemahan KPU. Bukan kecurangan oleh peserta pilkada.

Akibat kelemahan KPU, membuat para peserta dirugikan. Masyarakat Jambi juga dirugikan.

Belum lagi-lagi akibat kelemahan KPU, membuat negara harus mengeluarkan kocek lebih dalam. Mengeluarkan dana untuk melaksanakan PSU.

Padahal ditengah pandemi corona yang belum usai, dana yang dikeluarkan dapat memberikan subsidi kepada siswa-siswa yang harus mengeluarkan biaya untuk sekolah.

Sehingga pernyataan saya di forum live KUPAS ABISS di Jambi TV meminta seluruh komisioner KPU Provinsi Jambi adalah muara dari rangkaian peristiwa.

Bukan sekedar pernyataan dari Langit.

Penulis adalah Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Jambi Sebagai Kota Dagang

Oleh: Musri Nauli

Judul yang dipaparkan merupakan subjudul dari SEJARAH SOSIAL JAMBI – Jambi Sebagai Kota Dagang dari proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Depdikbud, 1984.

Didalam buku kemudian diterangkan Jambi dalam lintasan sejarah sebagai bandar Niaga Melayu dalam periode Kerajaan Melayu Jambi.

Pada zaman keemasan abad XIV, Jambi yang terkenal sebagai bandar Niaga Melayu Jambi adalah tempat pelabuhan ekspor rempah-rempah seperti lada, cengkeh, karet dan hasil Bumi lainnya.

Dalam tulisannya, Dedi Arman menerangkan sejarah panjang Lada di Jambi. Dengan mengutip sejarawan Gusti Asnan, buku Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara, Sumatera Tenggara Pada Abad XVII dan XVIII, M.A.P Meilink Roelofsz dalam bukunya Perdagangan Asia & Pengaruh Eropa di Nusantara, perdagangan lada di Jambi pada abad ke XVI- XVIII, Buku Lindayanti, Junaidi T. Noor, Ujang Hariadi, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, A.B Lapian dalam tulisannya Jambi Dalam Jaringan Pelayaran dan Perdagangan Masa Awal, Jambi Dalam Lintasan Sejarah Melayu (Abad I-XVII) (Anastasia Wiwik Swastiwi, Sejarah Sumatra (William Marsden),  ada sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-6 melalui Pulau Jawa dan Sumatera. Di Indonesia, lada mendapat sebutan nama baru merica yang diambil dari bahasa sansekerta.

Salah satu jenis lada, yaitu kemukus telah dikenal sebagai barang ekspor dari Palembang dan Jambi dan jadi primadona di pasar Cina dan nusantara pada abad ke VIII. Lada (piper nigrum) bukan berasal dari nusantara, melainkan dari barat daya India. Merica jenis ini tak tumbuh alami melainkan dibudidayakan. (Wiiliam Marsden, 2008).

Adanya perdagangan lada di Jambi menyebabkan pendatang merantau ke Jambi, diantaranya orang Minangkabau, Bugis, Arab, Cina dan suku-suku lainnya di Indonesia.

Lebih lanjut diterangkan, Lada di Jambi dihasilkan di daerah hulu. Produsen utama lada di Jambi adalah orang-orang Minangkabau yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari, khususnya di dua distrik yaitu Tanjung dan Kuamang, federasi Kota Tujuh (VII Koto) dan Sembilan Kota (IX Koto).

Lada juga ditanam di aliran sungai Muaro Ketalo dan sepanjang aliran sungai Tembesi dan Merangin. Kerinci juga dikenal daerah penghasil lada.

Mengutip dari Tom Pires, Dedi Arman menerangkan, sejak awal abad XVI, Jambi dikenal sebagai penghasil  emas  dan mungkin hal inilah  yang mendorong orang Minangkabau datang ke VII Koto dan IX Koto

Lada di Pelabuhan Jambi tak hanya datang dari daerah Hulu Jambi, tapi juga dari daerah wilayah yang termasuk daerah penyangga Kesultanan Jambi.Lada yang masuk ke Jambi datang dari berbagai daerah di Sumatra, terutama dari Minangkabau.Lada dibudidayakan di kaki perbukitan pegunungan Bukit Barisan.Hasil lada dari Minangkabau dibawa ke hilir menggunakan transportasi sungai.

Ada dua pola perdagangan lada di Jambi. Pertama, pola perdagangan lada dari daerah produksi di hulu dibawa ke hilir (Pelabuhan Jambi). Kedua, lada dari hulu tak dibawa ke hilir melainkan dibawa melalui jalur alternative.Dari hulu dibawa ke Muaro Tebo (Dijuluki Malaka Kecil) yang nantinya dibawa ke Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal.

Letak Pelabuhan dari pendekatan geografis sangat ideal dan memegang posisi vital dalam hubungan laut Tiongkok dan India. Jalur distribusi jalan perdagangan laut perniagaan asia.

Letak dan posisi strategis dan terletak diujung selatah Malaka adalah jalur terpendek perniagaan lagu dari Tiongkok ke Selat Malaka.

Catatan I’ Tsing dengan jelas menunjukkan rute Tiongkok – India yang harus melalui jalur kerajaan Melayu Jambi. Pelabihan menjadi tempat persinggahan kapal bresar dari Selat Malaka Menuju Tiongkok dan sebaliknya. Kapal India, Persia dan Arab singgah di Pelabuhan Melayu. Sembari menunggu angin timur laut.

Sungai Batanghari yang kemudian bermuara ke Selat Malaka merupakan jalur distribusi dari pedalaman Jambi.

Sehingga pedagang dari pedalaman Sungai Batanghari yang kemudian melewati Jambi dan terus ke Selat Malaka masih dikenal didalam tutur ditengah masyarakat. Seperti Seloko “Mengilir Berajo Jambi. Lipat pandan balek Ke Rajo Minangkabau”.

Sehingga tidak salah kemudian jalur distribusi melewati Sungai Batanghari dan kemudian bermuara ke Selat Malaka menyebabkan Muara Sabak menjadi pembicaraan dalam catatan-catatan petualang dunia.

Jalur ini kemudian dikenal sebagai jalur pantai timur sumatera.

Tarik menarik dan penguasaan jalur perdagangan distribusi Pelabuhan Melayu Jambi yang begitu strategis di Selat Malaka menyebabkan perang Johor – Jambi (1665-1690). Kerajaan Jambi yang kemudian disebut Kesultanan Jambi mulai terlibat dalam pertempuran dengan Belanda, Portugal dalam kancah menjaga Pelabuhan Melayu Jambi.

Sultan Sri Ingalogo berhasil menutup kantor Serta VOC di Jambi. Belanda kemudian hanya menempatkan VOC di Sumatera di Palembang.

Perlawanan terhadap Belanda diteruskan hingga ke Sultan Thaha Syaifuddin yang naik tahta 1955. Sultan Thaha Syaifuddin yang dianggap memiliki perlengkapan Kesultanan (rijkssierenden) dan kerisi Pusaka Siginjei sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Sultan yang sah oleh rakyat Jambi.

Perlawanan Sultan Thaha Syaifuddin terus menerus menyebabkan terbunuhnya kontrolir van Laar (1891). Kemudian terbunuhnya Komandan Militer (1899). Perlawanan Sultan Thaha Syaifuddin kemudian berakhir 1904.

Begitu strategisnya posisi Pelabuhan Melayu Jambi dalam kancah perdagangan Pantai timur sumatera menyebabkan Jambi sudah lama dibincangkan dalam percaturan global.

Dan tidak dapat dipungkiri mimpi membangun Pelabuhan Samudra di ujung Jabung adalah posisi strategi yang tidak boleh diremehkan.

Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani.

Opini Musri Nauli: Hak Privasi

Merdekapost.com - “Data penduduk merupakan hak privasi setiap warga yang diatur dalam perundang-undangan”, Kata Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri melalui rekaman video saat kegiatan penyerahan data pemilih pemula tambahan ke KPU tanggal 18 Juni 2020.

Hal itu Tito sampaikan dalam sambutannya melalui rekaman video saat kegiatan penyerahan data pemilih pemula tambahan ke KPU, Kamis (18/6).

“Mari kita jaga kerahasiaan sistem security. Karena data-data ini menyangkut privasi yang kita comply kepada rule of law”, katanya menegaskan.

Hak privasi adalah data-data pribadi yang pengertiannya dapat ditemukan didalam UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU No. 23 Tahun 2006). UU No. 23 Tahun 2006 kemudian mengalami perubahan berdasarkan UU No. 24 Tahun 2013.

Didalam Pasal 1 angka 22 UU No. 24 Tahun 2013 disebutkan “data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenarannya serta dilindungi kerahasiaannya.

Adapun mengenai data pribadi, pengertiannya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”).

Pasal 1 angka 22 UU 24/2013 menyebutkan “Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Hak privasi (data pribadi) adalah hak konstitusional. Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 tegas mencantumkan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 kemudian diturunkan didalam pasal 2 UU No. 23 Tahun 2006 junto UU No. 24 Tahun 2013 yang menyatakan setiap penduduk mempunya hak untuk memperoleh… (c) perlindungan atas data pribadi.

Dengan demikian maka penyebarluaskan identitas warga negara merupakan perbuatan yang melanggar jaminan perlindungan hak privasi warga negara.

Membaca pasal 2 UU No. 23 Tahun 2006 junto UU No. 24 Tahun 2013 yang menyebutkan KTP adalah dokumen kependudukan resmi yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Didalam KTP terdapat informasi seperti data pribadi atau data perseorangan. Data pribadi dan dokumen kependudukan kemudian diwajibkan kepada negara untuk disimpan kerahasiaannya.

Data perseorangan meliputi Nomor KK, NIK, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir dan seterusnya.

Berdasarkan KTP, KK dan NIK, KPU kemudian melakukan pemutakhiran data. Sehingga terhadap data-data yang telah memenuhi persyaratan mengikuti pemilu maka kemudian ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Dengan demikian maka berdasarkan maka berdasarkan Pasal 20 ayat (13) Peraturan KPU No. 19 Tahun 2019 menyebutkan “Salinan DPT yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), ayat (11), dan ayat (12) tidak menampilkan informasi nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga Pemilih secara utuh.

Sehingga DPT dan salinan DPT yang kemudian diberikan kepada pihak diluar KPU haruslah Tetap dirahasiakan.

Mekanisme ini dilakukan dengan cara data DPT kepada pihak-pihak selalu ditutupi dengan 8 bintang (Surat KPU-RI nomor 335/HK.03.1-Kpt/06/KPU/VII/2020).

Sanksi terhadap pelanggaran ataupun orang yang menyebarkan data kependudukan data pribadi dapat diancam dengan Ancaman pidana dan denda (Pasal 95 A UU No. 24 Tahun 2013).

Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Arang Habis Besi Binasa; Menakar Peluang CE-Ratu dalam PSU Pilgub Jambi



Oleh Nurul Fahmy

PELUANG pasangan Cek Endra - Ratu Munawaroh yang diusung Golkar- PDIP, dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Jambi terbilang sangat tipis. Pasangan ini diyakini tidak akan mampu meraih suara maksimal hingga melampaui perolehan suara pasangan Haris - Sani.

Pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) hanya mengabulkan PSU di 88 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 279 TPS yang dimohonkan.

Sebanyak 88 TPS itu berada di 5 kabupaten, yakni Muarojambi sebanyak 59 TPS, Kabupaten Kerinci sebanyak 7 TPS, Batanghari 7 TPS, Sungapenuh sebanyak 1 TPS, Tanjabtim sebanyak 14 TPS.

Jika satu TPS maksimal terdapat 300 pemilih maka jumlah pemilih total di 88 TPS itu katakanlah sebanyak 26.400. Jika PSU diikuti ketiga calon maka peluang suara masing-masing calon hanya sebanyak 8.800 suara.

Pasangan Haris-Sani sejauh ini telah memiliki modal suara dari pemungutan 9 Desember 2020 lalu sebanyak 11.418 suara.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi pada 22 Maret 2021 kemarin, ada perintah untuk menggabungkan perolehan suara yang tidak dibatalkan berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jambi Nomor: 127/PL.02.6-Kpt/15/Prov/XII/2020.

Pasangan Haris- Sani yang sudah punya modal 11.418 hanya memerlukan suara minimal 7 ribu lagi saja. Jika itu diperoleh, maka jumlahnya tentu tidak dapat dilampaui oleh pasangan Cek Endra - Ratu Munawaroh. Meskipun misalnya pasangan ini berkoalisi mengalihkan suara pemilih petahana Fachrori Umar - Syafril Nursal ke mereka. Sebab total suara yang tersisa sebanyak 17.600.

Tapi kemungkinan ini sangat kecil. Ada proses politik yang tidak fair terjadi sebelum PSU ini, yakni pencurian suara FU- SN sebanyak 2 ribu suara di Kotobaru, Sungaipenuh, yang dialihkan tanpa hak ke pasangan CE-Ratu.

Kemudian partispasi pemilih juga sangat menentukan peluang keberhasilan masing-masing calon dalam PSU ini. Partisipasi pemilih dalam PSU ini diyakini tidak akan melebihi target partisipasi pemilih oleh KPU dalam Pilkada 9 Desember 2020 lalu sebanyak 77 persen.

Peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana meyakini partisipasi pemilih dalam PSU cenderung lebih rendah dibandingkan saat hari H pemungutan suara.

Ia mengatakan, sejumlah persoalan menyebabkan partisipasi pemilih menurun dalam PSU. Sebab, PSU bisa saja dijadwalkan pada hari kerja, berbeda dengan pelaksanaan pemungutan suara serentak pada 9 Desember 2020 yang ditetapkan menjadi hari libur nasional. Sehingga, kemungkinan pemilih tidak dapat datang kembali ke tempat pemungutan suara (TPS).

Selain itu, sosialisasi adanya PSU juga dilakukan tidak secara masif dan hanya sebatas pemberitahuan ke pemilih di TPS yang melaksanakan pemungutan suara ulang. Sejauh ini, suara sumbang dari bawah juga telah terdengar dari sebagian masyarakat tentang proses pemilihan yang dinilai bertele-tele ini.

Kemudian hal yang perlu diingat, dari 88 TPS tersebut, sebagian besarnya berada di Kabupaten Muarojambi, yakni sebanyak 59 TPS. Daerah ini dalam pemilihan 9 Desember 2020 lalu merupakan lumbung suara Haris -.Sani

Maka demikianlah, jika saja partisipasi pemilih dalam PSU minim, ditambah persoalan teknis lainnya mengemuka, maka alamat pasangan CE- Ratu tambah dalam jatuhnya selepas PSU ini. Tambah sakit. Ibaratnya, arang habis besi binasa!!! Wallahu"alam bissawab.

Penulis adalah wartawan

***

Inklusi untuk UMKM



Apalah arti pengembangan keuangan syariah tanpa mengedepankan UMKM.

Oleh: ADDIN JAUHARUDIN, Wasekjen Bidang Ekonomi PP GP Ansor, Sekretaris Komite Industri Manufaktur dan Pengembangan Produk Halal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

Islamic Finance Development Indicator (IFDI) menempatkan industri keuangan syariah Indonesia di posisi kedua dunia pada tahun ini atau naik dua peringkat dari tahun lalu. Namun, posisi tersebut masih di bawah Malaysia.

Padahal, potensi pasar Indonesia lebih tinggi daripada negara tetangga itu. Berdasarkan World Population Review, penduduk Muslim Tanah Air (2020) 229 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk 273,5 juta jiwa. Sekitar 13 persen populasi Muslim dunia.

Angka itu jauh dibandingkan populasi Muslim di Malaysia, sekitar 33 juta jiwa. Kita harus mengakui perkembangan keuangan syariah di Tanah Air cukup lambat. Setelah lebih dari dua dekade, kontribusi keuangan syariah tidak lebih dari lima persen.

IFDI mencatat, pangsa bank syariah (2016) masih 4,8 persen dari total industri perbankan; reksa dana syariah 4,5 persen; sukuk sebagai salah satu alternatif investasi juga masih 3,2 persen; dan industri keuangan nonbank hanya 3,1 persen.

"Kita harus mengakui perkembangan keuangan syariah di Tanah Air cukup lambat."

Dari ketiga indikator itu, perbankan syariah berkontribusi terbesar untuk keuangan syariah sebesar 50 persen, diikuti sukuk 44 persen; lalu asuransi syariah, dan reksa dana hanya 65 persen. Mari kita menengok keberhasilan Malaysia.

Dalam the 5th International Monetary Economics and Finance Conference 2019 dikatakan, industri keuangan syariah dalam sektor keuangan Malaysia menunjukkan keunggulan karena mengadopsi prinsip intermediasi berbasis nilai (VBI).

Pemerintah Malaysia menerbitkan beberapa dokumen pedoman seperti panduan implementasi VBI, yakni VBI score card dan kerangka kerja penilaian dampak berbasis nilai kepada sektor industri khusus, utamanya pembiayaan UMKM yang digawangi perempuan.

Ini pembiayaan melalui platform dana pendampingan antara lembaga keuangan dan kontribusi publik untuk memberdayakan UMKM. Hasilnya, menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, rasio kewirausahaan mencapai 8,76 persen.

Lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang hanya 3,47 persen pada 2020. Untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, setidaknya tingkat rasio kewirausahaan harus berada di angka minimal 10 persen.

Mari kita menguraikan ekosistem keuangan syariah di Tanah Air. Sebelumnya, sistem keuangan syariah Indonesia terdiri atas tiga otoritas yaitu BI sebagai lembaga yang mengatur kebijakan makroprudensial, OJK mengampu kebijakan mikroprudensial.

"DSN MUI menjaga kesyariahan kegiatan transaksi keuangan syariah. Ada pula Baznas dan BWI yang membentuk infrastruktur pasar keuangan syariah lebih dinamis dan humanis"

DSN MUI menjaga kesyariahan kegiatan transaksi keuangan syariah. Ada pula Baznas dan BWI yang membentuk infrastruktur pasar keuangan syariah lebih dinamis dan humanis. Di sektor ritel, ada Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri.

Pada 2019 pemerintah mendirikan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Berkat ekosistem ini, OJK melaporkan, sektor keuangan syariah semakin berkembang bahkan terbukti kebal terhadap dampak pandemi Covid-19.

Hingga Desember 2020, aset keuangan syariah Rp 1.770,3 triliun atau tumbuh 21,48 persen, sebelumnya 13,84 persen pada 2019. Untuk pembiayaan bank syariah tumbuh 9,5 persen atau jauh lebih tinggi dibandingkan bank konvensional yang terkontraksi -2,41 persen.

Setidaknya ini memberi angin segar untuk segmen kredit bagi UMKM.Untuk memperkukuh industri keuangan syariah, pemerintah menetapkan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 10 Februari 2021.

Komite itu saat ini resmi digawangi Kementerian Keuangan. Secara simultan di bulan yang sama, Kementerian BUMN menggabungkan bank-bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Ini agar UMKM  mengakses pembiayaan syariah.

Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, 51 persen UMKM belum mengetahui adanya sistem pembiayaan syariah. Sekitar 62,9 juta badan usaha skala UMKM, hanya di bawah 5 persen yang sudah menjangkau keuangan syariah.

"Kita punya BSI yang menargetkan pembiayaan kredit UMKM Rp 53,83 triliun dan PT Jamkrindo Syariah, lembaga penjamin untuk UMKM."

Mumpung sebentar lagi Ramadhan dan Idul Fitri, UMKM seharusnya memanfaatkannya. Penyaluran pembiayaan harus cepat disalurkan. Kita punya BSI yang menargetkan pembiayaan kredit UMKM Rp 53,83 triliun dan PT Jamkrindo Syariah, lembaga penjamin untuk UMKM.  

Kita berkaca dari Lebaran 2019, setidaknya tahun sebelum pandemi, industri makanan dan minuman naik 30 sampai 38 persen di bulan puasa. Kegiatan ekonomi pasar tradisional dan modern pun meningkat tajam. Termasuk lonjakan penjualan daging dan sembako.

"Ramadhan dan Lebaran bisa menjadi momentum kebangkitan ekosistem keuangan syariah dengan menguatkan UMKM dari sisi modal."

Bank Indonesia mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) jelang bulan puasa pada 2019 sebesar 128,1. Sebagai informasi nilai IKK di atas 100 mencerminkan optimisme konsumen akan kondisi ekonomi ke depannya. Di bawah 100 berarti konsumen merasa pesimistis.

Jadi, Ramadhan dan Lebaran bisa menjadi momentum kebangkitan ekosistem keuangan syariah dengan menguatkan UMKM dari sisi modal, BUMN melakukan pembinaan, serta Kementerian UKM menjadi agen pemasaran produk.

Apalah arti pengembangan keuangan syariah tanpa mengedepankan UMKM. Mengingat UMKM di Indonesia berkisar 62,9 juta dengan kontribusi sekitar 60 persen terhadap perekonomian/produk domestik bruto.

Kesenjangan Kualitas Hidup Masyarakat

Oleh : Ita Miranti, S.ST, M.Si

Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Jambi

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat. IPM disusun berdasarkan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Dimensi umur panjang dan hidup sehat diwakili oleh indikator umur harapan hidup saat lahir. Dimensi pengetahuan diwakili oleh indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi standar hidup layak diwakili oleh pengeluaran per kapita yang disesuaikan. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara. Indeks ini dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu tingkat rendah jika IPM kurang dari 60; tingkat sedang (60 ≤ IPM < 70); tingkat tinggi (70 ≤ IPM < 80), dan tingkat sangat tinggi jika IPM di atas 80. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Pembangunan Manusia tahun 2020 sebesar 71,94 atau tumbuh 0,03 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan IPM tahun 2020 dipengaruhi pandemi Covid-19, khususnya pada indeks pengeluaran.  Mirisnya meskipun meningkat, masih adanya kesenjangan antar wilayah di Indonesia.

IPM Indonesia meningkat dari 66,53 pada tahun 2010 menjadi 71,92 pada tahun 2019. IPM tahun 2020 tercatat sebesar 71,94 atau tumbuh 0,03 persen, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Dari sisi pendidikan, pada tahun 2020 anak-anak berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,98 tahun atau hampir setara dengan lamanya waktu untuk menamatkan pendidikan hingga setingkat Diploma I. Dari sisi kesehatan, bayi yang lahir pada tahun 2020 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,47 tahun, lebih lama 0,13 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan IPM tahun 2020 sangat dipengaruhi pandemi Covid-19, khususnya pada indeks pengeluaran yaitu turunnya rata-rata pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Indikator ini turun dari 11,30 juta rupiah pada tahun 2019 menjadi 11,01 juta rupiah pada tahun 2020.

Dengan capaian tersebut, rata-rata pertumbuhan IPM tahun 2010–2020 menjadi sebesar 0,87 persen per tahun dan meningkat dari level “sedang” menjadi “tinggi” sejak tahun 2016 . Dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia berarti menunjukkan adanya peningkatan atau perbaikan dari angka harapan hidup, kualitas pendidikan serta daya beli  masyarakat. Meskipun jika kita lihat meningkat, namun capaian indeks pembangunan manusia 2020 ini belum mencapai target APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2020 yang dipatok 72,51.
Badan Pusat Statistik mencatat Provinsi DKI Jakarta memiliki angka IPM yang paling tinggi yaitu sebesar 80,77 , sekaligus menjadikan DKI Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dengan status capaian pembangunan manusia yang “sangat tinggi” (IPM ≥ 80). Jumlah provinsi dengan status capaian pembangunan manusia yang “tinggi” (70 ≤ IPM < 80) pada tahun 2020 ada sebanyak 22 provinsi dan dengan status “sedang” (capaian 60 ≤ IPM < 70) ada sebanyak 11 provinsi.  Sementara itu, Provinsi Papua merupakan provinsi yang memiliki IPM paling rendah yaitu sebesar 60,44.  Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antar Provinsi.
Bagaimana dengan angka IPM Provinsi Jambi? Pada tahun 2020, IPM Provinsi Jambi telah mencapai 71,29. Angka ini meningkat sebesar 0,03 poin dibandingkan dengan IPM pada tahun 2019 yang sebesar 71,26. IPM Provinsi Jambi berada pada level “tinggi’. Hal ini merupakan kali ketiga IPM Provinsi Jambi nilainya di atas 70 poin. Bayi yang lahir pada tahun 2020 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,16 tahun, lebih lama 0,10 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir tahun 2019. Anak-anak yang pada tahun 2020 berusia 7 tahun memiliki harapan untuk dapat bersekolah selama 12,98 tahun (Diploma I), meningkat 0,05 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada tahun 2019. Pengeluaran per kapita disesuaikan (harga konstan 2012) masyarakat sebesar 10,39 juta rupiah pada tahun 2020, berkurang 200 ribu rupiah dibandingkan dengan tahun 2019.

Pada tahun 2020, pencapaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota se Provinsi Jambi cukup bervariasi. IPM pada level kabupaten/kota berkisar antara 64,43 (Tanjung Jabung Timur) hingga 78,37 (Kota Jambi). Kemajuan pembangunan manusia terlihat dari perubahan status pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota. Sejak tahun 2015 tidak ada lagi kabupaten/kota yang berstatus “rendah”. 

Sebelumnya masih terdapat 1 kabupaten dengan status “rendah” yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan telah beralih menjadi status “sedang” bersama 8 kabupaten lainnya. Sementara pembangunan manusia dengan status “tinggi” telah dicapai oleh Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh sejak tahun 2011. Pada tahun 2017 bertambah Kabupaten Kerinci yang mengalami perubahan status dari level “sedang” menjadi “tinggi”.

Meskipun Indeks Pembangunan Manusia dari tahun ke tahun meningkat, namun pemerintah masih punya sejumlah pekerjaan rumah untuk menyelesaikan kesenjangan antar daerah karena masih adanya kejomplangan pendidikan dan kesehatan yang besar. Pada tahun 2020 angka IPM tertinggi untuk level kabupaten/kota terdapat di Kota Yogyakarta yaitu sebesar 86,65. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki angka IPM terendah berada di Kabupaten Nduga (di Provinsi Papua) yang masih berkisar di angka 31,55 padahal IPM Kota Jayapura saja sudah mencapai 79,94.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menegaskan ada tiga kebijakan pembangunan yang dipilih menjadi strategi terpadu percepatan pembangunan daerah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu: Strategi pertama, percepatan pembangunan daerah diletakkan dalam dua pendekatan koridor. Koridor pertama yaitu pertumbuhan yang menekankan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan basis keunggulan wilayah yang dapat meningkatkan nilai tambah, devisa, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Koridor lainnya pemerataan yang mendorong pengembangan wilayah penyangga (hinterland) di sekitar pusat pertumbuhan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat sesuai prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), yakni tidak meninggalkan satu pun kelompok masyarakat.

Strategi kedua, pengembangan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan afirmatif untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, kecamatan lokasi prioritas perbatasan, dan pulau-pulau kecil terluar dan terdepan. Pola afirmatif diarahkan untuk perluasan akses pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, penyediaan sarana dan prasarana perumahan, air bersih dan sanitasi, listrik, peningkatan konektivitas dan pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi sebagai basis ekonomi digital. Juga perluasan kerja sama dan kemitraan dalam investasi, promosi, pemasaran, dan perdagangan. Strategi ketiga, pembangunan desa terpadu sebagai pilar penting dari percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal dalam periode lima tahun ke depan. Strategi tersebut dirancang agar mencapai target 25 daerah keluar dari klasifikasi daerah tertinggal pada 2024.

Bagaimana tingkat kompetensi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia lain?. Berdasarkan data Human Development index (HDI) memperlihatkan bahwa Indonesia pada tahun 2020 menduduki peringkat 107. Pada peringkat ini, nilai HDI yang dicatatkan adalah 0,718 yang nilainya sama dengan Filipina. Meskipun oleh UNDP (United Nations Development Programme) Indonesia sudah dikelompokkan menjadi negara dengan HDI tinggi, tetap saja kondisi ini patut menjadi perhatian, karena Indonesia masih tertinggal dengan beberapa negara sahabat. Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang memiliki HDI sebesar 0,938 (peringkat 11). Juga, tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang sudah mencapai HDI sebesar 0,810 (peringkat 62) dan juga Brunei Darussalam yang memiliki HDI sebesar 0,838 (peringkat 47).

Apa saja yang menyebabkan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara kawasan ASEAN lain?  Salah satunya adalah angka harapan untuk menikmati pendidikan masih setara Diploma  I belum sampai perguruan tinggi. Bayangkan saja beberapa negara ASEAN yang mayoritas penduduknya sudah mengenyam pendidikan rata-rata sampai pendidikan tinggi, sementara Indonesia angka harapan lama sekolahnya di tahun 2020 hanya sebesar 12,98 tahun atau setara Diploma I. Jadi sebenarnya jika saat ini kita melihat sudah banyak rekan kita yang sudah mengenyam tingkat pendidikan hingga S1 atau S2, tetapi menurut data yang tadi disebutkan ternyata indonesia masih tertinggal dengan negara-negara kawasan ASEAN lain sehingga hal ini masih menjadi tugas pemerintah untuk mengatasi ketimpangan atau kesenjangan antar wilayah serta kesenjangan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Yang Kukenal dari Bohok

Oleh: Musri Nauli


Mendapatkan kabar “majunya” Hasan Mabruri (Bohok) sebagai Ketua PAN Jambi segera memantik energi baru. Menikmati kopi di pagi.

Semula “kabar sas-sis-sus” diterima ketika dalam perjalanan pulang dari Jakarta. Setelah sidang di MK.

Hampir seluruh tim pendukung menggunakan angkutan darat. Selain dapat memobilisasi lebih banyak, menggunakan angkutan darat lebih santai. Sembari menikmati perjalanan jauh Jakarta – Jambi.

Segera kuhubungi via video call whatapp. Menanyakan kepastian kabar heboh.

Saat itu aku hampir sampai di Merak. Sekitar 5 km lagi. Sedangkan Bohok baru masuk tol dari Jakarta.

“Betul, hok. Ente mau maju PAN Kota”, kataku sembari menikmati jalan tol.

“Iyo, bang. Insya allah”, katanya sembari menikmati perjalanan dari Jakarta.

Panggilan “ente” adalah panggilan akrab beberapa teman-teman yang rata-rata alumni UIN STS (dulu IAN). Panggilan “ente” juga sering kusampaikan beberapa teman-teman dari advokat. Beberapa teman-teman Walhi Jambi juga sering kusapa panggilan ente.

Kamipun berbicara dengan tema-tema lain. Sembari menikmati perjalanan melewati jalan tol.

Bohok kukenal sejak mahasiswa. Menjadi aktivis yang memperjuangkan petani di Tungkal Ulu. Aktif dan menjadi bagian penting. Loyalitas dan dedikasi yang berpihak ketidakadilan tidak perlu diragukan lagi.

Walaupun kemudian waktu terus berjalan, Hubungan silahturahmi terus dibangun. Hampir semua kalangan aktivis mengenalnya.

Performance dan kerjanya cukup rapi. Menguasai detail.

Menjelang Pilgub Jambi 2020, hubungan kerja dan hubungan personal semakin intensif.

Mengawangi posisi strategis sebagai “Direktur media center”, dia mengawal “dapur” tim Posko. “menguasai data-data penting”, “mendesain strategi dan “mengurusi dapur tim”.

Ditangannya kemudian isu-isu strategis mampu dilahap dan menjadi pembicaraan publik.

Dalam menghadapi berbagai kekalutan dan sumbatan informasi, dia mampu “mencari jalan keluar”, menjadi penerang, menenangkan tim yang kalut.

Bahkan apabila dianggap penting, dia sendiri datang (walaupun tengah malam) ke Posko media. Meminta agar media tidak terpancing dengan permainan lawan.

Disaat adanya “klaim” kemenangan pihak lawan, dia sengaja menelephone saya. Meminta agar tim media tidak “terpancing” dengan berita kemenangan lawan.

“Jam 5 sore hasil quick count kita sudah masuk 87%, bang. Kita menang. Tapi kita meminta kepada Lembaga survey agar masuk 100%. Agar memastikan kemenangan”, katanya menegaskan. Yakin sekali suaranya terdengar diujung telephone.

Dan ketika Posko Kemenangan Al Haris-Sani menggelar konferensi pers, menghadirkan seluruh partai pendukung dan tim Sukses, Bohok mampu menerangkan kemenangan yang diraih.

Namun yang membuat saya kagum adalah “penguasaan database”. Salah satu kekuatan di Pilkada.

Dengan tim yang rapi, solid dan disiplin dan mampu mempeloti “selisih suara” yang ada di rekap C 1 dengan hasil yang diupload di KPU.

Bayangkan. Hanya 4 jam, kekeliruan data yang masuk diupload dengan data rekap C 1 dapat diketahui. Sehingga terhadap kekeliruan data ataupun adanya permainan data oleh penyenggara pilkada dapat diketahui. Sehingga proses di kecamatan dapat dibongkar.

Untunglah penetapan dapat diperbaiki pada tahap selanjutnya.

Ketika penetapan KPU Provinsi, kehadiran Bohok didalam rapat pleno membuat saya tenang. Selain dipastikan angka-angka yang disoroti menjadi “makanan” Bohok, kehadirannya justru kami menikmati kemenangan.

Sehingga angka kemenangan yang diraih tidak berbeda jauh dengan penetapan KPU.

Ketika hasil kemenangan melalui penetapan KPU Provinsi Jambi kemudian “dibawa” ke MK, kulihat Bohok mempersiapkan seluruh kebutuhan tim di Jakarta.

Entah dengan mempersiapkan seluruh “video conferensi” live dari MK, memastikan seluruh saksi, mengontrol kebutuhan logistic seperti tempat, makanan maupun pendukung lain.

Bahkan ketika “selesainya” acara, kulihat Bohok memastikan seluruh proses dengan baik. Entah menemui manager hotel, memastikan tidak ada masalah dan memastikan seluruh peserta pulang kembali ke tempat masing-masing.

Sebagai posisi penting di Tim Pemenangan Al Haris-Sani membuat, peran Bohok sangatlah vital. Sehingga seluruh proses yang dilalui hampir dipastikan hampir melewati “meja bohok”.

Saya sedang membayangkan kebangkitan PAN di Kota. Sebagai salah satu indikator kembalinya kejayaan PAN.

Dan saya percaya. Ditangan Bohok yang menguasai detail pilkada Jambi, Bohok mampu menghadirkan suasana baru.

Anak muda yang menguasai detail medan tempur.

Selamat bertarung, Sobat. Kutunggu medan tempur selanjutnya.

(Penulis adalah Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani)

APA SIH BMI ITU ?

Pitria Nopa Asriani Wasekjend DPN BMI dan Kirana Pungki Apsari Sekretaris Departemen Opini dan Kajian Publik

BMI adalah singkatan dari Bintang Muda Indonesia dengan jargon Cerdas, Santun dan peduli yang merupakan sayap dari partai terbesar di Indonesia yaitu partai demokrat, di bawah pemimpin yang cerdas dan berkarakter seperti Agus Harimurti Yudhoyona, melihat hal itu  maka dianggap perlu untuk bergerak mengumpulkan anak muda yang santun, cerdas dan peduli terhadap bangsa dan negara, karena sudah saatnya kaum muda yang terdepan, kaum muda yang bergerak karena muda adalah kekuatan.

BMI dideklarasikan pada tanggal 2 Februari 2020, yang di pimpin oleh Farkhan Efendi , walaupun usianya tergolong masih muda dan baru di dirikan, tapi BMI telah berada di 34 propinsi, sampai saat ini sudah 14 propinsi dilantik dan mengikuti pendidikan kader, kemudian sudah berada di 50 kabupaten Kota se-Indonesia dalam kurun waktu kurang dari satu tahun dari terbentuknya BMI, dan akan menyusul untuk Provinsi serta Kabupaten dan Kota lainnya di Indonesia dalam waktu dekat.

Menyadari bahwa generasi muda adalah sumber kekuatan bangsa yang memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa maka BMI hadir memberi wadah untuk generasi muda dalam mempersiapkan diri untuk menyongsong era revolusi 4.0 dan society 5.0, karena semakin maju peradaban maka generasi muda dituntut untuk bergerak dinamis, kritis dan visioner.

BMI menjembatani generasi muda untuk memperkuat karakter dan identitas bangsa sehingga hendaknya dapat terwujudnya persatuan bangsa tanpa membedakan ras,suku, agama dan gender, meskipun BMI adalah sayap partai politik, tapi bukan politik yang dikedapankan melainkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, di BMI tidak ada politik yang saling menjatuhkan apalagi sesama rekan perjuangan di BMI itu sendiri, karena di BMI ingin mencari generasi muda yang berprestasi, cerdas, santun dan peduli.

BMI tidak pandang bulu, maka yang terbaiklah yang didahulukan, jadi ketika sudah bergabung di BMI  generasi muda dapat mengembangkan segala potensi didalam diri.

Dengan kondisi Indonesia hari ini sangat diperlukan anak muda yang peka, anak muda yang kritis serta peduli terhadap bangsa Negara, karena Indonesia butuh anak muda, mengapa? Karena anak mudalah yang sadar bahwa  beda itu biasa. 

Ada banyak momentum bersejarah dinegeri ini karena anak muda bergerak,ditambah lagi fakta bahwa bonus demokrafi Indonesia akan dikuasai angkatan muda, bayangkan jika bonus demokrafi tak hanya di hidmati dengan sendiri-dendiri tapi beramai-ramai berhimpun, mendorong isu perubahan yang penting serta mengawal kebijakan-kebijakan yang amburadur, katakanlah tentang anti korupsi, hukum dan ekonomi atau tentang apa saja yang berdampak terhadap negeri ini.

Anak muda kerap menjadi generasi yang mampu menciptakan gelombang wacana, fenomena viral dan trending topic di media social adalah bentuk dominasi wacana yang notabane anak mudalah pencipta resonansinya, keterbukaan informasi dan akses ilmu pengetahuan yang terpapar luas telah memungkinkan mereka untuk memperoleh literasi politik yang memadai.

Anak muda harus tahu bahwa penting membangun budaya yang membawa konteks bahwa anak muda mampu berkontribusi dalam partisipasi nyata disetiap solusi, dan anak muda harus tahu perlu langkah nyata yang harus dimulai sejak hari ini, membentuk generasi masa depan serta mengejar ketertinggalan,  melihat hal itu,besarnya peran anak muda bagi bangsa dan Negara ini, maka dari itulah BMI hadir dan menjadi wadah anak muda untuk berpartisipasi berkarya dan berkreasi karena BMI menyadari bahwa 10 dan 20 tahun kedepan anak mudalah generasi penentu negeri dan pemimpin masa depan. 

Jika kamu adalah anak muda itu? 

Maka bangun dan bergegaslah untuk bergabung di BMI. 

Bergerak Bergerak Bergerak!


Oleh : Pitria Nopa Asriani Wasekjend DPN BMI dan Kirana Pungki Apsari Sekretaris Departemen Opini dan Kajian Publik

Opini: Pilkada, Penguasa dan Money Politik

Oleh: Oga Gandradika Oktavora, SE

Masyarakat kembali bersiap menghadapi gelaran pilkada serentak 2020. Sesuatu yang membuat kita semua diliputi kekhawatiran dan rasa waswas karena Pilkada serentak tahun 2020 ini ditengah pandemi Covid-19. Namun, keputusan (politik dan hukum) telah diambil dan semua pihak harus menanggung risiko. Tentu dengan mengoptimalkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai upaya proteksi terhadap kemungkinan penularan Covid-19.  

Penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi kemudian membuat perhelatan tersebut bertambah jenis kerawanannya. Tidak hanya rawan dari hal lain selain tahapan pemilu (nonelektoral) karena faktor wabah, tetapi juga secara teknis dan politis. Ini bisa dilihat dari temuan indeks kerawanan pemilihan (IKP) yang dipublikasikan pada Februari dan update IKP setelah wabah yang dirilis Juni 2020. Pada IKP yang dirilis di awal tahapan pilkada, dua isu yang cukup menonjol dalam menyumbang kerawanan pilkada adalah netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan politik uang (money politics). Daerah dengan indeks kerawanan tertinggi di Indonesia yaitu Kota Sungai Penuh yang juga akan melaksanakan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota pada tanggal 9 Desember nanti. 

Rilis terbaru yang dikutip dari laman Bawaslu pada tanggal 6 Desember lalu, Kota Sungai Penuh menempati posisi kedua setelah Manokwari. 

Pilwako Sungai Penuh

Kota Sungai Penuh yang memiliki 68.097 mata pilih ini mendapat predikat daerah yang rawan dalam ajang Pilkada dengan indikator netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga Politik uang (Money Politik).  

Pilkada di Sungai Penuh diikuti oleh 2 pasang Calon, yaitu Ahmadi Zubir-Alvia Santoni dan Fikar Azami-Yos Adrino.  

Pasangan nomor urut 1 Ahmadi Zubir-Alvia Santoni diusung oleh 3 Partai Politik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Beringin Karya (BERKARYA). Pasangan ini berlatar belakang Akademisi, Ahmadi adalah Ketua Perguruan Tinggi, Alvia Santoni sendiri juga merupakan Ketua Perguruan tinggi di Sungai Penuh.  

Pasangan nomor urut 2 Fikar Azami-Yos Adrino berlatar belakang Politisi, Fikar adalah Ketua DPC Partai Demokrat Sungai Penuh yang juga anak kandung dari Walikota Sungai Penuh yang sekarang masih menjabat, Asafri Jaya Bakri (AJB). Sdangkan Yos Adrino adalah Pengurus DPD Partai Amanat Nasional Provinsi Jambi.  

Setidaknya ada enam indikator dalam IKP 2020 yang merekam praktik politik uang. Keenamnya adalah (dimensi sosial politik) pemberian uang/jasa ke pemilih untuk memilih calon tertentu saat masa kampanye, pemberian uang/barang/jasa ke pemilih untuk memilih calon pada masa tenang, pemberian uang/barang/jasa ke pemilih untuk memilih calon pada saat pemungutan suara, (dimensi kontestasi) politik uang kepada pemilih untuk memilih calon tertentu, mahar politik, dan politik uang kepada tokoh untuk memilih calon tertentu.  

Meski hanya menangkap gejala (indikasi) di permukaan, temuan IKP 2020 tersebut memperkuat temuan para ilmuwan politik seperti Hicken (2007), Sumarto (2009), Aspinal dan Sukmajati (2014), Muhtadi (2018), serta Aspinal dan Berenscot (2019) mengenai praktik politik uang. Kerentanan masyarakat terhadap politik uang makin parah karena dampak Covid-19 yang menimbulkan krisis ekonomi seperti pemutusan hubungan kerja, lesunya aktivitas usaha masyarakat, dan terhentinya operasi banyak pabrik yang mengakibatkan pengangguran. Tekanan ekonomi itu menjadi sangat potensial bagi terjadinya praktik politik uang, meminjam istilah Muhtadi (2018) bahwa di situ ada supply dan demand. Atau adanya pertukaran (vote buying) karena manfaat timbal balik antara pemilih dan calon (Aspinal dan Berenscot, 2019).  

Gejala itu misalnya tampak dalam beberapa laporan media dan juga terekam dalam temuan Bawaslu mengenai politisasi bantuan sosial yang terjadi dalam periode kedaruratan Covid-19 di sejumlah daerah. Situasi wabah ini, biasanya potensial dijadikan oleh pasangan calon, khususnya para petahana (incumbent).  

Aspek Hukum  

Jika mencermati statistik putusan pengadilan terhadap praktik politik uang dalam dua event pemilihan, yaitu pilkada 2018 dan Pemilu 2019, terjadi peningkatan dari 22 kasus pada pilkada 2018 menjadi 82 kasus pada Pemilu 2019. Tentu peningkatan statistik putusan pengadilan bagi praktik politik uang menjadi hal yang positif. Dan pasti membuat harapan publik jadi tinggi terhadap hal yang sama pada tahun ini.  

Tetapi, perlu juga dipahami, antara rezim pemilu dan pilkada memiliki konsep-konsep, norma, dan pengaturan yang berbeda sehingga dalam penerapannya juga berbeda. Meski demikian, terdapat hal-hal yang misalnya dalam rezim pilkada mengatur lebih tegas. Itu bisa dilihat dari unsur pelaku politik uang yang dalam pasal 187A UU Pilkada menyebut setiap orang. Sedangkan dalam UU 7/2017, politik uang dibagi ke dalam sub tahapan, yaitu di masa kampanye unsurnya pelaksana kampanye, di masa tenang adalah tim dan pelaksana kampanye, dan di hari pemungutan suara adalah setiap orang.  

Upaya tersebut harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sipil, perguruan tinggi, tokoh agama, dan partai politik untuk membangun pilkada berintegritas. Sejumlah inisiatif kerja sama juga harus dibangun bersama KPK, Komnas HAM, KASN, KPI, Pers, Kemenkominfo, dan lembaga-lembaga lainnya.  

Artinya, harus kesadaran publik terkait upaya melawan politik uang sebagai kejahatan dalam pemilu/pilkada. Hal lain yang harus dilakukan adalah dengan gairah patroli pengawasan yang dilakukan di seluruh daerah pada hari tenang. Meski belum menjawab keseluruhan masalah politik uang, usaha bersama melawan praktik politik uang harus kita kuatkan. Pengawasan atas potensi praktik politik uang dalam tahapan pilkada tentu menjadi objek yang diawasi khusus. Sebab, kejahatan politik uang mempunyai daya ledak yang sangat tinggi dan merusak kemurnian demokrasi.  

Tentu situasi tersebut jadi tantangan bagi kita semua dalam melakukan upaya optimal, terutam di Kota Sungai Penuh ini baik dari sisi pencegahan, pengawasan, maupun penindakan.  

Kalau kita semua menginginkan Pemilu yang berintegritas, katakan tidak untuk Politik Uang (Money Politik). 

*Penulis adalah wartawan

Opini: Lawanlah Yang Berotak, Bukan Kotak

Oleh : Oga Gandradika Oktavora, SE

Pada pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 9 Desember 2020 mendatang, sejumlah calon tunggal di 31 daerah seperti  di Medan, Solo, Makassar, Kediri, Blitar, Sungai Penuh dan berbagai kabupaten-kota lainnya diprediksi berpotensi melawan kotak kosong.

Kondisi ini cukup memprihatinkan. Karena bisa menjadi preseden buruk bagi Pilkada dan demokrasi di Indonesia.

Pilkada adalah kompetisi tentang visi dan misi antar Calon kepala daerah. Banyaknya calon tunggal tersebut menyebabkan tidak terwujudnya substansi pilkada.

Karena yang dihadapi kotak, kotak artinya dia tidak punya otak, dia tidak punya visi dan misi, padahal kita punya penduduk terbesar, empat terbesar dunia.

Adanya kemungkinan calon tunggal di daerah 31 daerah tersebut membuktikan bahwa upaya untuk melakukan pendidikan politik, dan demokasi tersebut telah mengalami pasang surut dalam memilih pemimpin masa depan.

Dan ini juga sebagai pertanda demokrasi itu tidak sehat. perlu adanya terobosan yang dilakukan melalui undang-undang yang berkaitan pilkada atau pemilu.

Kian banyaknya calon tunggal tanda demokrasi yang tidak sehat. Turunkan threshold untuk pilkada itu salah satu cara. Syarat 5-10 persen kursi sudah cukup. Itu memudahkan banyaknya partai mencalonkan pasangan.

Apa tidak malu, masa yang menjadi lawan bukan yang berotak, tapi kotak?

Penulis adalah Wartawan

Opini Wartawan, Opini Redaksi

Oleh Nurul Fahmy

MERDEKAPOST.COM - Taklid (taqlid) buta yang berkembang soal jurnalisme adalah wartawan tidak boleh beropini. Pandangan ini jelas telah ditafsir secara salah. Kemudian digunakan untuk menjegal kebebasan individu (jurnalis) dalam menyatakan pendapatnya (opini) terhadap sesuatu hal.

Gejala ini, gejala pelarangan wartawan untuk berpendapat ini, lucunya, biasanya, lebih bersifat politis. Maksudnya, jurnalis diharamkan berpendapat soal pilkada, pilpres dan pilkades atau lain-lain pemilihan.

Kalau sikit saja wartawan berpendapat--soal politik--, maka sinisme sudah muncul, bahkan makin meluas; dituding ikut-ikutan berpolitik praktis.

Alih alih meluruskan paham yang salah ini, mereka, para wartawan itu, celakanya, justru bertaklid buta juga dengan pandangan wartawan tidak boleh beropini itu. Alhasil, banyak kali kita lihat wartawan seperti apatis, a-historis dan acuh tak acuh dengan kondisi politik, sejarah dan termasuk kejadian atau ketidakadilan yang terjadi hari ini.

Sebagaimana taklid, orang yang meyakini paham ini biasanya tidak begitu mengerti bagaimana jurnalis bekerja, dan seperti apa struktur kerja mereka. Mereka beranggapan, kerja wartawan itu tunggal, bersifat pribadi dan sehingga bisa saja sentimentil. Tentu tidak sesederhana itu, Ferguso!

Kerja wartawan itu kolektif. Sebuah laporan yang final, dalam jajaran redaksi yang ideal, merupakan buah kerja banyak orang. Meski perannya maksimal, namun laporan reporter hanya dapat terbit berdasarkan persetujuan banyak pihak diatasnya, setelah melalui proses penyuntingan oleh redaktur. Dengan demikian, di media yang tertib, sang wartawan tentu saja tidak bisa menyelipkan pandangan pribadinya dalam sebuah berita.

Lantas, apakah wartawan boleh beropini? Tidak. Tentu saja tidak boleh, kalau beropini di dalam berita. Wartawan hanya boleh beropini di luar berita, seperti di kolom opini, media sosial ataupun blog pribadi. Tapi bukan berarti media tidak dapat menyampaikan opini redaksi dalam beritanya. (Soal bagaimana opini pribadi bisa masuk di dalam berita akan saya tulis di bagian kedua tulisan ini).

Menuliskan opini adalah cara mengembangkan gagasan dan mengemukakan pandangan. Dia juga berguna untuk menajamkan pikiran, menghindarkan diri dari gejala pikun dan pelupa. Cara lain untuk berargumen secara benar dan bertanggung jawab. Dan beropini tentu saja merupakan hak sipil dalam negara demokrasi, yakni bebas berbicara dalam rangka mengembangkan pendapat umum.

Mengembangkan pendapat umum ini juga merupakan peran dan tanggung jawab pers, sebagai pilar ke empat demokrasi. Pers dapat memuat pendapat atau opini pengamat (ahli) di dalam beritanya. Berita jenis ini, biasanya bukan jenis berita ringan (straight news). Tapi umumnya berita yang bertujuan kritis. Untuk mengubah cara pandang publik, mempengaruhi kebijakan pemerintah dan merupakan sikap redaksi terhadap suatu peristiwa.

Di bagian ini, sedikit yang menyadari bahwa 'opini redaksi' berperan banyak dalam isi berita. Tapi jelas bukan opini individu. Ini adalah pandangan redaksi yang menggunakan pengamat atau ahli yang sejalan dengan media yang bersangkutan.

Meski dalam beberapa kasus, kebijakan redaksi, keberpihakan mereka, biasanya lebih mewakili afiliasi bisnis dan politik si pemilik media. Kalau idealnya, sih, kebepihakan media itu hanya pada kebenaran dan kepada rakyat. Tapi faktanya dapat kita simak sendiri.

Metro TV dan Berita Satu, misalnya, bisa jadi hanya akan meminta pendapat para ahli yang sejalan dengan keinginan mereka ketika membahas soal rezim Jokowi. Begitu pula TVOne, RMOL atau Tirto.id akan menulis dengan sudut pandang para ahli yang sesuai dengan kebijakan redaksi mereka.

Di bagian lain, opini redaksi biasanya ditulis khusus oleh pemimpin redaksi dan dimuat di kolom khusus yang bernama tajuk rencana. Namun sekali lagi ini adalah pandangan umum redaksi. Bukan pandangan individu. Meski dibanyak kasus juga, kebijakan redaksi merupakan pandangan umum pemimpinnya.

Kemudian, jika wartawan tidak dapat mengembangkan pendapat pribadi secara langsung, dimana dia bisa bebas bersuara?

Wartawan boleh saja menulis apa saja, termasuk soal politik sekalipun. Ketika menuliskan opininya, wartawan tidak dapat dikait-kaitkan dengan profesinya. Apa yang dituliskannya adalah tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab redaksi. Opini bukan laporan jurnalistik.

Di pengujung masa Orde Baru yang megah, wartawan Seno Gumira Ajidarma (kini Rektor IKJ) mengatakan, "Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara". Jurnalisme, tulis dia, terikat oleh seribu satu kendala, dari bisnis sampai politik untuk menghadirkan dirinya. Buku Sastra bisa dibredel, tetapi kebenaran dan kesustraan menyatu bersama udara, tak tergugat dan tak tertahankan.

Namun di zaman kiwari, seandainya jurnalisme telah kehilangan marwahnya, dan sastra hanya dipenuhi "penyair salon yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya"--mengutip Rendra dalam Sajak Sebatang Lisong---maka opinilah yang harus bekerja.


(Penulis adalah Jurnalis, Ketua IWO Provinsi Jambi)

Dinasti Politik Tumbuh Subur Sebagai Kekuatan Politik Kekuasaan



Dinasti Politik Tumbuh Subur Sebagai Kekuatan Politik Kekuasaan

(Gerakan social anti permainan Dinasti Politik)

Oleh Syamsul Bahri, SE

Kita harus menyadari bahwa Dinasti politik tidak muncul dengan sendiri, ada beberapa factor pendukung antara lain munculnya Era reformasi yang dimulai semenjak tahun 1988 dan sekaligus sebagai era disentralisasi di wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indenesia (kecuali daerah istimewa dan daerah khusus), munculnya Pemilihan secara langsung Kepala Daerah, dan saat itu secara bertahap fenomena dinasti politik di tingkat daerah muncul dengan baiknya.

Dengan disentralisasi tersebut yang sesungguhnya bertujuan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam mengelola potensi dan kekayaan daerah dalam mensejahteraakan rakyat dan meningkat pembangunan daerah masing-masing, maka mulai bermunculan elit-elit lokal yang berusaha untuk menguasai daerah tersebut (Effendi, 2018).
Dengan masa jabatan yang tersisa sudah diperjuangkan oleh masing-masing Kepala daerah bahkan tidak menutup perjuangan untuk meneruskan perjuangan sebagai Pimpinan daerah. Walaupun masa jabatan Kepala hanya 2 periode namun akan mendorong Kepala daerah dan kerabatnya/keluarganya  untuk maju melanjutkan kekuasaan  agar kekuasaan  tetap berada di tangan keluarga/kerabatnya.

Tentunya proses untuk melanjutkan kepemimpinan tetap melalui jalur demokrasi, namun jalur demokrasi yang lebih banyak dirancang dan direkaya agar kepemimpinan dapat dilanjutkan melalui dinasti politik kekuasaan, yang dimulai dari kekuasaan yang telah dan akan dimiliki dengan memanfaatkan potensi dan kekayaan yang ada di wilayah tersebut, baik kekayaan Sumber Daya Alam, potensi kekayaan pengadaan barang dan jasa proyek, bahkan petensi SDM ASN dan Birokrat serta pengusaha daerah, bahkan potensi Politikus dan Partai Politik di daerah .

Pemanfaatan tersebut dimulai semenjak pra Pemilu-KADA (saat kekuasan tahap awal),  saat rekrutmen Bakal Calon Kepala Daerah melalui Politikus dan Partai Politik, tahapan Pemilu-KADA, sampai pasca Pemilu-KADA bahkan sampai pada tahap kekuasaan akan terus dan terus berjalan sebagai sebuah Dinasti Politik kekuasaan yang kerkesinambungan, dengan cakaran dan kekuatan keluarga/karabat semakin dalam dan semakin berkuasa, termasuk masalah jual beli jabatan.
Kondisi ini jika terus berjalan secara Terstruktur, Sistimatis, dan Masif (TSM), yang sesungguhnya memang diakui secara hukum tidak ada yang dilanggar dan sesuai dengan HAM, namun secara etika tidak baik karena dapat menyebabkan ketidak adilan dalam distribusi kekuasaan politik, bahkan akan mencederai semangat dari demokrasi dimana kekuasaan politik harus didistribusikan secara merata kepada masyarakat.

Kontestasi politik yang  langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil (luber dan jurdil) yang bertujuan sesuai tujuan dan arah demokrasi, menjadi impian masyarakat Indonesia dalam Pemilu-KADA, justru cenderung dipengaruhi oleh sistem kepentingan keluarga, mulai dari proses pencalonan hingga kemenangan tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara asal keluarga yang berkuasa. Ini bukanlah yang pertamakali dalam praktik dinasti politik, sudah menerapkan dinasti politik yang mengancam demokrasi.

Pemilu-KADA serentak tanggal 9 Desember 2020 menjadi hangat diperbincangkan saat ini,  justru membuat dinasti politik di daerah semakin mencuat. Sejumlah nama yang bemungkinkan dinamakan baca-Kada yang berasal dari Dinasti Politik mulai gencar didengung-dengungkan sampai pada saat mendapat rekomendasi dan rencana rekomendasi dari DPP yang saat ini sedang hangat-hangatnya, tentunya bebekal eksistensi orang tua yang berkuasa dalam pemerintahan, membuat mereka percaya diri untuk maju sebagai bakal calon.

Dinasty politik tersebut bukan hanya dari anak Bupati atau wali kota, gubernur bahkan sampai anak/keluarga Presiden dan wakil Presiden percaya diri untuk maju sebagai Bakal Calon Kepala Daerah, yang yakin dengan eksistensi orang tua akan mendapat pengaruh dalam proses baik pasca, rekrutmen, Pilakada bahkan Pasca Pemilu-KADA.

Dinasti Politik bukan sesuatu  yang baru dalam politik kekuasaan di Indonesia, praktik ini diartikan sebagai kekuasan yang dijalankan sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga, baik keturunan, ikatan perkawinan, hubungan darah maupun sanak saudara. Dinasti politik lebih identik demokrasi yang berbasis dengan kerajaan, sedangkan demokrasi hanya sebuah rekayasa system untuk mewujudkan sebuah Dinasti kekuasaan, karena kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun. Namun Indonesia sendiri menganut sistem demokrasi, sehingga dinasti politik sangatlah tidak tepat jika diterapkan.
Disadarioleh kita semua, setiap orang memiliki kesempatan yang sama  untuk ikut serta dalam kontestasi politik, begitupula untuk mengakses jabatan publik baik sebagai Gubernur, Bupati maupun Walikota. Namun demokrasi melalui Pemilu-KADA serentak yang seharusnya memberikan kesempatan lebih luas bagi banyak orang, justru sebaliknya menumbuh suburkan dinasti politik didaerah.

Dari banyak sumber dan reference bahwa Dinasti politik, dengan pola yang ada, cenderung kekuasaan mereka yang terlibat dalam lingkaran dinasti politik sering menyalahgunakan kekuasaan, menyalahgunakann amanah dan jabatannya. Bahkan ketika sudah tidak lagi menjabat lagi, mereka tetap bisa mengendalikan pemerintahan lewat anggota keluarganya yang juga menjabat dalam instansi pemerintahan, sehingga peluang dan potensi KKN serta pemiskinan di tingak masyarakat sangat besar dan tercipta.

Jika kita kaji secara konstitusi bahwa dinasti politik dianggap sesuatu yang syah dan wajar secara hukum dan kecenderungan tidak bisa terelakan, maka pengawasan terhadap aktivitas Dinasti Politik dari penyelenggara terutama yang membidangi hukum dan pengawasan secara ketat seperti Banwaslu dan Lembaga Independent lainnya serta Lembaga penegak hukum, termasuk KPK harus sudah dari awal proses mulai melakukan pengawasan terutama pada wilayah yang memiliki indikasi adanya Politik Dinasti dalam Pemilu-KADA, baik dalam proses persiapan yang memainkan semua potensi yang ada dalam kekuasaannya, rekruitmen oleh Partai Politik yang rentan dengan Mahar, Money serta Cast Politik, sampai pada saat pelaksanaan dan pasca pelaksanaan, agar biaya politik bisa ditekan sehingga setiap warga memiliki kesempatan untuk mencalonkan dalam kontestasi politik dan menjadi pejabat publik yang adil.

Suatu daerah jika kita bicara secara jujur, bahwa masyarakat membutuhkan dan memerlukan pemimpin yang terpilih dengan cara system demokrasi yang benar benar berdasarkan demokrasi sesuai tujuan demokrasi itu sendiri untuk memimpin suatu daerah atau wilayah. Pemimpin yang terpilih sesuai dengan aspirasi rakyat, bukan aspirasi keinginan Parartai Politik dan koalisiya, yaitu Kepala Daerah yang amanah, yang akan mendengar dan mementingkan suara rakyatnya dibanding kepentingan partai politik, pribadi dan kelompok dan elite. Diharapkan juga menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN dan dapat dipercaya oleh rakyatnya.

Sehingga secara hukum Dinasti Politik sesuatu yang syah dan legal, namun secara etika tidak layak dan tidak etis, apalagi track record calon dari dinasti politik cenderung sangat lemah, disamping indikasi demokrasi berbasis kerajaan, dan dampak negative sebagaimana dari banyak reference akibat Dinastii politik yang mengancam kesejahteraan masyarakat, maka solusi yang paling tepat, adanya Gerakan social secara nasional untuk menolak Dinasti politik dan pengawasan dan pemantauan secara khusus oleh pemerintah dan penyelenggara terhadap pelaksaaan Pemilu-KADA yang berindikasi adanya calon barbasis Dinasti Politik, sekali upaya hukum yang tegas dan melekat untuk menghentikan kegiatan yang memiliki indikasi memainkan money politik.

)*penulis adalah pengamat politik provinsi Jambi tinggal di Sungai Penuh



Berita Terpopuler

Copyright © MERDEKAPOST.COM. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs