KUHAP Baru Perkuat 11 Hak Advokat, Dorong Keadilan Transparan dan Restoratif

JAKARTA – Advokat Arya Candra S.H., CLA., CM.d., seorang advokat  PERADAN (Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara) menegaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Baru menandai era baru dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Regulasi ini mentransformasi peran advokat dari "penonton pasif" menjadi aktor utama yang aktif dan strategis dalam setiap tahapan penegakan hukum. 

 "Sebagai bagian dari profesi advokat di PERADAN (Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara) saya telah menyaksikan sendiri bagaimana KUHAP lama membatasi peran kami. Pendampingan advokat kerap lebih bersifat simbolis. Namun, KUHAP Baru telah mengubah paradigma tersebut secara drastis, menggeser fokus utama dari pembalasan menjadi pemulihan dan keadilan restoratif," ujar Arya Candra S.H., CLA., CM.d. 

 Arya Candra menyoroti bahwa KUHAP Baru memberikan, 11 hak advokat yang fundamental, memastikan kehadiran advokat tidak lagi sebatas formalitas, melainkan menjadi bagian integral dari proses hukum. PERADAN (Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara) siap mendukung implementasi ini melalui pembinaan anggota untuk memaksimalkan peran strategis advokat: 

 1. Pendampingan yang Meluas,  Advokat boleh mendampingi semua pihak  yang berhadapan dengan hukum, tersangka, terdakwa,saksi, korban, pelapor, dan terlapor pada setiap tingkat dan tahapan pemeriksaan. Ini adalah lompatan besar dalam perlindungan Hak Asasi Manusia.

2.  Hak Memberi Nasihat Hukum,  Advokat berhak memberikan nasihat hukum secara penuh kepada klien tanpa batasan. 

3. Mengajukan Keberatan Resmi,  Setiap keberatan yang diajukan advokat selama pemeriksaan, wajib dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan tidak boleh diabaikan. "Dulu keberatan kami sering diabaikan, sekarang keberatan itu punya tempat dan kekuatan hukum sebagai bagian dari akta autentik BAP," tegas Arya Candra.

4.  Akses Terhadap Dokumen, Advokat berhak meminta dan mendapatkan salinan dokumen yang berkaitan dengan perkara klien, termasuk salinan BAP. 

5. Komunikasi Aktif dengan Klien, Advokat dapat menghubungi, berkomunikasi, dan mengunjungi klien (tersangka, terdakwa, saksi, atau korban) sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tahap pemeriksaan dan setiap waktu.

6. Menghadirkan Ahli atau Saksi yang Meringankan, Advokat memiliki hak untuk menghadirkan ahli atau saksi yang dapat meringankan klien dalam proses pemeriksaan dan persidangan. 

7. Akses Rekaman Pemeriksaan,  Advokat berhak mendapatkan akses terhadap rekaman proses pemeriksaan, yang sebelumnya akses ini sepenuhnya berada di tangan penyidik. Ini akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

8.  Menuntut Pemenuhan Hak Klien,  Advokat berhak menuntut pemenuhan hak-hak klien sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. 

9.  Mengajukan Permintaan Penangguhan Penahanan**: Advokat dapat mengajukan permintaan penangguhan penahanan bagi kliennya. 

10. Mengajukan Praperadilan,  Dalam hal terjadi dugaan pelanggaran prosedur atau penyalahgunaan wewenang, advokat berhak mengajukan permohonan praperadilan. 

11. Mendapatkan Informasi Perkembangan Perkara, Advokat berhak mendapatkan informasi terkini mengenai perkembangan perkara kliennya. 

 "Perluasan hak-hak ini bukan sekadar penambahan pasal, melainkan fondasi baru bagi advokat PERADAN (Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara) untuk benar-benar menjadi garda terdepan penegakan hukum dan pelindung hak asasi warga negara. Hal ini juga sejalan dengan semangat keadilan restoratif yang makin ditekankan oleh KUHAP Baru," pungkas Arya Candra S.H., CLA., CM.d.

 "Namun, ini juga menuntut tanggung jawab besar dari profesi advokat untuk terus meningkatkan kompetensi dan integritas demi mewujudkan keadilan yang sesungguhnya." 

 Pernyataan Resmi Advokat Arya Candra S.H., CLA., CM.d. dari PERADAN (Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara).

Menakar Rasionalitas Kejaksaan dalam Pengelolaan Aset Sitaan PT PAL

Menakar Rasionalitas Kejaksaan dalam Pengelolaan Aset Sitaan PT PAL

Analisa oleh Roland Pramudiansyah*

Di tengah hiruk pikuk dinamika penegakan hukum yang terus bergerak, publik sering kali hanya melihat hasil akhir seperti penetapan tersangka, penahanan, atau putusan majelis hakim. Namun di balik satu tindakan hukum, selalu ada dasar normatif, ukuran profesional, serta standar objektivitas yang dapat diuji. Tulisan ini berdiri pada kerangka tersebut bukan sebagai juru bicara institusi mana pun, tetapi sebagai hasil pembacaan independen atas hukum acara pidana, doktrin hukum, yurisprudensi, dan pola penindakan di berbagai perkara yang memiliki kesamaan fakta hukum.

Kejaksaan, sebagai dominus litis, memiliki mandat Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Kejaksaan untuk melakukan penyidikan pada tindak pidana tertentu. Dalam konteks itu, hukum memerintahkan bahwa setiap tindakan harus melalui tiga syarat utama: (1) kecukupan bukti, (2) legalitas tindakan, dan (3) proporsionalitas. Standar ini ditegaskan dalam putusan-putusan kunci seperti Putusan MA No. 153 K/Pid.Sus/2013, Putusan MA No. 1144 K/Pid.Sus/2015, dan beberapa putusan lain yang menekankan bahwa tindakan penyidik harus selalu dapat diuji rasionalitas hukumnya.

Penegakan hukum tidak bekerja di ruang kosong. Ia bergerak mengikuti rute yang dibatasi KUHAP, Undang-Undang Kejaksaan, doktrin yurisprudensi, serta prinsip kehati-hatian yang telah menjadi standar etik bagi setiap aparat penegak hukum. Karena itu, setiap tindakan penyidik termasuk penyitaan dan pemanfaatan barang bukti tidak boleh dibaca sebagai manuver subjektif, melainkan sebagai konsekuensi logis dari hukum acara pidana.

Roland Pramudiansyah. (Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Provinsi Jambi)

Tulisan ini disusun bukan sebagai pembelaan institusi mana pun. Saya bukan humas Kejaksaan, bukan corong PT MMJ, dan bukan pula juru bicara PT PAL. Ini adalah pembacaan hukum yang independen: menganalisis apa yang seharusnya, apa dasarnya, dan bagaimana praktik lembaga lain melakukan tindakan identik tanpa menuai salah tafsir publik.

Penyitaan bukan tindakan suka-suka. Ia adalah perintah undang-undang.

Pasal 39 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa barang yang diduga diperoleh dari tindak pidana atau dipakai untuk melakukan tindak pidana dapat disita.

Lalu bagaimana pemanfaatannya?

Tidak semua publik memahami bahwa KUHAP memberi dasar tegas, ketika saya memahami Pasal 45 KUHAP, bahwa Barang Bukti Boleh Dipinjamkan untuk Kepentingan Publik atau Pemiliknya, Dengan Syarat Tertentu.

Bunyi norma inti pasal itu adalah

“Benda sitaan dapat dipinjamkan kepada yang berkepentingan apabila hal itu diperlukan untuk kepentingan tertentu dan tidak menghilangkan fungsi pembuktian.”

Ini penting bahwa pemanfaatan aset sitaan secara terbatas tidak hanya diperbolehkan, tetapi telah menjadi praktik hukum acara yang sah.

Karena itu, ketika aset PT PAL dikelola atau dioperasionalkan secara terbatas pasca penyitaan, tindakan tersebut tidak melanggar KUHAP sepanjang fungsi pembuktian tidak rusak dan tidak mengurangi nilai barang bukti.

Yurisprudensi bahkan menguatkan hal ini. Putusan MA No. 153 K/Pid.Sus/2013 dan Putusan MA No. 1144 K/Pid.Sus/2015 sama-sama menegaskan dua prinsip:

  1. Penyidik wajib menjamin barang bukti berada dalam keadaan terjaga dan tidak menurunkan nilai ekonomisnya.
  2. Penguasaan oleh penyidik bukan berarti barang tidak boleh digunakan sepanjang tidak mengganggu pembuktian.

Inilah yang dilupakan sebagian orang yang mempersoalkan PT PAL, mereka keliru memaknai penyitaan sama seperti penghentian total operasional, padahal hukum acara tidak pernah memerintahkan demikian.

Secara normatif, setiap tindakan penyidik wajib memenuhi tiga syarat: 

  1. Kecukupan bukti (Pasal 184 KUHAP).
  2. Legalitas tindakan (Pasal 1 angka 16 KUHAP tentang tindakan penyidikan).
  3. Proporsionalitas dan akuntabilitas (asas equality before the law dalam Pasal 27 UUD 1945 serta asas due process of law).

Ketiga syarat ini juga lah yang dievaluasi publik terhadap Kejaksaan dalam kasus PT PAL. Namun bila ditarik secara dogmatis, penyitaan dan pengelolaan aset itu justru berada dalam rel hukum positif, bukan di luar rel.

Saya kira untuk memahami lanskap hukum Jambi hari ini, tidak adil jika mengabaikan fondasi yang dibangun oleh Kajati Jambi sebelumnya. Di internal Kejaksaan, dikenal sebagai salah satu dari sedikit Kajati di Indonesia yang memiliki kompetensi mendalam dalam hukum perbankan sebuah kekhususan yang jarang dimiliki pejabat setingkatnya.

Keahliannya dalam banking law bukan sekadar gelar akademik, tetapi diakui melalui penanganan perkara-perkara rumit yang melibatkan skema keuangan, rekayasa transaksi, hingga analisis pergerakan dana lintas rekening. Dalam banyak yurisprudensi Tipikor, pemahaman detail terhadap pola transaksi ini menjadi kunci mengungkap mens rea dan kerugian negara. Bahwa Jambi pernah berada dalam era penegakan hukum yang berorientasi pada presisi analisis finansial adalah bagian dari warisan Kajati Jambi yang saat ini menjabat sbg Kajati Jabar.

Demikian pula dengan Kajari Jambi, saat itu menjabat Aspidsus. Track recordnya menunjukkan kecermatan dalam konstruksi hukum, khususnya dalam meminimalkan risiko error in persona atau overcriminalization yaitu dua problem klasik dalam penindakan Tipikor yang kerap mengundang kontroversi.

Keduanya mewakili model kepemimpinan teknokratis yakni tidak gaduh, tetapi berbasis data, bukti, dan kerangka prosedural yang rapi.

Agar publik tidak terjebak dalam asumsi yang menyesatkan, saya sertakan perbandingan konkret dari lembaga lain: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasusnya jelas, Rumah Sakit Reysa (Resya) Cikedung, Kabupaten Indramayu

1. Bahwa RS tsb Disita KPK dalam perkara Rohadi

2. ⁠Bahwa Status hukumnya merupakan barang bukti Tipikor

3. ⁠Namun… RS tidak dibiarkan kosong atau berhenti beroperasi.

Justru KPK meminjam pakaikan aset sitaan itu kepada Pemkab Indramayu untuk kepentingan publik dalam masa pandemi Covid-19.

Dan siapa pejabat yang memimpin kebijakan ini?

Plt Direktur Penuntutan KPK kala itu

Beliau lah yang menyerahkan RS Reysa ke Pemkab Indramayu dengan status pinjam pakai, sembari menegaskan,

“Silakan manfaatkan untuk kepentingan masyarakat Indramayu. Statusnya tetap barang bukti dan tidak menghilangkan proses hukum.” Plt Direktur KPK

Preseden ini sangat penting karena membuktikan:

  1. Penyitaan tidak otomatis melarang pemanfaatan terbatas barang bukti.
  2. Pengelolaan aset sitaan untuk kepentingan publik adalah tindakan sah dan beralasan hukum.
  3. Kejaksaan tidak “aneh” atau “melenceng” ketika melakukan pola serupa pada aset PT PAL.

Jika KPK yang selama ini dianggap paling ketat terhadap prosedur penindakan saja melakukan mekanisme yang sama, tuduhan terhadap Kejaksaan dalam kasus PT PAL menjadi tidak berdasar dan tidak memiliki pijakan hukum acara.

Masalah utama dalam polemik PT PAL adalah kesalahpahaman publik yang menyamakan bahwa kalau “disita” sama dengan “harus berhenti total dan dikunci mati.”

Padahal hukum acara pidana tidak pernah mengatur demikian.

Justru dalam Putusan MA No. 1261 K/Pid/2006 ditegaskan bahwa penyidik yang menunda penindakan atau tidak mengamankan barang bukti dengan cepat dapat dianggap melanggar asas celerity yakni asas kecepatan yang menjadi bagian dari due process.

Artinya, bahwa Penyidik wajib bertindak cepat bila syarat bukti telah terpenuhi.

Penundaan justru berpotensi melawan hukum.

Apa yang dilakukan Kejaksaan terhadap PT PAL bukan anomali, bukan langkah politis, bukan pula tindakan anti-populis. Ia berdiri di atas:

1. Pasal 39 dan Pasal 45 KUHAP

2. ⁠UU Kejaksaan

3. ⁠Yurisprudensi Mahkamah Agung

4. ⁠Preseden lembaga lain (sitaan KPK terhadap RS Reysa)

5. ⁠Standar kecukupan bukti dan proporsionalitas

Penegakan hukum memang harus diawasi. Tetapi pengawasan harus bersandar pada norma, bukan asumsi.

Sebagai mahasiswa hukum dan Ketua PERMAHI Jambi, tugas saya adalah menjaga nalar publik agar tetap berada dalam orbit hukum positif bahwa mengkritik bila ada cacat, mengapresiasi bila ada konsistensi, dan menolak setiap framing yang tidak paham dasar hukum acara.

Karena penegakan hukum yang bersih lahir dari dua hal, pertama integritas aparatnya, kemudian kedua kecerdasan publiknya dalam membaca hukum. Dan hari ini, kita punya kewajiban untuk menjaga keduanya.(*)

*Analisa oleh Roland Pramudiansyah. (Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Provinsi Jambi)

Itikad Buruk: Ketika Etika, Jurnalistik Dikesampingkan

Itikad Buruk: Ketika Etika, Jurnalistik Dikesampingkan

Oleh: Herri Novealdi *)

Tak semua luka itu menyemburkan darah. Ada luka yang menganga, seperti pada peristiwa yang melanggar etika pada praktik jurnalisme kita. Kalaulah berita sengaja ditulis tanpa mempertimbangkan empati, dan nama orang diberitakan tanpa konfirmasi, jelas ada yang merasa terluka. Perihnya luka itu tidak akan terlihat di layar handphone, tapi terasa di hati mereka yang menjadi korban, teman korban, maupun keluarga besarnya.

SUATU ketika ada peristiwa yang viral di media sosial. Tak berselang lama salah satu media online memuat berita berjudul: “Gadis Cantik Tewas Mengenaskan Karena Cinta Terlarang.” Berita dimuat tanpa mempertimbangkan empati dan tanpa konfirmasi dari berbagai pihak. Berita juga tidak cover both sides, dibuat dengan nama terang, identitas lengkap, dan foto yang tanpa disensor.  

Berita itu makin jadi pemicu viral di media sosial. Namun belakangan barulah diketahui ternyata sang gadis masih di bawah umur. Tak ada permintaan maaf, tanpa ada koreksi. Tapi dampak pemberitaan sudah meluas kemana-mana dan memancing beragam komentar di media sosial. 

Inilah salah satu itikad buruk. Mengenyampingkan empati, mendahulukan alasan viral. Sementara pihak keluarga merasakan dampak besar akibat viralnya kejadian itu. Media itu sudah abai dengan sisi kemanusiaan. 

Contoh lainnya, salah satu media online memuat berita. Judulnya: “Pembunuh Janda Malang Itu Akhirnya Mengaku Juga.” Beritanya menginformasikan seseorang diduga pelaku kejahatan seksual. Sebenarnya tidak ada kata “malang” di laporan kepolisian. Tetapi oleh media tersebut, merancang judulnya demi algoritma dan klik. Di dalam berita itu, digambarkan secara utuh identitas korban seksual dan bagaimana kejahatan seksual itu terjadi. 

Berita seperti ini tentunya akan sangat menambah luka bagi korban yang seharusnya dilindungi. Dia tidak hanya menjadi korban kejahatan, tetapi juga menjadi korban dari dampak pemberitaan.  

Pemberitaan dengan itikad buruk tidak hanya terjadi pada individu. Pada sejumlah peristiwa yang menimpa kelompok rentan, termasuk masyarakat adat juga bisa ditemukan. Kira-kira judul beritanya seperti ini: “Fakta Penculikan Balita yang Dijual ke Suku Anak Dalam Jambi.”

Sepintas lalu berita ini terlihat informatif. Tapi sesungguhnya mengandung bias. Identitas kesukuan justru ditonjolkan dan mengesankan bahwa hal ini merupakan representasi kesukuan itu, bukan tindakan individu. Padahal peristiwanya tak ada hubungan dengan etnis atau suku tertentu. 

Narasi seperti ini bukan saja tidak sensitif, tetapi juga merendahkan kelompok tertentu. Judul beritanya memadukan fakta kriminal dengan prasangka, yang akibatnya publik memahami seolah-olah seluruh anggota komunitas memiliki kecenderungan yang sama.

Semua judul berita di atas memang tidak persis seperti kejadian sebenarnya. Akan tetapi, bisa kita temukan gambaran di beberapa media memberitakan semacam ini. Mirip dengan tiga kisah di atas. Karena di era digital, banyak media justru mengejar klik dan mengenyampingkan empati dan nilai kemanusiaan. 

Saat peristiwa terjadi, yang dipertimbangkan bukannya apa dampak pemberitaan tersebut dan apa pentingnya berita itu bagi publik. Yang didahulukan oleh redaksi media massa justru karena alasan sensasi, klik, dan viral. Peristiwa justru jadi komoditas, dan etika malah dikesampingkan. 

Pada titik inilah itikad buruk terjadi dan tentunya mempengaruhi kepercayaan publik kepada media massa.  Lihat saja saat beberapa (tidak semua) media memberitakan kejadian sensitif semacam kekerasan seksual, kematian tragis, atau konflik politik dengan membumbui ataupun mendramatisasi derita korban atau memperkeruh situasi sosial. Banyak berita masih menyebut identitas korban asusila, memelintir konteks peristiwa, atau menulis dengan diksi yang menghakimi. 

Kita juga menyaksikan bagaimana sebagian media justru menjadi megafon politik, terutama di masa pemilu. Alih-alih menjadi watchdog. Di dalam pemberitaan politik, itikad buruk hadir dalam bentuk framing, pilihan narasumber yang timpang, hingga manipulasi tajuk opini. 

Perlu diketahui bahwa saat ini banyak di ruang redaksi media massa kian sesak oleh tuntutan akan kecepatan dan klik. Judul berita seringkali dibuat bukannya untuk menginformasikan sesuatu atau mengedukasi, melainkan dibuat dengan menggoda. Ada juga isi berita yang disusun bukan untuk memperjelas, tapi demi memperbanyak kunjungan ke halaman media tersebut. Saat itulah juga terdapat itikad buruk, luka etika yang menganga dalam praktik jurnalisme kita. 

Dalam konteks ini, itikad buruk menjadi luka yang tak selalu terlihat, tapi dirasakan publik. Ia tidak sembuh hanya dengan permintaan maaf atau hak jawab. Sebab luka itu bukan di kulit, melainkan di kepercayaan. Apabila kepercayaan sekali rusak, sulit dipulihkan.

Etika Jurnalistik

Sebenarnya pada Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik secara tegas sudah mengatur bahwa: “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”.

Penafsiran dari Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik bahwa independen yang dimaksudkan adalah memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

Akurat yang dimaksud dalam pasal itu berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang maksudnya adalah semua pihak mendapat kesempatan setara. Sementara yang dimaksud dengan tidak beritikad buruk adalah tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Mengenai penerapan secara etis terkait “tidak beritikad buruk” pada praktiknya sering diabaikan karena cenderung dianggap abstrak dan tidak bisa diukur. Padahal, ini adalah satu esensi moral dalam praktik jurnalisme yang harus dipegang teguh. 

Itikad buruk adalah persoalan niat. Apabila sedari awal berita sengaja digiring untuk tujuan tidak baik, membentuk persepsi tertentu, dan justru menutupi konteks yang penting, atau malah menuduh sesuatu tanpa dasar kuat, itulah cerminan dari itikad yang tidak baik. 

Dalam konteks hukum di luar pers, seperti di pidana juga dikenal istilah itikad buruk, yang dalam praktiknya terjadi saat adanya niat menipu, menciderai, atau menyalahgunakan kepercayaan. Di dalam praktik jurnalisme memang konsep ini lebih halus, tapi tidak kalah berbahayanya. 

Kerap kali munculnya itikad buruk karena adanya kepentingan bisnis, politik, ataupun idelogis di ruang redaksi dan hal itu menguasai ruang keputusan redaksional. Berita bukan penting bagi pembaca/penonton, tapi karena dianggap punya alasan lain. 

Menyembuhkan luka etika dalam dunia pers bukan perkara regulasi semata, tetapi kesadaran dan niat baik. Kesadaran bahwa jurnalisme sejati lahir dari tanggung jawab moral, dan media harus kembali ke fitrahnya dalam melayani publik dengan niat baik.

Itikad baik bukan kemewahan, melainkan kebutuhan dasar jurnalisme. Wartawan yang beritikad baik tidak berarti selalu benar, tapi selalu berusaha jujur. Ia mungkin bisa keliru, tapi tidak menipu. Ia mungkin tergesa, tapi tidak menggadaikan prinsip.

Maka, yang kita butuhkan hari ini bukan sekadar revisi aturan, tetapi revolusi nurani di ruang redaksi. Setiap redaktur dan wartawan perlu kembali bertanya sebelum menekan tombol “publish”: Apakah berita ini lahir dari itikad baik? Apakah ia akan menambah terang, atau justru memperdalam luka?

Luka etika di dunia pers tidak akan sembuh oleh waktu, kecuali kita berani mengakui bahwa di balik setiap berita, ada niat. Dan hanya ketika niat itu diperbaiki, jurnalisme akan kembali menjadi jembatan antara kebenaran dan kemanusiaan.

Di tengah gempuran digital, jurnalisme Indonesia harus kembali pada ruhnya: menjadi penuntun kebenaran, bukan penggiring persepsi. Karena di setiap kata yang kita tulis, selalu ada dua kemungkinan: kita sedang menyembuhkan, atau kita sedang memperdalam luka etika yang menganga. (***)

*) Mantan jurnalis dan kini menjadi dosen di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Ahli Pers Dewan Pers. Semasa menjadi jurnalis pernah menjabat Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi. Kini sedang tertarik menulis tentang hukum dan etika pers, serta perkembangan media massa di era digital.

Dilantik Bupati Kerinci, Tongkat Estafet PGRI Kerinci Diserahkan ke Murison

Bupati Kerinci Monadi Lantik Pengurus PGRI Kabupaten Kerinvi, Tongkat Estafet PGRI Kerinci Diserahkan ke Murison. (adz/mpc)

Kerinci | Merdekapost.com – Bupati Kerinci, Monadi, S.Sos., M.Si secara resmi melantik Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Kerinci dan Pengurus PGRI Cabang Kecamatan se-Kabupaten Kerinci untuk masa bakti 2025–2030, Kamis, (25/9/2025).

Dalam pelantikan tersebut, ditetapkankan bahwa tongkat estafet kepemimpinan PGRI Kabupaten Kerinci kini dipercayakan kepada Wakil Bupati Kerinci H. Murison, S.Pd., S.Sos., M.Si sebagai Ketua PGRI Kabupaten Kerinci masa bakti 2025–2030.

Hadir langsung Sekda Zainal, PLT Kadis Pendidikan Asril, Ketua TP PKK Novra Wenti dan Wakilnya Septi Malinda hingga pengurus PGRI Kabupaten Kerinci

Bupati Kerinci Monadi ke media ini, menyampaikan ucapan selamat kepada pengurus yang baru saja dilantik. Ia berharap PGRI Kabupaten Kerinci di bawah kepemimpinan H. Murison mampu menjadi organisasi yang solid, inovatif, dan berperan aktif dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kerinci.

“PGRI bukan hanya sekadar organisasi profesi, tetapi wadah perjuangan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mari kita bersama-sama bekerja demi anak-anak Kerinci agar memiliki masa depan yang lebih baik,” ujar Mantan Kepala Dinas Pendidikan ini.

Baca Juga: Sawah Warga 4 Desa di Tanco Terbengkalai, Akibat Irigasi Tersumbat Material Proyek Jalan Bandara, Kontraktor dan Pihak Bandara Diam!  

Sementara itu, Ketua PGRI Kabupaten Kerinci terpilih, H. Murison, menyampaikan rasa terima kasih atas amanah yang diberikan. Ia menegaskan bahwa kepengurusan baru akan fokus memperkuat konsolidasi organisasi, meningkatkan kompetensi guru.

“Kami akan menjadikan PGRI sebagai rumah besar bagi seluruh guru. Bersama-sama kita wujudkan guru yang berdaya saing, profesional, dan berkarakter,” ujar Murison.(adz)

Putra Minang Jadi Menko Polkam, Ini Profil Djamari Chaniago dan Sejumlah Jabatannya di TNI

Putra Minang Jadi Menko Polkam, Ini Profil Djamari Chaniago dan Sejumlah Jabatannya di TNI.(mpc)

Merdekapost.com - Putra kelahiran Kota Padang, Letnan Jenderal TNI (Purn) Djamari Chaniago, resmi dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) dalam kabinet terbaru pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Terjawab sudah sosok Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) pengganti Budi Gunawan. Di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025), Presiden Prabowo Subianto melantik Letjen TNI (Purn.) Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam yang baru.

Jabatan Strategis di TNI yang Pernah Diemban

Lahir di Padang, Sumatera Barat, tanggal 8 April 1949, Djamari Chaniago pernah mengemban sejumlah jabatan strategis TNI, termasuk Pangdam III/Siliwangi (1997-1998), Pangkostrad (1998-1999), Wakil Kepala Staf TNI AD (1999-2000), hingga Kepala Staf Umum TNI (2000-2004).

Ia juga sempat duduk sebagai anggota MPR-RI dari Fraksi Utusan Daerah Jawa Barat tahun 1997-1998 dan Fraksi ABRI periode 1998-1999, serta menjadi Komisaris Utama PT Semen Padang pada 2015-2016.

Djamari Chaniago adalah sosok senior dalam kancah kemiliteran nasional. Purnawirawan TNI AD ini merupakan salah satu anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang kala itu menyatakan Prabowo Subianto telah melakukan pelanggaran dalam peristiwa tahun 1998.

Selain Djamari Chaniago, personel DKP lainnya antara lain Jenderal Subagyo Hadisiswoyo (ketua), Letjen Fachrul Razi (wakil), Letjen Susilo Bambang Yudhoyono (anggota), Letjen Agum Gumelar (anggota), Letjen Yusuf Kartanegara (anggota), dan Letjen Arie J. Kumaat (anggota).

Hasil Ngelawak Ditabung Istri Dibelikan Tanah, Kini Narji 'Cagur' Sukses Punya 1.000 Hektar Lahan Pertanian

PHOTO NARJI CAGUR: Hasil Ngelawak Ditabung Istri Dibelikan Tanah, Kini Narji Cagur Sukses Punya 1.000 Hektar Lahan Pertanian

Jakarta, Merdekapost - Dari panggung komedian, Narji Cagur kini turun ke sawah. Ia memiliki lahan seluas 1.000 hektar. Intip fakta menarik tentang usahanya bertani.

Sunarji Riski Radifan atau yang populer dengan nama Narji awalnya terkenal sebagai seorang komedian atau pelawak. Narji dahulu tergabung dalam grup Cagur yang juga digawangi oleh Denny dan Wendy.

Namun kini pandangan Narji tentang dunia hiburan berubah setelah dirinya sempat kabur ke Pekalongan. Di sana Narji membeli sebuah lahan yang awalnya hanya 3.000 meter persegi.

Berbekal ketertarikannya pada dunia pertanian sejak kuliah, ia nekat mencoba keberuntungannya menanam buah dan sayur-sayuran. Tak disangka, jerih payahnya diganjar kesuksesan yang kini mengelola 1.000 hektar lahan.

Narji 'Cagur' melebarkan sayapnya merambah dunia pertanian. Foto: YouTube/Abang Narji

Berawal dari Kabur ke Pekalongan

Melalui saluran YouTube bernama Abang Narji, pelawak ini menceritakan bagaimana awal mula keluarga bisa memiliki lahan. Saat itu ia dan keluarga pergi ke Pekalongan untuk menjenguk mertuanya.

Bertemu dengan lahan seluas 3.000 meter persegi, ia nekat membelinya dan menggarap lahan tersebut dibantu oleh mertuanya. Diyan, istrinya, juga membantu Narji secara diam-diam dengan membeli lahan tambahan dan memperluasnya.

Kini lahan milik Narji di Pekalongan telah bertambah banyak. Begitu pula dengan lahan-lahan yang lebih kecil yang dikelolanya di Parung dan Pamulang, Tangerang Selatan. Totalnya telah mencapai 1.000 hektar.

"Ada sekitar 1.000 hektar, yang setengahnya wakaf, setengahnya lagi sengketa. Ada di Pekalongan, Pamulang, sekitaran Parung," kata Narji di acara Pagi Pagi Ambyar Trans TV dan diberitakan detikHot, Selasa (26/6/2024).

Menanam Sayuran hingga Rempah

Narji mengaku sudah memiliki ketertarikan dengan dunia pertanian sejak semasa kuliah. Ia seringkali mengulik dan mencoba berbagai metode penanaman buah hingga sayuran dalam bentuk sederhana.

Setelah memiliki lahan luasnya sendiri, minatnya terhadap pertanian akhirnya dapat terealisasi. Saat masih di Pekalongan, Narji bahkan belajar membajak sawah dan menanam pohon dari mertuanya.

Kini lahan-lahannya mulai ditanami pohon-pohon yang variatif seperti sayuran, buah-buahan, hingga pohon cabai yang dikelolanya sendiri di kawasan Pamulang. Di Pekalongan Narji juga berhasil membudidayakan jahe merah.

Dalam konten media sosialnya, ia kerap membagikan tips untuk merawat tanaman dengan baik. (Foto: Instagram/narji77)

Berkolaborasi dengan Masyarakat

Menyadari dunia pertanian erat kaitannya dengan masyarakat luas, Narji tidak bergerak sendiri. Dalam pengembangan pertaniannya, Narji juga mengkaryakan orang-orang yang tinggal di sekitarnya.

Masyarakat yang ada di sekitar lahannya di Pekalongan, Parung, dan Pamulang dilatih untuk menjadi petani handal. Melalui Kelompok Tani Sengketa di Tangerang Selatan, Narji membantu masyarakat yang dibinanya mendapat keuntungan hingga Rp 2 juta dari hasil panen.

Begitu juga dengan para petani yang ditemuinya, tak hanya belajar bersama tetapi Narji juga seolah memberikan jalan bagi mereka untuk memasarkan hasil panennya dengan layak. Narji memanfaatkan saluran YouTube Abang Narji untuk mempublikasi keberhasilan para petani yang berkolaborasi dengannya.

Rutin Bagikan Tips Menanam

Semenjak aktif mengelola lahan, Narji makin piawai bertani. Berbagai tips dan trik mengolah lahan untuk hasil panen yang maksimal kerap dibagikan pada saluran YouTubenya.

Misalnya, merawat pohon cabai agar tetap tegak walaupun diterpa angin. Narji dengan tangannya sendiri membagikan tutorial membuat penyanggah kayu untuk menjaga pohon cabai dari terpaan angin yang kencang.

Ia juga berbagi tips memaksimalkan hasil panen sebuah pohon cabai, caranya cukup dengan memangkas daun berlebih pada beberapa titik. Tips-tips yang dibagikan juga telah terbukti berhasil secara langsung dari perkebunan yang dikelolanya.(*)

(adz/sumber: detik.com)

Fakta Menarik! Jejak Karier Purbaya Yudhi Sadewa dari Akademisi Jadi Menkeu

Purbaya Yudhi Sadewa, sosok pengganti Menkeu Sri Mulyani di Kabinet Merah Putih, dilantik Presiden Prabowo pada Senin, 8 September 2025.(doc.Istimewa) 

JAKARTA, MERDEKAPOST.COM - Presiden RI, Prabowo Subianto resmi melakukan perombakan atau reshuffle Kabinet Merah Putih dengan mengganti sejumlah posisi penting di kementeriannya. 

Salah satu yang paling menyita perhatian adalah kursi Menteri Keuangan (Menkeu) RI yang sebelumnya diisi oleh Sri Mulyani Indrawati.

Kini, posisi strategis itu dipercayakan kepada Purbaya Yudhi Sadewa yang sebelumnya menjabat Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Penunjukan ini menandai babak baru dalam kepemimpinan di Kementerian Keuangan.

Mulai dari Tunjangan Rumah Dinas hingga Skandal PJU: Uji Nyali bagi Kejari Sungai Penuh

Perang: Nafsu Lama Akan Sumber Daya

Perang: Nafsu Lama Akan Sumber Daya

oleh :

Dr. Jafar Ahmad

Perang bukanlah fenomena baru dalam sejarah umat manusia. Sejak peradaban pertama muncul, konflik bersenjata menjadi alat paling efektif—meski paling brutal—untuk menguasai sumber daya. Di balik bendera, ideologi, bahkan agama, selalu ada satu motif yang konstan: keinginan untuk menguasai apa yang ada di tangan orang lain.

Jika kita melihat sejarah, hampir semua perang besar maupun kecil tidak bisa dilepaskan dari perebutan kekayaan, tanah, wilayah strategis, hingga akses terhadap sumber daya alam.

Ambil contoh Perang Troya, yang selama ini dikenal lewat kisah cinta Paris dan Helena. Namun di balik romansa itu, sejarawan menduga bahwa Troya terletak di jalur perdagangan penting, dan perang tersebut lebih dipicu oleh kepentingan ekonomi daripada sekadar perebutan seorang perempuan.

Lompat ke abad ke-20, Perang Dunia I dan II adalah cerminan nyata betapa negara-negara kuat berebut koloni, bahan tambang, dan sumber energi. Jerman, misalnya, merasa terkepung dan terjepit secara ekonomi, lalu memutuskan ekspansi militer untuk memperluas wilayah dan kekuasaan. Jepang menyerang Pearl Harbor bukan semata soal kejutan militer, tapi untuk membuka akses terhadap pasokan minyak Asia Tenggara.

Begitu pula dengan Perang Teluk tahun 1990-an. Irak di bawah Saddam Hussein menyerbu Kuwait, dengan dalih sejarah dan ekonomi. Namun yang jadi sorotan adalah kendali atas ladang minyak besar yang dimiliki Kuwait. Dunia internasional pun turun tangan bukan semata demi perdamaian, tapi karena kepentingan strategis terhadap minyak di kawasan Teluk.

Kita juga tidak bisa melupakan konflik di Afrika Tengah, di mana perang saudara dan kekerasan etnis sering terjadi di wilayah yang kaya akan berlian, emas, dan logam tanah jarang. Banyak konflik di sana disulut oleh kekuatan asing atau elit lokal yang ingin menguasai sumber daya mineral.

Jika ditelusuri lebih jauh, bahkan konflik berdarah di berbagai belahan dunia saat ini—baik yang terbuka maupun terselubung—masih menyimpan pola yang sama: kontrol atas kekayaan alam, jalur perdagangan, atau wilayah strategis. Sentimen ideologis, identitas etnis, dan fanatisme agama memang memainkan peran, tapi sering kali itu hanya alat untuk membakar semangat rakyat, sementara tujuan sejatinya tetap: kuasa atas sumber daya.

Pertanyaannya adalah: sampai kapan perang akan terus menjadi bagian dari peradaban manusia?

Mungkin jawabannya sederhana tapi menyakitkan: sampai manusia tak lagi serakah. Tapi, entahlah. Karena sepanjang sejarah, keserakahan selalu menemukan jalannya—dan perang menjadi bahasanya.(*)

Penulis adalah Rektor IAIN Kerinci, Pendiri Idea Institut Indonesia

Ibadah Haji dan Kurban Mengajarkan Pengorbanan Serta Ketaatan

Ustadz Nahri Lasar, S.Ag., Wakil Ketua BAZNAS Kabupaten Kerinci

Kerinci, Merdekapost – Menjelang Hari Arafah dan Idul Adha 1447 Hijriah, umat Islam di seluruh dunia kembali diingatkan pada makna ibadah haji dan kurban. Kedua ibadah  ini memiliki nilai spiritual dan sosial yang sangat tinggi.

Ustadz Nahri Lasar, S.Ag Wakil Ketua BAZNAS Kabupaten Kerinci, mengatakan bahwa filosofi utama dari ibadah haji dan kurban adalah ketaatan kepada Allah SWT dan pengorbanan yang ikhlas.

“Haji merupakan perjalanan perjuangan Nabi Ibrahim dan keluarganya dalam mentaati perintah Allah. Sementara kurban adalah bukti kepatuhan dan keikhlasan, demi meraih ridha-Nya,” ujar Ustadz Nahri kepada inbrita.com, Rabu (28/5/2025).

Ustadz  Nahri menjelaskan bahwa setiap rangkaian dalam ibadah haji memiliki simbol kehidupan. seperti tawaf yang menggambarkan bahwa Allah adalah pusat hidup seorang Muslim. Sementara sa’i antara Shafa dan Marwah mencerminkan perjuangan manusia dalam mencari solusi dengan penuh kesabaran dan tawakkal, seperti yang dicontohkan oleh Siti Hajar.

Baca Juga: 

Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila, Wabup Murison Tekankan Pentingnya Pancasila sebagai Jiwa Bangsa

Mantap! Ini 8 Bansos dan Insentif yang akan Cair Bulan Juni Ini

“Rangkaian ibadah haji bukan hanya fisik, tetapi juga perjalanan jiwa. Wukuf di Arafah itu seperti momen perenungan besar. Di sanalah tempat terbanyak Allah mengampuni hamba-Nya,” kata Ustadz Nahri.Tak hanya itu, kurban juga memiliki dimensi sosial yang sangat kuat. Melalui kurban, umat Islam diajak untuk berbagi dengan mereka yang kurang mampu, serta mempererat tali persaudaraan.

“Kurban bukan sekedar prosesi menyembelih hewan, tapi juga bentuk kepedulian dan pemerataan. Allah tidak butuh darah dan dagingnya, tapi yang sampai adalah ketakwaan. Maka dari itu, kami di BAZNAS Kerinci terus mendorong masyarakat menyalurkan kurban melalui jalur yang amanah dan tepat sasaran,” ungkapnya.(Adz)

Sampai Kapan Kemarau Basah 2025? Dampak pada Pertanian, Ini Penjelasan BMKG

Photo: Ilustrasi hujan deras. 

MUSIM kemarau biasanya dengan cuaca panas dan langit yang cerah tanpa hujan. Anehnya, belakangan ini justru fenomena kemarau basah yang semakin sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia.

Mengutip buku Penyehatan Udara karya Tri Cahyono, kemarau basah adalah kondisi ketika hujan masih turun walaupun secara kalender sudah memasuki musim kemarau. Kondisi ini menyebabkan cuaca menjadi tidak menentu dan memengaruhi berbagai aktivitas masyarakat.

Lantas, sampai kapan kemarau basah 2025 akan berlangsung? Simak informasinya berikut ini untuk mengetahui prediksi BMKG beserta dampak yang ditimbulkan.

Sampai Kapan Kemarau Basah 2025?

Dikutip dari laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau basah masih akan berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia hingga akhir Agustus 2025. Pada bulan Juni 2025, sebanyak 56,54 persen wilayah akan mengalami kondisi lebih basah daripada normalnya.

Pada Juli 2025, kemarau basah diperkirakan meluas ke 75,38 persen wilayah Indonesia. Memasuki Agustus, jumlah wilayah yang mengalami kondisi ini diperkirakan meningkat menjadi 84,94 persen.

Setelah itu, Indonesia diperkirakan akan memasuki masa peralihan atau musim pancaroba mulai periode September hingga November 2025. Adapun musim hujan diprediksi akan kembali berlangsung pada Desember 2025 hingga Februari 2026.

BMKG menyatakan bahwa fenomena kemarau basah terjadi akibat kondisi suhu laut di sekitar Indonesia yang tetap hangat. Kondisi ini mendorong terbentuknya awan dan hujan meski sedang musim kemarau.

Selain itu, fenomena iklim global seperti La Niña dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif turut memperkuat kelembapan udara di atmosfer. Aktivitas gelombang atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby juga menambah intensitas pembentukan awan hujan.

Merujuk pada buku Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia susunan BMKG, ada 108 Zona Observasi Meteorologi (ZOM) yang diprediksi mengalami curah hujan musiman lebih tinggi dari rata-rata., yaitu:

  • Sebagian kecil wilayah Aceh
  • Sebagian besar Lampung
  • Jawa bagian barat hingga tengah
  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur
  • Sebagian kecil Sulawesi
  • Bagian tengah Papua
  • Dampak Kemarau Basah

Dampak pada Manusia dan Pertanian

Fenomena kemarau basah memberikan dampak yang cukup besar pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian hingga aktivitas sehari-hari masyarakat. Menukil dari laman BMKG, berikut contoh dampak yang ditimbulkan:

1. Dampak pada pertanian

Hujan yang masih terjadi saat musim kemarau bisa mengganggu jadwal tanam dan panen para petani. Tanaman yang siap panen juga terancam rusak akibat kelembapan berlebihan atau serangan hama dan penyakit.

2. Dampak pada lingkungan

Curah hujan yang tidak stabil selama kemarau basah berpotensi menyebabkan banjir lokal atau genangan air, terutama di daerah dengan sistem drainase yang kurang baik.

3. Dampak pada kesehatan

Di bidang kesehatan, kemarau basah meningkatkan risiko munculnya beberapa penyakit berbahaya, seperti demam berdarah dan diare. Selain itu, penyakit lain yang sering muncul selama musim ini antara lain flu, infeksi saluran pernapasan, dan penyakit kulit akibat kelembapan tinggi.

4. Dampak pada aktivitas masyarakat

Cuaca yang tidak menentu membuat aktivitas di luar ruangan menjadi kurang nyaman karena hujan terus mengguyur. Akibatnya, masyarakat harus melakukan beberapa penyesuaian agar tidak menemui kendala akibat hujan.(Adz)

Apa Itu Kemarau Basah yang Kini Melanda Indonesia? Berikut Penjelasannya!

Ilustrasi fenomena kemarau basah

INDONESIA saat ini sudah memasuki musim kemarau, yakni periode yang umumnya ditandai dengan suhu panas dan langit cerah. Menariknya, beberapa wilayah di Indonesia masih diguyur hujan dengan frekuensi yang cukup tinggi hingga sekarang.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena tersebut dikenal sebagai kemarau basah. Kondisi ini terbilang unik karena berbeda dari pola musim kemarau pada umumnya yang cenderung minim hujan.

Sebenarnya, apa itu kemarau basah? Yuk, simak penjelasan selengkapnya tentang penyebab dan dampak yang ditimbulkan kemarau basah  berikut ini.

Apa Itu Kemarau Basah?

Ilustrasi hujan deras. Foto: Shutterstock

Mengutip laman BMKG, kemarau basah merupakan fenomena cuaca yang tidak lazim, di mana hujan masih kerap turun meskipun secara kalender wilayah tersebut sedang berada dalam musim kemarau. 

Umumnya, musim kemarau ditandai dengan cuaca terik dan udara yang kering. Namun, dalam kondisi fenomena kemarau basah, tingkat kelembapan udara tetap tinggi.

Kemarau basah bisa terjadi akibat berbagai faktor, bisa karena perubahan iklim hingga ketidakstabilan pola cuaca. Dinamika atmosfer seperti sirkulasi siklonik, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency juga ikut berpengaruh karena mendukung terbentuknya awan hujan meskipun sudah memasuki musim kemarau.

Fenomena ini yang tengah terjadi di beberapa daerah Indonesia, terutama di wilayah dengan pola hujan monsunal, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Akibatnya, hujan masih sering turun meskipun secara kalender musim kemarau sudah dimulai.

Kondisi ini diperkirakan akan terjadi hingga Agustus 2025, sebelum nantinya memasuki masa pancaroba pada bulan September hingga November. Selanjutnya, musim hujan diprediksi akan kembali datang pada Desember 2025 hingga Februari 2026.

Menurut informasi dari laman Instagram Info BMKG, kemunculan kemarau basah dapat membawa dampak bagi sejumlah sektor penting. Salah satunya di bidang pertanian, di mana jadwal tanam bisa menjadi tidak menentu karena perubahan pola cuaca.

Fenomena ini juga memengaruhi kondisi lingkungan, terutama di daerah yang tidak memiliki sistem drainase memadai. Curah hujan yang datang di luar musim dapat memicu banjir lokal atau genangan air.

Imbauan BMKG dalam Menghadapi Kemarau Basah

Ilustrasi hujan. 

Menyikapi hal ini, BMKG mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi cuaca selama periode kemarau basah. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dengan saksama, sebagaimana dikutip dari laman resmi BMKG:

Pakailah pelindung seperti topi dan tabir surya agar terhindar dari sengatan matahari saat beraktivitas di luar ruangan.

  1. Pastikan tubuh tetap terhidrasi dengan mengonsumsi cukup air.
  2. Waspadai potensi hujan deras yang bisa disertai petir dan angin kencang secara tiba-tiba.
  3. Jauhi tempat terbuka saat petir menyambar dan hindari berdiri di dekat bangunan atau pohon yang rawan roboh.
  4. Selalu waspada terhadap kemungkinan banjir, banjir bandang, serta tanah longsor, terutama di daerah yang rawan.
  5. Rutin cek informasi cuaca terkini melalui website resmi BMKG, media sosial @infobmkg, atau aplikasi InfoBMKG.
  6. Tetaplah tenang dan pahami prosedur evakuasi apabila terjadi keadaan darurat akibat cuaca ekstrem.

(Adz)

Jejak Pengaruh Hindu-Budha di Kerinci

 

Jejak Pengaruh Hindu-Budha di Kerinci

Editor: Suhardiman Rusdi

Sejak abad ke-7-14 Masehi Sumatera termasyur dengan Kerajaan melayu dan Sriwijaya yang pernah beribukota di Jambi dan Palembang. Secara geografis Kerinci letaknya tidak jauh dari pusat-pusat Kerajaan Melayu di Muara jambi (Jambi), Dharmasraya dan Pagaruyung (Sumatera Barat) yang telah mendapat pengaruh budaya dari India. Pada masa itu, Kerinci merupakan sumber komoditi dagang bagi kedua kerajaan tersebut (McKinnon, 1992: 134-135; Dobbin, 1983: 61;Kozok, 2006: 28-29).

Adanya hubungan Kerinci dengan kedua daerah tersebut dibuktikan dengan ditemukannya surat-surat (piagam) dari sultan Jambi dan sultan Inderapura (Sumatera Barat) kepada para depati di Kerinci pada masa Islam. 

 Indikasi adanya pengaruh Hindu-Budha di Kerinci dapat terlihat pada pahatan yang terdapat pada arca batu berbentuk bulat yang ditemukan di Muak-kerinci. Arca batu ini memiliki pahatan manusia yang mirip dengan yang terdapat pada megalit di Benik-kerinci (Bakels, 2009: 377). 

Pada batu ini dipahatkan dua ekor kuda, yang salah satu di antaranya digambarkan dengan penunggangnya. Selain itu juga terdapat pahatan dua manusia, yang satu laki-laki di antaranya digambarkan dengan mengenakan topi panjang dan mengendarai gajah (Bakels, 2009: 378).

 Menurut Govindarajanar Deivanayagam, tokoh ini dapat diidentifikasikan sebagai Muruga (Sevvel), yaitu dewa pemburu dalam pantheon Hindu di Tamil (Chola). Penggambaran topi dan anjing pemburu dalam arca batu di Muak memperkuat identifikasi tokoh tersebut (Bakels, 2009: 379). 

Adanya pengaruh Tamil di Kerinci bukan merupakan hal yang aneh, mengingat nama kerinci, yang kemungkinan juga berasal dari kata kurintji, yaitu sejenis bunga yang secara khusus dikenal dalam ikonografi Tamil sebagai simbol area hutan pegunungan dan yang secara langsung dapat merujuk kepada Muruga (Bakels, 2009: 379).

Adanya pengaruh Hindu-Budha di Kerinci, selain tampak pada tinggalan megalit dan arca batu di Muak, juga tampak dari adanya pemujaan kepada para leluhur para penguasa Kerinci yang disebut dengan Batara Guru. Nama ini dapat dihubungkan dengan Dewa Siwa dalam agama Hindu (Bakels,2009: 377).

Selain arca dari pantheon Hindu, di Kerinci juga pernah ditemukan dua arca yang berasal dari agama Budha, yaitu arca Padmapani dan arca Awalokiteswara. Kedua arca tersebut sekarang menjadi koleksi Museum Nasional Jakarta. Dalam buku inventaris Museum Nasional tidak disebutkan lokasi penemuannya, selain hanya informasi bahwa kedua arca tersebut berasal dari Kerinci (Utomo, 2011:84-86).

Indikasi adanya pengaruh budaya Hindu-Budha (Klasik) di Kerinci juga ditandai dengan ditemukannya dua arca yang berlatar belakang agama Budha, yaitu arca Padmapani dan arca Awalokiteswara. Arca Padmapani sudah dalam keadaan tidak utuh, karena bagian kaki kirinya hilang. Arca ini digambarkan dalam posisi berdiri dan memiliki dua tangan. Tangan kanan dalam sikap waramudra dan tangan kiri memegang lotus. Rambut disanggul ke atas membentuk mahkota yang biasa dikenal dengan istilah jatamakuta. Rambut-rambut ikal tampak menjuntai di bagian pundak kanan dan kiri.

 Arca ini digambarkan mengenakan jamang yang tampak di bawah mahkota. Pakaian yang dikenakan berupa kain tipis panjang sampai sebatas mata kaki. Pakaian tersebut menutupi bagian pinggang ke bawah. Sementara itu, bagian atas tubuh dibiarkan terbuka. Sebagai pengikat kain digunakan ikat pinggang berupa untaian manik-manik berhias bunga dan sebuah sampur menjuntai di bagian perut. Tali kasta (upavita) berupa pita dengan ukuran agak lebar. Perhiasan yang dipakai, yaitu kalung dan sepasang gelang lengan berhiasakan bunga. (Utomo, 2011: 84). 

Arca Padmapani dari Kerinci ini sekarang menjadi koleksi Museum Nasional dengan nomor inventaris 6042. Arca ini dibuat dari perunggu dengan ukuran tinggi 16 cm. Menurut Nik Hassan Shuhaimi dilihat dari penggambaran ikat pinggang yang dikenakan arca Padmapani yang ditemukan di Kerinci memperlihatkan adanya kemiripan dengan penggambaran ikat pinggang pada arca-arca yang berasal dari Candi Sari, Yogyakarta (Shuhaimi, 1982: 166-7).

Disebutkan pula bahwa gaya tatanan rambut arca Padmapani dari Kerinci seperti gaya tatanan rambut arca-arca Awalokiteswara yang memakai kulit harimau. Sementara itu, Sulaiman mengatakan bahwa arca Padmapani dari Kerinci tampil dalam gaya seperti arca Padmapani di Thailand (Sulaiman, 1981: 44; Diskul 1972: 12; Diskul, 1980: 1 dan 23). 

Bila diperhatikan pada penggambaran gaya pakaiannya, arca Padmapani dari Kerinci memperlihatkan adanya pengaruh gaya seni Jawa Tengah (gaya Sailendra). Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa arca Padmapani dari Kerinci ini berasal dari abad ke-8-9 Masehi. 

Arca Awalokiteswara dengan nomor inventaris 833 yang menjadi koleksi Museum Nasional Jakarta ini disebutkan berasal dari Kerinci, meskipun tidak diketahui lokasi penemuannya. Arca ini berukuran tinggi 24,5 cm dan dibuat dari perunggu. 

Seperti arca Padmapani, arca Awalokiteswara dari Kerinci ini juga sudah dalam keadaan rusak, terutama kedua bagian tangannya yang patah mulai dari siku hingga ke jari-jari yang hilang. Arca digambarkan dalam posisi berdiri di atas lapik berbentuk padmasana ganda dengan kaki lurus sejajar (samabhayoga). Bagian tubuh terdapat tali kasta (upawita) yang disampirkan dari pundak sebelah kiri ke bagian atas pinggul kanan, dan memakai perhiasan kalung. Pada telinganya tidak mengenakan anting. 

Mahkotanya berupa pilinan rambut (jatamakuta) yang agak tinggi. Di bagian depan mahkota terdapat relung yang berisi gambar tokoh Amitābha. Kain yang dikenakan merupakan kain panjang (dhoti) dari pinggang hingga bagian atas mata kaki. Kain panjang ini diikat dengan tali. Kain ini memiliki wiru di bagian tengah di antara kedua kaki. Gaya kain panjang dengan wiru ini biasa dikenakan pada arca-arca dari Situlpavuva yang berkembang pada sekitar abad ke-7 Masehi (Utomo, 2011: 85-86).

Pengaruh Hindu-Budha di Kerinci dapat diketahui juga dari sumber tertulis dalam bentuk naskah kuno Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah (KUUTT). Naskah ini disimpan di sebuah Rumah Gedang yang merupakan pusaka Leluhur Luhah-kalbu  Tatala (Depati Talam), Desa Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.(Suhardiman,R.2024). 

Teks pada naskah ditulis di atas daluang (Broussonetia papyrifera Vent) dengan menggunakan dua aksara, yaitu aksara Pasca Pallawa (aksara Melayu) dan aksara incung (rencong) (Kozok, 2006). 

Bahasa yang digunakan untuk menulis naskah ini ada dua, yaitu bahasa Sansekerta yang menjadi awal dan akhir naskah. Isi naskah KUUTT berkaitan dengan undang-undang kejahatan dan hukuman denda yang diberlakukan di Kerinci. Dalam naskah ini juga ditekankan akan arti penting peranan para dipati di Kerinci, sehingga ditetapkan bahwa “barang siapa tidak taat pada dipati didenda dua perempat tahil. (Kozok,2006). 

Pemakaian bahasa Sansekerta dan aksara Pasca Palawa menunjukkan adanya pengaruh India dalam naskah yang ditemukan di Desa Tanjung Tanah, Kecamatan Danau Kerinci. Naskah berbahasa Sansekerta terletak di bagian awal dan akhir naskah. Adapun kalimat di awal naskah yaitu:

(2) (Aum) (bé?) (...) swasti seri saka (warsa) tita (...)Masa wésaka (...) Om Jyasta masa titi keresnapaksa

Di wase(b)an peduka seri maharaja karetabesa seri gandawangsa Maredana, maga-(...) karetabesa (...) (.)

Terjemahan:

Om. Pada tahun Saka yang baru lalu, pada bulan Vaisakha. Om. Pada bulan Jyaista, di fase bulan mati Di Waseban paduka Sri Maharaja Yang Menyembuhkan Segala Jenis Racun (?), Yang Lahir Dalam Dinasti Harum, Yang Pertama Antara Para Pegawai Tinggi dan Panglima, Yang Menyembuhkan Segala Jenis Racun (?), yang mulia...

Kalimat berbahasa Sansekerta di bagian akhir yaitu: Pranemya diwang sirsa (a) maléswarang Seloka Dipati Aum Pranemya a serisa diwam, terilukya dipati stutim, nana-seteru  deretang wak(eti) Nitri satria-samuksayam.

Terjemahan:

Sembah dengan (menundukkan) kepala kepada Sang Dewa Suci Seloka Dipati. Om, sembah dengan (menundukkan) kepala kepada Sang Dewa. Pujaan kepada Sang Dipati di tiga buana, (ialah) surga, dunia, dan pretala. Sang pembela (negeri) terhadap aneka musuh, yang berkata tegas. Pemimpin para satriya

Penyebutan kata “Om” dan “Dewa” di bagian akhir naskah berbahasa Sansekerta menunjukkan unsur pemujaan kepada dewa, yang umum digunakan bagi para pemeluk agama Hindu atau Budha. Begitupun dengan “tiga buana” menunjukkan adanya pembagian tiga dunia yang dikenal di dalam agama Hindu dan Budha, yaitu bhurloka yang dapat disamakan dengan pretala; bhwarloka yang identik dengan dunia; dan swarloka yang dapat disamakan dengan surga.Yang menarik dari naskah ini adalah disebutnya nama raja Dharmasraya sebanyak dua kali. 

Kerajaan Dharmasraya dalam sejarah Melayu dikenal dalam prasasti Amoghapasa dari Rambahan, Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Arca yang dikirim oleh Kertanegara dari Singasari dari abad ke-13 ini dipersembahkan pada raja Melayu Sri Mauliwarmadewa, yang beribukota di Dharmasraya. Nama Dharmasraya kembali muncul pada abad ke-14 Masehi saat Adityawarman menjadi raja di Kerajaan Melayu. 

Namun, saat itu pusat pemerintahan sudah berpindah ke daerah Suruaso, di Pagarruyung. Dalam prasasti-prasastinya, Adityawarman menyebut dirinya sebagai “maharajadiraja”. Dalam naskah KUUTT, hanya disebut “raja Dharmasraya” sehingga, saat itu Kerinci ada di bawah kekuasaan raja Dharmasraya, bukan di bawah kekuasaan Kerajaan Melayu yang berpusat di Suruaso. Fakta ini didukung dari hasil pertanggalan radio karbon terhadap sampel daluang naskah yang menghasilkan angka 553 + 40 BP (1397 + 40 tahun) atau 1357-1437 Masehi (Kozok, 2006: 78-81).Selain pengaruh India, tampaknyapada masa klasik di Kerinci juga mendapat pengaruh dari Tamil. Selain arca Muruga, yang telah disebutkan di atas.

 Nama Kerinci dalam naskah KUUTT disebut dengan nama “Kurinci, yaitu nama bunga (strobilanthes) yang hanya ditemukan di pegunungan dan hanya berkembang sekali dalam kurun waktu dua belas tahun. Menurut kosmologi orang Tamil, bumi Tamil dibagi menjadi lima daerah, dan salah satu di antaranya, yaitu daerah pegunungan yang dinamakan Kurinci sesuai dengan nama bunga yang khas di Pegunungan Tamil. (MCKinnon, 1984). 


Bagian teks yang berbahasa Sansekerta tersebut diterjemahkan oleh I Kuntara Wiryamartana dan Thomas Hunter. Setelah kalimat awal dalam naskah berbahasa Sansekerta menyebutkan “anugerah titah Sanghyang Kemitan kepada penguasa di Bumi Kerinci” dengan peringatan agar penduduknya“jangan tidak taat kepada dipatinya masing-masing.” Setelah kalimat berbahasa Sansekerta ini kemudian diikuti dengan kalimat berbahasa Melayu.

Bahasa Sansekerta digunakan kembali di bagian terakhir alinea yang menyebut bahwa undang-undang disusun atas perintah maharaja Dharmasraya dan bahwa “para pembesar bumi Kerinci (...) memberi perhatian sepenuhnya.” Semua yang terjadi pada sidang besar “ditulis dengan lengkap oleh Kuja Ali, Dipati, di balai kerapatan, di Palimbang, dihadapan maharaja Dharmasraya” (Kozok, 2006: 58-59).

Menurut Kozok (2006: XV-XVI) ada lima alasan untuk menyatakan bahwaa KUUTT merupakan naskah Melayu tertua:

1. Di dalam teks naskah tidak terdapat kata serapan dari bahasa Arab.

2. Maharaja Dharmasraya dua kali disebut dalam KUUTT, sementara kerajaan Dharmasraya hanya disebut pada sumber-sumber sejarah dari abad ke-13 dan ke-14.

3. Sebagian besar naskah ditulis dalam bahasa Melayu, namun terdapat juga kata pengantar serta penutup yang berbahasa Sansekerta, yang memuja Maharaja Dharmasraya. Hal itu sangat berbeda dengan konvensi yang biasa terdapat pada teks yang berasal dari zaman Islam. 

4. Pada naskah KUUTT, selain teks beraksara pasca-Palawa, terdapat satu lagi teks yang beraksara incung. Jenis aksara yang digunakan di sini jelas lebih tua daripada semua naskah Kerinci yang selama ini diketahui.

5. Naskah KUUTT tertanggal dengan menggunakan penanggalan tahun Saka, namun tahunnya tidak terbaca. Penggunaan tahun Saka dan bukan tahun Hijrah jelas menunjukkan bahwa KUUTT berasal dari zaman pra-Islam.(adz)

[Editor    :  Suhardiman Rusdi ; Sumber :  Kerinci Pada Masa Klasik ; Retno Purwanti Balai,  Arkeologi Sumatera Selatan]

Peluang Incumbent atau Petahana di Pilwako Sungai Penuh 2024

Bisakah Incumbent atau Petahana dikalahkan?

Opini Sederhana ini ditulis Oleh : Dzl Merah*

Judul diatas diambil karena pada saat tulisan ini ditulis kota Sungai Penuh adalah salah satu kota yang akan ikut dalam gelaran pesta rakyat pada tahun 2024 ini, tentu akan banyak pertanyaan-pertanyaan berikutnya terkait Judul diatas, mungkin ada yang bertanya mungkinkah mengalahkan Incumbent?. Adakah peluang pendatang baru pada pilkada kota Sungai Penuh Kali ini, dan seabrek pertanyaan lain mungkin berkecamuk di pikiran kita, dan itu tentu sangat menarik kita bicarakan...

Berbicara tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tentu sama-sama kita ketahui, pilkada merupakan produk dari konsesus politik nasional yang bergulir sejak dilengserkan orde baru, pergerakan dan tragedi 98 menjadi Induk dan sumber lahirnya produk yang dinamakan “Pilkada” di era otonomi daerah.

Incumbent berasal dari bahasa Inggris yang berarti pihak yang sedang berkuasa (Penguasa) atau sedang memimpin (Pemimpin) atau sedang menjabat (Pejabat) suatu posisi strategis pengambil keputusan tertinggi di suatu wilayah atau daerah, atau orang yang sedang menjabat kekuasaan/jabatan (politik).

Sedangkan dalam bahasa populer yang beredar ditengah masyarakat umum isitilah Incumbent sama juga dengan “Petahana” yang diambil dari kata Tahana yang berarti kebesaran, kedudukan atau kemuliaan yang didalam politik adalah pemegang suatu jabatan politik yang sedang menjabat atau masih menjabat.

Sejak berpisah dari Kabupaten Induknya Kerinci, kota Sungai Penuh sudah memiliki beberapa penjabat Walikota dan Wakil Walikota, kota yang dibentuk berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2008 merupakan pemekaran dari Kabupaten Kerinci yang mana pengesahannya dilaksanakan menteri dalam negeri pada tanggal 8 oktober 2009.

 Berikut nama-nama penjabat Walikota dan Wakil Walikota Sungai Penuh Sampai Sekarang:

1. Hasril Muhammad 2008-2009 (Penjabat Sementara)

2. Hasvia Hasimi 2009-2010 (Penjabat Sementara)

3. Akmal Thaib 2011 (Penjabat Sementara)

4. Asafri Jaya Bakri –Ardinal Salim 2011-2016 (Walikota dan Wakil Walikota)

5. Asafri Jaya Bakri – Zulhelmi 2016- 2021 (Walikota dan Wakil Walikota)

6. Ahmadi Zubir – Alvia Santoni 2021 - Sekarang (Petahana).

Dari beberapa kajian akademis yang dilakukan lembaga survey yang ada di Indonesia tingkat keterpilihan Incumbent (Petahana) cukup tinggi, begitu juga yang terjadi di Kota Sungai Penuh pada era masa kepemimpinan Asafri Jaya Bakri (AJB) pada 2016 berhasil memenangi Pilwako saat itu. Tentu ini menjadi pertanyaan yang KRUSIAL pada Pilkada Kota Sungai Penuh Kali ini, bisakah sang “Petahana” mempertahankan kekuasaannya? Tentu akan semakin menarik kita kaji dan bicarakan. Apalagi disini Petahana “Walikota” dan “Wakil Walikota” akan berseberangan, mereka akan saling berkompetensi pada pilkada kali ini.

 Ahmadi Zubir yang dulunya berpasangan dengan Alvia Santoni, telah lebih dahulu mendapatkan rekomendasi Partai PKS untuk maju di Pilkada Kota Sungai Penuh 2024 berpasangan dengan kader PKS Fery Satria ditambah PDIP dan partai lainnya tak menutup kemungkinan akan mengusung mereka berdua (Ahmadi - Fery). Kemudian kita tentu mendengar juga isu yang berkembang Alvia Santoni wakil Walikota Sungai Penuh kader PPP yang juga siap bertarung di Pilkada Kali ini, masyarakat kota Sungai Penuh juga menunggu siapa yang akan menjadi pasangan Alvia Santoni yang biasa juga di sebut Bang “Antos”.

Lalu Bagaimana Peluang Fikar Azami selaku pelanjut dari trah AJB yang santer akan berpasangan dengan Azhar Hamzah seorang politisi kawakan dari Partai Gerindra yang biasa dipanggil bang “Kenek”, dan bagaimana pula peluang Alfin pendatang baru yang melejit namanya di kota Sungai Penuh baru-baru ini, yang konon katanya sudah mengantongi beberapa rekomendasi partai besar, bahkan isu terakhir berhasil meyakinkan DPP Partai Gerindra untuk mengusung dirinya di Pilkada Kota Sungai Penuh, tentu kebenaran yang sebenarnya kita lihat saja saat pendaftaran di KPU Nantinya. Tentu pembicaraan tentang kandidat lainnya seperti Pusri Amsy, Noviar Zein, Lendra Wijaya, Nuzran Joher, Dipol Ilham Jalil dan beberapa tokoh kota Sungai Penuh lainnya juga disebut-sebut. Tentu kejutan-kejutan akan terus terjadi kedepannya.

Para pembaca yang budiman, dua paragraf diatas, sudah menjadi biasa kita dengar ditengah masyarakat kota Sungai Penuh, cerita di warung-warung kopi yang ada di kota Sungai Penuh.

Mari kita lanjutkan membahas kenapa peluang incumbent atau Petahana potensi keterpilihannya sangat besar? Kemudian, apakah Incumbent atau Petahana tidak bisa dikalahkan?.

Jawabannya silahkan terus membaca tulisan sederhana ini, sama-sama kita ketahui Incumbent atau Petahana;

Pertama, Mereka mempunyai ruang yang lebih besar terkait Akses ekonomi ke tengah masyarakat, kesempatan mereka lebih banyak dibandingkan calon lainnya, karena mereka masih menjabat sebagai walikota/wakil walikota atau Bupati/wakil Bupati, Gubernur/Wakil Gubernur, tentu tidak bisa dipungkiri dengan kemudahan akses ekonomi ini para Incumbent atau Petahana lebih mudah dalam mendapatkan dana segar untuk menggerakkan mesin politiknya. Dalam setiap momen pesta rakyat atau pilkada, tentu membutuhkan dana  mobilisasi yang besar, walaupun ada yang mengatakan uang/dana bukan segalanya, tapi tanpa uang/dana bagaimana mau menggerakkan mesin politik yang ada, tanpa dana pergerakan kandidat akan lesu dan pucat pasi dan  berujung runtuhnya semangat tim sukses dan dampaknya tentu bisa pembaca tebak sendiri.

Kedua, Incumbent atau Petahana mempunyai akses sosial kemasyarakatan lebih banyak di banding kandidat lainnya, karena disaat mereka menjabat mereka bisa langsung turun ke tengah masyarakat menanyakan kebutuhan masyarakat dan menampung aspirasi masyarakat kemudian membuat program dan kebijakan yang sesuai keinginan masyarakat itu sendiri. Sehingga ruang dan kesempatan ini membuat mereka sering bertatap muka denga konstituen atau masyarakat yang berefek incumbent atau Petahana akan lebih popular. Incumbent atau Petahana akan mempunya jaringan sampai ke pelosok-pelosok karena semasa mereka menjabat langsung atau tidak langsung sebenarnya mereka telah terlebih dahulu bersosialisasi dibandingkan kandidat lainnya. Jika calon kandidat lain berkampanye saat Pilkada digelar, Incumbent atau Petahana disadari atau tidak, sudah lebih dahulu berkampanye saat mereka meresmikan proyek, memberikan bantuan sosial, memberikan bantuan keagamaan dan lain sebagainya. Mereka “Incumbent” sangat diuntungkan bertemu dengan masyarakat selama mereka bertugas menjalankan amanat yang diembannya.

Ketiga, Incumbent atau Petahana mempunyai Akses Politik yang lebih besar dibanding Kandidat lain karena semasa mereka masih menjabat, mereka telah dilirik oleh partai Politik besar untuk direkrut menjadi kader, karena biar bagaimana pun, partai tentu butuh sumber daya yang besar untuk mengembangkan dan memajukan partai agar lebih besar lagi, untuk hal tersebut tentu butuh kekuasaan, modal dan lainnya. Dan pada saat Pilkada tentu Incumbent atau Petahana akan lebih mudah untuk mendapatkan kendaraan Politiknya, karena disamping kader mereka juga dinilai punya dana yang cukup selama pergelaran Pilkada nantinya. 

Jawabannya selanjutnya, apakah Incumbent atau Petahana tidak bisa dikalahkan? Untuk menjawabnya silahkan simak tulisan sederhana ini sampai tuntas he he.

“something that is impossible can be changed to be possible or conversely something that is possible can be changed to be impossible” artinya  “sesuatu yang tidak mungkin bisa diubah menjadi mungkin atau sebaliknya sesuatu yang mungkin bisa diubah menjadi tidak mungkin”

Politik adalah Seni Kemungkinan (art Possible), tentu untuk mengalahkan Incumbent atau Petahana tidak semudah yang dibayangkan, tapi Bisa dikalahkan, lalu bagaimana caranya?

Al Qur’an Surat AR Rad ayat 11, artinya;

 “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”

Hadist Nabi, Artinya  “Siapa bersungguh-sungguh dia akan mendapat”

Jadi untuk mengalahkan incumbent walaupun sulit dan berat, itu masih bisa dilakukan selama kandidat penantang dan timnya bersungguh-sungguh melakukannya pada saat pilkada. Kandidat penantang dan timnya harus mempunyai sumber daya yang cukup untuk menggerakkan mesin politiknya, selain dana, kandidat juga harus mempunyai STRATEGI PEMENANGAN, terkait dengan strategi pemenangan kandidat harus lebih serius, kalau perlu menyewa konsultan Politik dan lembaga survey  untuk mengukur sejauh mana peluang kemenangan bisa diraih, dengan melakukan survey atau  kajian akademis akan lebih mudah untuk memetakan daerah mana saja titik kemenangan bisa diraih  atau sebaliknya.

Terkait Strategi Pemenangan tentu dibutuhkan Peta Electoral atau bisa juga disebut Peta Pilkada yaitu kumpulan “DATA” yang harus dikuasai dan dimiliki kandidat, contohnya;

1. Peta Wilayah, kandidat dan tim harus menguasai hal ini, bila kandidat dan tim menguasai wilayahnya akan lebih mudah menentukan titik strategis, titik-titik sulit, akan lebih mudah mengelompokkan, mengcluster daerah-daerah target, mengirisnya kemudian mengunyah umpama makan semangka he he.

2.  Peta demografi/sosiologi, kandidat dan tim wajib menguasai demografi (Sosiologi) kota Sungai Penuh;  di kota Sungai Penuh ada beberapa variabel demografi seperti ; Suku (etnik), Agama, Pekerjaan dan lain sebangainya. Dengan mengetahui variabel demografi (Sosiologi) secara detail akan mempermudah kandidat dan tim dalam melakukan gerakan selanjutnya.

3. Hasil Pemilu/Hasil Pilkada Sebelumnya, Kandidat dan tim harus mengatahui hasil pilkada sebelumnya, ini penting dilakukan, karena dengan menguasai hasil pemilu/pilkada sebelumnya, kandidat dan tim dapat memetakan titik-titik yang akan dipoles dan diolah agar tercapainya kemenangan. TAPI INGAT berhati-hatilah dalam membaca peta ini, karena apabila salah dalam membacanya bisa menimbulkan bumerang bagi kandidat itu sendiri hehe, bisa jadi senjata makan tuan he he.

4.  Hasil Survey Terbaru, Kanddidat harus memiliki data hasil survey terbaru gunanya tentu akan mempermudah pergerakan kandidat dan tim , dan mempermudah dalam menyiapkan langkah-langkah apa yang akan dilakukan pada saat pilkada.

5.  Media/Pers (Media cetak, Media Online, Media Sosial, TV dan lain sebagainya) Jangan lupa dikuasai he he.

Bila ke-5 hal tesebut bisa dilakukan tak tertutup kemungkinan Incumbent atau Petahana bisa dikalahkan, karena Incumbent atau Petahana juga manusia, mereka bukan malaikat, mereka bukan para nabi dan auliya yang tidak mempunyai kelemahan, SELAMAT BERJUANG !!

Para pembaca yang budiman, inilah akhir tulisan sederhana ini, mau dibaca ya syukur, gak dibaca ya gak apa-apa, ini hanya tulisan sebagai bahan pertimbangan, bukan pembuat keputusan yang final he he, dan siapa yang akan menjadi walikota dan wakil Walikota selanjutnya akan sama-sama kita lihat nanti pada Nopember 2024, siapa yang meraih suara terbanyak, apakah satu putaran atau dua putaran?, tentu tidak bisa kita jawab sekarang hehe.

“Ali Bin Abi Thalib Mengatakan;Artinya,  “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia”

Riwayat Penulis :

- Analis Politik Dalam Negeri 2019-2022 di Kesbangpol

- Pegiat Media Sosial

- Aktif Menulis dengan beberapa nama Anonim

"Hanya Sebatas Pencerahan"

Lebih dan kurang mohon maaf. 

Wassalam Dzl Merah

(Editor: Aldie Prasetya/Merdekapost.com) 

Keliru Memprediksi Keluarga Zulkifli Nurdin

Keliru Memprediksi Keluarga Zulkifli Nurdin

Oleh: Dr Jafar Ahmad*

*Pengamat Politik, Peneliti Idea Institute Indonesia

Saya salah, saat menjawab pertanyaan penguji waktu itu. Pada sidang promosi doktor di Desember 2018 itu, saya memperkirakan keluarga Zulkifli Nurdin baru akan kembali bersaing dalam politik Jambi sekitar 2029. Namun, hanya butuh enam tahun bagi keluarga ini untuk kembali tampil di panggung politik. Empat tahun lebih cepat dari perkiraan saya.

Zumi Laza, adik Zumi Zola, maju sebagai calon Bupati Tanjung Jabung Timur. Sepupunya, Diza Aljosha Hazrin, anak Hazrin Nurdin juga bersiap mencalonkan diri sebagai wakil walikota Jambi pada pilkada November 2024 nanti. Sepupunya yang lain, Sum Indra telah lebih dahulu terpilih kembali sebagai anggota DPD RI dari Dapil Jambi.

Kebangkitan ini menunjukkan ketangguhan dan strategi luar biasa keluarga ini dalam politik Jambi

Cepatnya kebangkitan ini menimbulkan pertanyaan penting. Apakah keluarga ini memiliki jaringan politik lebih kuat dari yang diperkirakan? Ataukah perubahan dinamis politik lokal memungkinkan mereka kembali lebih cepat? Atau mungkin ada faktor lain seperti dukungan finansial dan pengaruh yang tidak terlihat?

Terlepas dari spekulasi itu, satu hal pasti: keluarga Zulkifli Nurdin mampu beradaptasi dan merancang strategi politik yang efektif. Mereka membangun kembali citra dan basis dukungan dalam waktu singkat. Ini bukan hanya pencapaian keluarga, tetapi juga studi kasus menarik tentang dinamika politik lokal di Indonesia.

Melihat ke depan, akan menarik mengamati bagaimana keluarga ini mempertahankan atau memperluas pengaruh mereka. Apakah mereka akan menghadapi tantangan baru yang menghambat kemajuan? Bagaimana respon lawan politik terhadap kebangkitan ini?

Kebangkitan cepat keluarga Zulkifli Nurdin dalam politik Jambi adalah fenomena yang patut dicermati. Ini memberikan pelajaran tentang kekuatan jaringan, strategi, dan adaptasi dalam politik. Bagi pengamat politik, ini adalah momen untuk mengkaji ulang asumsi dan menggali lebih dalam dinamika kekuasaan di daerah.

Keluarga Zulkifli Nurdin membuktikan bahwa prediksi politik tidak selalu tepat. Kadang-kadang, ketahanan, strategi cerdas, dan sedikit keberuntungan bisa mengubah segalanya lebih cepat dari yang diperkirakan.

Hitungan saya, keluarga ini sepertinya memahami bahwa politik adalah jalan praktis untuk kembali bisa berada di panggung kekuasaan dan memastikan bahwa seluruh kejayaan yang selama ini pernah melekat kepada keluarga besar mereka bisa direbut kembali.

Pasca kekuasaan Zulkifli Nurdin yang dilanjutkan dengan kekuasaan Zumi Zola mulai 2015 di Jambi, pasca menjadi bupati Tanjung Jabung Timur sejak 2010, keluarga ini praktis tidak memiliki jejaring politik lagi di Jambi.

Jejaring politik sudah hampir hilang, tentu juga jejaring kekuasaan. Ditambah lagi sejak 2017 Zola ditahan KPK karena kasus ketok palu di DPRD Provinsi Jambi yang juga menjerat banyak sekali politisi. Namun, karena kekuatan modal simbolik mereka (sebagai orang kaya dan keluarga penguasa), pemulihan citra di depan masyarakat Jambi bisa saja akan cepat kembali.

Kita bisa saksikan November 2024 nanti. Jika jejaring keluarga ini mendominasi lagi politik lokal di Jambi, mungkin nanti tahun 2029, Zumi Zola yang pernah berkuasa di sini akan kembali.

Fenomena kebangkitan cepat keluarga Zulkifli Nurdin menjadi bukti bahwa politik selalu penuh dengan kejutan. Ini adalah pelajaran berharga bagi siapa pun yang berusaha memahami atau memprediksi dinamika kekuasaan di daerah.

Keluarga Zulkifli Nurdin telah menunjukkan bahwa dengan ketahanan, strategi yang tepat, dan sedikit keberuntungan, segala sesuatu bisa berubah lebih cepat dari yang dibayangkan. Pertanyaan besarnya, bisakah mereka kembali menang tanpa sosok hebat, Zulkifli Nurdin, patron yang sekaligus ayah mereka.

Kita tunggu saja!


Editor: Aldie Prasetya / Sumber: Jambilink

PJ Bupati Asraf Hadiri Rakernas APKASI,Pamer Potensi Daerah Menarik Investor

Merdekapost.com - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) sekaligus Apkasi Otonomi Expo (AOE) 2024 digelar bersamaan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan Jakarta, pada Rabu (10/07/2024).

Kegiatan yang dibuka Presiden RI, Joko Widodo, didampingi Ketua APKASI Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

PJ Bupati Kerinci Asraf yang ikut menghadiri langsung Rakernas Apkasi dan Otonomi Expo ini adalah karena kegiatan ini merupakan agenda tahunan yang digelar Apkasi untuk membahas isu-isu dan rencana strategis dalam pembangunan daerah, khususnya kabupaten.

“Selain itu, Apkasi Otonomi Expo menjadi ajang untuk memamerkan potensi daerah, dengan harapan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,”ujarnya.

Baca Juga: PJ Bupati Asraf Sampaikan Belasungkawa Atas Meninggalnya H A Madjid Mu'az Mantan Bupati Tebo

Acara dibuka secara langsung oleh presiden Republik Jokowi sekaligus peresmian pembukaan rapat kerja nasional XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Tahun 2024. Acara digelar di ruang Cendrawasih, Jakarta Convention Center (JCC).

“Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrahim pada pagi hari ini secara resmi saya buka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Tahun 2024,” kata Jokowi.

“Perlu saya ingatkan beli produk-produk kita sendiri, mengumpulkan anggaran itu agak sulit sekali, jadi gunakan seratus persen untuk pengadaan barang dan jasa produk dalam negeri,”ungkap Presiden RI Jokowi.

Presiden RI Jokowi Didampingi Menteri Dalam Negeri, Ketua Umum Apkasi juga menuju area pameran untuk peninjauan stand.(adv)

Copyright © Merdekapost.com. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs