Itikad Buruk: Ketika Etika, Jurnalistik Dikesampingkan

Itikad Buruk: Ketika Etika, Jurnalistik Dikesampingkan

Oleh: Herri Novealdi *)

Tak semua luka itu menyemburkan darah. Ada luka yang menganga, seperti pada peristiwa yang melanggar etika pada praktik jurnalisme kita. Kalaulah berita sengaja ditulis tanpa mempertimbangkan empati, dan nama orang diberitakan tanpa konfirmasi, jelas ada yang merasa terluka. Perihnya luka itu tidak akan terlihat di layar handphone, tapi terasa di hati mereka yang menjadi korban, teman korban, maupun keluarga besarnya.

SUATU ketika ada peristiwa yang viral di media sosial. Tak berselang lama salah satu media online memuat berita berjudul: “Gadis Cantik Tewas Mengenaskan Karena Cinta Terlarang.” Berita dimuat tanpa mempertimbangkan empati dan tanpa konfirmasi dari berbagai pihak. Berita juga tidak cover both sides, dibuat dengan nama terang, identitas lengkap, dan foto yang tanpa disensor.  

Berita itu makin jadi pemicu viral di media sosial. Namun belakangan barulah diketahui ternyata sang gadis masih di bawah umur. Tak ada permintaan maaf, tanpa ada koreksi. Tapi dampak pemberitaan sudah meluas kemana-mana dan memancing beragam komentar di media sosial. 

Inilah salah satu itikad buruk. Mengenyampingkan empati, mendahulukan alasan viral. Sementara pihak keluarga merasakan dampak besar akibat viralnya kejadian itu. Media itu sudah abai dengan sisi kemanusiaan. 

Contoh lainnya, salah satu media online memuat berita. Judulnya: “Pembunuh Janda Malang Itu Akhirnya Mengaku Juga.” Beritanya menginformasikan seseorang diduga pelaku kejahatan seksual. Sebenarnya tidak ada kata “malang” di laporan kepolisian. Tetapi oleh media tersebut, merancang judulnya demi algoritma dan klik. Di dalam berita itu, digambarkan secara utuh identitas korban seksual dan bagaimana kejahatan seksual itu terjadi. 

Berita seperti ini tentunya akan sangat menambah luka bagi korban yang seharusnya dilindungi. Dia tidak hanya menjadi korban kejahatan, tetapi juga menjadi korban dari dampak pemberitaan.  

Pemberitaan dengan itikad buruk tidak hanya terjadi pada individu. Pada sejumlah peristiwa yang menimpa kelompok rentan, termasuk masyarakat adat juga bisa ditemukan. Kira-kira judul beritanya seperti ini: “Fakta Penculikan Balita yang Dijual ke Suku Anak Dalam Jambi.”

Sepintas lalu berita ini terlihat informatif. Tapi sesungguhnya mengandung bias. Identitas kesukuan justru ditonjolkan dan mengesankan bahwa hal ini merupakan representasi kesukuan itu, bukan tindakan individu. Padahal peristiwanya tak ada hubungan dengan etnis atau suku tertentu. 

Narasi seperti ini bukan saja tidak sensitif, tetapi juga merendahkan kelompok tertentu. Judul beritanya memadukan fakta kriminal dengan prasangka, yang akibatnya publik memahami seolah-olah seluruh anggota komunitas memiliki kecenderungan yang sama.

Semua judul berita di atas memang tidak persis seperti kejadian sebenarnya. Akan tetapi, bisa kita temukan gambaran di beberapa media memberitakan semacam ini. Mirip dengan tiga kisah di atas. Karena di era digital, banyak media justru mengejar klik dan mengenyampingkan empati dan nilai kemanusiaan. 

Saat peristiwa terjadi, yang dipertimbangkan bukannya apa dampak pemberitaan tersebut dan apa pentingnya berita itu bagi publik. Yang didahulukan oleh redaksi media massa justru karena alasan sensasi, klik, dan viral. Peristiwa justru jadi komoditas, dan etika malah dikesampingkan. 

Pada titik inilah itikad buruk terjadi dan tentunya mempengaruhi kepercayaan publik kepada media massa.  Lihat saja saat beberapa (tidak semua) media memberitakan kejadian sensitif semacam kekerasan seksual, kematian tragis, atau konflik politik dengan membumbui ataupun mendramatisasi derita korban atau memperkeruh situasi sosial. Banyak berita masih menyebut identitas korban asusila, memelintir konteks peristiwa, atau menulis dengan diksi yang menghakimi. 

Kita juga menyaksikan bagaimana sebagian media justru menjadi megafon politik, terutama di masa pemilu. Alih-alih menjadi watchdog. Di dalam pemberitaan politik, itikad buruk hadir dalam bentuk framing, pilihan narasumber yang timpang, hingga manipulasi tajuk opini. 

Perlu diketahui bahwa saat ini banyak di ruang redaksi media massa kian sesak oleh tuntutan akan kecepatan dan klik. Judul berita seringkali dibuat bukannya untuk menginformasikan sesuatu atau mengedukasi, melainkan dibuat dengan menggoda. Ada juga isi berita yang disusun bukan untuk memperjelas, tapi demi memperbanyak kunjungan ke halaman media tersebut. Saat itulah juga terdapat itikad buruk, luka etika yang menganga dalam praktik jurnalisme kita. 

Dalam konteks ini, itikad buruk menjadi luka yang tak selalu terlihat, tapi dirasakan publik. Ia tidak sembuh hanya dengan permintaan maaf atau hak jawab. Sebab luka itu bukan di kulit, melainkan di kepercayaan. Apabila kepercayaan sekali rusak, sulit dipulihkan.

Etika Jurnalistik

Sebenarnya pada Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik secara tegas sudah mengatur bahwa: “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”.

Penafsiran dari Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik bahwa independen yang dimaksudkan adalah memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

Akurat yang dimaksud dalam pasal itu berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang maksudnya adalah semua pihak mendapat kesempatan setara. Sementara yang dimaksud dengan tidak beritikad buruk adalah tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Mengenai penerapan secara etis terkait “tidak beritikad buruk” pada praktiknya sering diabaikan karena cenderung dianggap abstrak dan tidak bisa diukur. Padahal, ini adalah satu esensi moral dalam praktik jurnalisme yang harus dipegang teguh. 

Itikad buruk adalah persoalan niat. Apabila sedari awal berita sengaja digiring untuk tujuan tidak baik, membentuk persepsi tertentu, dan justru menutupi konteks yang penting, atau malah menuduh sesuatu tanpa dasar kuat, itulah cerminan dari itikad yang tidak baik. 

Dalam konteks hukum di luar pers, seperti di pidana juga dikenal istilah itikad buruk, yang dalam praktiknya terjadi saat adanya niat menipu, menciderai, atau menyalahgunakan kepercayaan. Di dalam praktik jurnalisme memang konsep ini lebih halus, tapi tidak kalah berbahayanya. 

Kerap kali munculnya itikad buruk karena adanya kepentingan bisnis, politik, ataupun idelogis di ruang redaksi dan hal itu menguasai ruang keputusan redaksional. Berita bukan penting bagi pembaca/penonton, tapi karena dianggap punya alasan lain. 

Menyembuhkan luka etika dalam dunia pers bukan perkara regulasi semata, tetapi kesadaran dan niat baik. Kesadaran bahwa jurnalisme sejati lahir dari tanggung jawab moral, dan media harus kembali ke fitrahnya dalam melayani publik dengan niat baik.

Itikad baik bukan kemewahan, melainkan kebutuhan dasar jurnalisme. Wartawan yang beritikad baik tidak berarti selalu benar, tapi selalu berusaha jujur. Ia mungkin bisa keliru, tapi tidak menipu. Ia mungkin tergesa, tapi tidak menggadaikan prinsip.

Maka, yang kita butuhkan hari ini bukan sekadar revisi aturan, tetapi revolusi nurani di ruang redaksi. Setiap redaktur dan wartawan perlu kembali bertanya sebelum menekan tombol “publish”: Apakah berita ini lahir dari itikad baik? Apakah ia akan menambah terang, atau justru memperdalam luka?

Luka etika di dunia pers tidak akan sembuh oleh waktu, kecuali kita berani mengakui bahwa di balik setiap berita, ada niat. Dan hanya ketika niat itu diperbaiki, jurnalisme akan kembali menjadi jembatan antara kebenaran dan kemanusiaan.

Di tengah gempuran digital, jurnalisme Indonesia harus kembali pada ruhnya: menjadi penuntun kebenaran, bukan penggiring persepsi. Karena di setiap kata yang kita tulis, selalu ada dua kemungkinan: kita sedang menyembuhkan, atau kita sedang memperdalam luka etika yang menganga. (***)

*) Mantan jurnalis dan kini menjadi dosen di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Ahli Pers Dewan Pers. Semasa menjadi jurnalis pernah menjabat Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi. Kini sedang tertarik menulis tentang hukum dan etika pers, serta perkembangan media massa di era digital.

Anggaran Publikasi Dipangkas Habis, DPRD Kota Sungai Penuh Tuai Kritik Pedas Sejumlah Media

Anggaran Publikasi Dipangkas Habis, DPRD Kota Sungai Penuh Tuai Kritik Pedas Sejumlah Media.(adz)

SUNGAI PENUH | MERDEKAPOST - Sejumlah pegiat media baik dalam daerah maupun luar daerah, sangat menyesalkan sikap Ketua, unsur pimpinan, Banggar dan anggota DPRD Kota Sungai Penuh, terkait anggaran publikasi media yang di pangkas habis. Sabtu (18/10/1015).

Pasalnya, Semula anggaran tersedia, namun tiba-tiba tahun 2025 ini raib, tanpa keterangan jelas dari pihak DPRD Kota Sungai Penuh.

Doni Efendi, Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO-I) Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, ketika dimintai tanggapannya menyatakan bahwa, iya dengar... dengar masalah efesiensi, namun Dirinya juga menyesali sikap DPRD Kota Sungai Penuh, sebab efesiensi bukanlah suatu alasan yang tepat memangkas habis anggaran publikasi media, sebab masyarakat kota Sungai penuh juga butuh informasi kinerja DPRD bagi rakyat.

“Efesiensi alasan pemangkasan habis anggaran media bukanlah sikap yang tepat pihak DPRD Kota Sungai Penuh, sebab masyarakat butuh informasi kinerja dari wakil-wakil mereka (Dewan__red), dengan pemangkasan anggaran media, berarti pihak DPRD telah mematikan saluran informasi, ” Sebutnya. 

Baca Juga: Pelajar di Sungai Penuh Dikeroyok, Kunci Motor Menancap di Kepala

Selain itu ia juga membahas apa itu efesiensi, adalah memaksimalkan pengunaan anggaran bukan menghilangkan sepenuhnya anggaran yang dinilai masih bermanfaat bagi rakyat.

“Bila DPRD Kota Sungai Penuh sudah memutuskan bahwa informasi publik bagi rakyat tidak penting, maka hal itu sudah mematikan saluran informasi publik dan juga ditinjau dari efesiensi, Efisiensi anggaran adalah upaya untuk memaksimalkan hasil dengan menggunakan sumber daya finansial seminimal mungkin, dengan tujuan mengurangi pemborosan dan mengalokasikan dana secara optimal untuk program prioritas". 

"Hal ini dilakukan dengan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, menghindari duplikasi program, dan memastikan dana digunakan secara tepat sasaran untuk meningkatkan pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, dan menjaga stabilitas makroekonomi. Berarti dari mana pikiran DPRD bahwa publikasi informasi adalah pemborosan dan tidak perlu”tegasnya lagi.

Doni juga menyatakan bahwa pokir dan reses anggota DPRD juga tidak penting penting amat. 

“Bilamana mereka berpikir demikian kita juga berpikir selaku kontrol sosial pengawasan kinerja anggota DPRD Kota Sungai Penuh, pokir dan reses juga tidak penting penting amat, kita belum pernah dengar adanya reses yang dilaksanakan pihak anggota DPRD kota Sungai penuh, kemudian juga, pokok pikiran (pokir) itu sudah terwakili dari desa desa yang ada, apa yang di butuhkan masyarakat sudah ada dalam rencana pembangunan yang diajukan desa ke Pemkot dan DPRD” Tegasnya lagi. (Red)

Jurnalis Jambi Gelar Aksi Bungkam di Mapolda Jambi, Tuntut DPR dan Polda Minta Maaf

Aksi damai para Jurnalist Jambi di Maolda Jambi, mereka melakukan aksi Tutup mulut dengan lakban hitam sebagai simbol protes.(istimewa)

JAMBI, MERDEKAPOST - Puluhan jurnalis menggelar aksi solidaritas damai di depan Mapolda Jambi, Rabu (17/9/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap penghalangan yang dialami tiga jurnalis saat meliput di Mapolda Jambi. 

Para jurnalis menuntut Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar dan rombongan Komisi III DPR RI meminta maaf secara langsung. 

Baca Juga: Sosok Raja Minyak Riza Chalid yang Baru Tersentuh Hukum di Masa Prabowo: Rugikan Negara Rp285 T

Aksi ini diikuti oleh jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jambi, Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Siej. 

Para peserta aksi mengenakan pakaian serba hitam dan pita putih, serta menutup mulut dengan lakban hitam sebagai simbol protes. 

Baca Juga: Breaking News! Gubernur Jambi Perintahkan Penghentian Aktivitas PT SAS Pasca Diprotes Warga

“Pakaian serba hitam dan mulut ditutup lakban sebagai simbol matinya demokrasi ketika pers dibungkam. Ini protes kami selaku jurnalis,” ungkap Hidayat, salah satu peserta aksi. Berikut beberapa tuntutan para pengunjuk rasa: 

 1. Memproses hukum polisi yang melakukan penghalangan liputan sesuai dengan aturan yang berlaku. 

2. Kapolda Jambi diminta untuk meminta maaf kepada korban dan publik secara terbuka. 

3. Wakil Ketua dan rombongan Komisi III DPR juga diminta untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik. 

4. Meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa rombongan Komisi III DPR yang melakukan kunjungan kerja di Polda Jambi. 

Baca Juga: Presiden Prabowo Lantik Djamari Chaniago Jadi Menko Polkam, Erick Thohir Menpora

Para jurnalis menegaskan bahwa kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka menyatakan bahwa penghalangan liputan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas hak publik untuk memperoleh informasi.(*)


Roland Pramudiansyah: Insiden Wartawan di Polda Jambi Representatif Reformasi Polri yang Stagnan

Roland Pramudiansyah Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPC PERMAHI) Jambi tegaskan Insiden Wartawan di Polda Jambi Representatif Reformasi Polri yang Stagnan.(mpc)

Jambi, Merdekapost.com - Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPC PERMAHI) Jambi, Roland Pramudiansyah, angkat bicara terkait insiden perdebatan antara wartawan dan personel kepolisian dalam kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Polda Jambi pada Jumat (12/9/2025).

Menurutnya, kejadian itu tidak bisa dianggap sepele apalagi hanya ditutup dengan permintaan maaf dari Kabid Humas Polda Jambi. Ia menilai insiden tersebut mencerminkan masih mandeknya reformasi Polri yang digaungkan sejak 1998.

Baca Juga: Tabrakan di Desa Baru Pulau Sangkar, Dump Truck dan Minibus Brimob Rusak Berat

“Ini bukan soal wartawan terhalang karena jadwal rombongan padat. Ini soal mentalitas aparat yang masih gagap berhadapan dengan kebebasan pers. Kalau Polri benar-benar sudah reformis, harusnya tidak ada lagi kasus seperti ini,” kata Roland saat dimintai tanggapan, Jumat malam (12/9/2025).

Ia menegaskan, kerja pers dilindungi konstitusi dan undang-undang. “Pasal 28F UUD 1945 jelas menyebut setiap orang berhak memperoleh informasi. Wartawan itu perpanjangan tangan rakyat. Kalau Polri menghalangi, sama saja menutup hak rakyat,” tegasnya.

Roland juga mengkritik pernyataan Kabid Humas Polda Jambi yang berdalih alasan waktu. “Dalih teknis seperti ini selalu muncul. Pertanyaannya, sampai kapan Polri hanya pandai berkilah tapi gagal berbenah? Permintaan maaf tanpa perubahan hanya basa-basi. Publik butuh bukti, bukan klarifikasi normatif,” ujarnya dengan nada keras.

Baca Juga:

Kejari Sungai Penuh Diragukan, HIMSAK Desak Kajati Ambil Alih Kasus PJU Kerinci

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa insiden tersebut harus jadi catatan serius bagi Komisi III DPR RI. “Komisi III jangan hanya datang, rapat, makan siang, lalu pulang ke senayan. Insiden ini membuktikan masih ada masalah kultural di tubuh Polri. Kalau mereka sungguh-sungguh menjalankan fungsi pengawasan, harus ada evaluasi menyeluruh soal SOP interaksi polisi dengan pers,” jelasnya.

Roland menambahkan bahwa reformasi Polri yang digadang selama dua dekade terakhir masih setengah hati. 

“Jargon humanis, jargon presisi, itu semua percuma kalau mental aparat masih tertutup dan defensif. Reformasi Polri belum selesai. Dan insiden di Polda Jambi ini jadi bukti telanjang,” pungkasnya.(adz)

Lepas 60 Delegasi ke Kongres PWI 2025 Ke Cikarang, Ini Pesan Ketua PWI Jambi HR Ridwan Agus

JAMBI, MERDEKAPOST - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jambi, HR Ridwan Agus,DPt,  secara resmi melepas keberangkatan rombongan peserta Kongres PWI 2025 menuju Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu malam (28/8/2025) sekitar pukul 20.00 WIB di Sekretariat PWI Provinsi Jambi, Jalan Jakarta Ujung, Kota Baru, Kota Jambi.

Rombongan PWI berangkat menggunakan jalur darat dengan mobil Hiace Mantap milik Pemprov Jambi, serta sebagian peserta lainnya memilih menggunakan pesawat. Pelepasan ditandai dengan pengibaran bendera PWI dan pesan khusus dari Ketua PWI Jambi, HR Ridwan Agus, Depati.

Dalam arahannya, Ridwan Agus berpesan agar seluruh delegasi menjaga nama baik Provinsi Jambi dan selalu berdoa demi keselamatan rombongan selama perjalanan maupun pelaksanaan kongres.

Baca Juga: Universitas Jambi Pecahkan Empat Rekor MURI Sekaligus

Tercatat sebanyak 60 orang delegasi berangkat mengikuti Kongres PWI 2025, terdiri dari peserta penuh, peninjau, penggembira, serta pengurus dan anggota PWI dari berbagai kabupaten/kota se-Provinsi Jambi.

Kongres PWI 2025 akan digelar pada 29–30 Agustus 2025 di Diklat Komdigi, Cikarang. Selain menjadi ajang silaturahmi insan pers nasional, kongres juga akan memilih Ketua Umum PWI Pusat periode 2025–2030. 

Untuk diketahui, Dua kandidat yang telah resmi mendaftar adalah M. Munir dan Hendri CH Bangun.(adz)

Wakapolri: Wartawan Tak Bisa Dijerat Dengan UU ITE

Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto. (ist)

"

Wakapolri mengatakan hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers. Kesepakatan yang diperbarui itu wajib dipatuhi oleh kepolisian. Agus mengatakan kesepakatan itu melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui Dewan Pers

"

JAKARTA - Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Agus Andrianto mengingatkan seluruh pihak bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dari perusahaan pers legal, tidak dapat dibawa ke ranah pidana.

Produk tersebut juga tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. “Untuk kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal benar (berita), wartawannya juga tidak boleh diproses kalau memang informasi itu benar, bukan fitnah,” kata Agus, Kamis, 8 Februari 2024.

Agus mengatakan hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers. Kesepakatan yang diperbarui itu wajib dipatuhi oleh kepolisian. Agus mengatakan kesepakatan itu melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui Dewan Pers.

Dilanjutkannya, seluruh anggota kepolisian harus menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan Dewan Pers serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kalau masih memungkinkan, penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah ditempuh klarifikasi, upaya mediasi para pihak. Kalau sudah mentok, baru diputuskan apakah penyelidikannya dilanjut atau tidak,” kata Agus.

Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan media sosial dan media massa siber adalah dua produk berbeda. Media sosial, kata dia, dibuat tanpa konfirmasi maupun diklarifikasi. Adapun media massa siber sebaliknya, media perusahaan pers bisa dikonfirmasi maupun dimintai klarifikasi apabila terjadi kekeliruan pemberitaan.

“Bagi teman-teman media, semua produk yang dihasilkan dilindungi Undang-undang. Saat ini kecepatan informasi di media sosial bisa mencakup semua tanpa batas waktu dan wilayah. Cuma, produk jurnalistik harus bisa dipertanggungjawabkan baik diklarifikasi maupun dikonfirmasi,” tuturnya.

Sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri periode 2021-2023, kata Dedi menambahkan, produk jurnalistik justru memberikan sosialisasi, edukasi dan memberikan pencerahan bagi masyarakat. Inilah yang tidak dimiliki produk atau konten yang ada di media sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Kami berharap media bahu membahu memerangi konten berbau hoaks apalagi di tahun politik seperti ini. Apalagi teman-teman media jauh lebih luas menghadapi bersama-sama pada Pemilu 2019 yang sangat panjang dan keras dan sudah dihadapi sebelumnya. Teman media juga punya tanggungjawab besar terhadap negeri ini apalagi di tahun Pemilu 2024,” kata Dedi. (adz)

Dewan Pers Verifikasi Faktual Media Ampar.id

 

Gedung Dewan Pers. Foto: Ist

Merdekapost.com- Tim Verifikasi Faktual Dewan Pers melakukan verifikasi Faktual terhadap media siber Ampar.id. Verifikasi ini dilakukan secara virtual atau daring. Selasa (8/11) pagi.

Adapun tim verifikator Kabid Pendataan Dewan Pers Rita Sitorus, Tenaga Ahli Dewan Pers Winarto dan Staf Dewan Pers Fajar, Ketiganya diterima oleh Direktur PT Media Ampar KJA Juanda Prayetno, Pemimpin Redaksi Ampar.id Yasmin Simamora,  dan Penanggung Jawab Redaksi atau redaktur Maskun Sopwan.

Doddi Irawan, Saksi dari Dewan Pers yang juga Ketua JMSI provinsi Jambi, menyampaikan apresiasi kepada dewan pers yang telah melakukan verifikasi faktual terhadap media-media di Jambi, Ini membuktikan keseriusan dewan pers menyehatkan media di Jambi.

"Terima kasih saya dipercaya menjadi saksi oleh dewan pers untuk memverifikasi media ampar, saya tetap profesional menilai walaupun ampar.id anggota saya di JMSI Jambi",katanya.

Kedepan diharapkan media ampar lolos Verifikasi Faktual dewan pers, dan menjadi motivasi bagi media-media lainnya di Jambi untuk memenuhi ketentuan dewan pers sebagai media yang profesional.

"tadi ada beberapa catatan perbaikan untuk ampar dan itu hal biasa untuk melangkah menjadi lebih baik lagi", tegasnya.

Direktur Media Ampar.id Juanda Prayetno menyampaikan, proses verifikasi ini adalah merupakan bentuk tanggung jawab media kepada masyarakat luas dan menunjukkan bahwa ampar.id bukanlah media ‘abal-abal’.

"Terima kasih kepada tim dewan pers dan saksi, bahwa sampai sejauh ini bukanlah hal yang mudah dan menjadikan kami tetap belajar menjadi lebih baik kendati usia media ini baru seumur jagung. Bahwa kami adalah perusahaan yang diakui Dewan Pers juga tercatat dalam adminnistrasi pemerintahan Dishanker, dengan demikian berita yang kami sajikan lebih dapat dipercaya di masyarakat", ujarnya.

Lebih jauh, Kata Juanda, hal penting yang diverifikasi hari ini adalah dokumen yang telah di-upload sebelumnya saat verifikasi adminasitrasi. 

“Pada dasarnya semua syarat sudah terpenuhi tinggal bagaimana media ini lebih menyajikan berita lebih aktual dan terkini. Karena dewan pers akan terus memantau", tutupnya.

Disisa waktu zoom, Kabid Pendataan Dewan Pers Rita Sitorus, menyampaikan kepada ampar.id agar beberapa catatan diperbaiki segara dan hasil Verifikasi ini akan di plenokan tim dewan pers.

Copyright © Merdekapost.com. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs