Diduga Tertipu Pembeli, Petani Kol Asal Kayu Aro Rugi Puluhan Juta

Kerinci, Merdekapost.com  – Seorang petani bernama Suherdi asal Desa Ensatu, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, diduga menjadi korban penipuan bernilai Puluhan juta rupiah.

‎Suherdi mengakui ditipu saat seorang pria bernama Pirda warga Desa Pasar Minggu Kayu Aro Barat Kerinci, yang saat itu dirinya membeli Kol diladangnya sekitar kurang lebih 1 hektar dengan nominal 40 juta pada April 2022 lalu.

‎Suherdi menjelaskan dirinya mengenal Pirda Saat itu karena Pirda sering membeli hasil panen petani secara borongan dikayu Aro.

‎‎” Saya kenal Pirda dari orang, kata orang dia sering beli hasil panen petani dikayu aro,” Jelas Suherdi (Jum’at 26/12)

‎Setelah dirinya dan Pirda saling komunikasi, Pirda mengaku mau jual kol terlebih dahulu setelah itu baru uang nya ditransfer uang sesuai harga yang hendak dibeli.

Baca Juga: Pendapat Ahli Hukum: Dugaan Mark-Up BSPS Bukan Kesalahan Teknis, Tapi Indikasi Korupsi Terstruktur

‎” Saya selama ini transaksi begitu buk, jadi saya gak tau sampai ditipu bertahun tahun seperti ini,” tambahnya.

‎‎Setelah kejadian itu, Suherdi selalu menghubungi Pirda alias yang membeli Kol tersebut, namun dia selalu mengelak dan diduga tidak mau bayar setelah panen.

‎”Setelah Kejadian itu tahun 2022, kami sering menghubungi Pirda namun tidak ad aitikad baik, terakhir saya tanya, Pirda mau bayar gak KLO gak mau byar saya lapor polisi, Pirda menjawab laporkan,” Jelas Suherdi.

‎Dia pun menyayangkan sikap Pirda yang tidak bertanggung jawab terhadap barangnya, apalagi sudah memberi hak sepenuhnya untuk panen dan menjual kol  tersebut.

‎Karena tidak adanya Itikad baik dari Pihak pembeli alias Pirda, Pihak pemilik kol, Suhardi akan melaporkan hal ini kepolres kerinci untuk tindakan lebih lanjut.

‎Sementara itu, Pembeli Kol Pirda saat dikonfirmasi via WhatsApp 08526283xxxx tidak aktif hanya bertanda ceklist satu. Hingga berita ini dipublikasikan.(Red)‎

Pendapat Ahli Hukum: Dugaan Mark-Up BSPS Bukan Kesalahan Teknis, Tapi Indikasi Korupsi Terstruktur

Pakar hukum pidana dan kebijakan publik menilai, dugaan praktik mark-up dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kecamatan Tanah Cogok tidak dapat dipandang sebagai kekeliruan administrasi semata, melainkan telah menunjukkan indikasi awal tindak pidana korupsi yang bersifat sistematis.

Menurut Dr. (Cand) R. Hadi Pratama, S.H., M.H., dosen hukum pidana dan keuangan negara, manipulasi harga material dalam program bantuan sosial merupakan bentuk penyimpangan serius terhadap asas keadilan sosial dan akuntabilitas anggaran negara.

“Jika pendamping program dengan sengaja mengarahkan pembelian material pada harga yang sudah dinaikkan, maka di situ telah terjadi perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan keuangan negara. Itu memenuhi unsur delik dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.

Ia menjelaskan, mark-up harga tidak harus dibuktikan dengan adanya aliran dana tunai ke rekening pribadi pelaku. Cukup dibuktikan adanya selisih harga yang tidak sah dan berkurangnya nilai manfaat yang diterima masyarakat, maka unsur kerugian keuangan negara sudah terpenuhi.

Pendamping Bukan Sekadar Fasilitator

Sementara itu, akademisi hukum administrasi negara, Prof. Dr. Nuryadi, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa posisi pendamping BSPS bukan sekadar pelaksana teknis, melainkan memiliki tanggung jawab hukum dan etika publik.

“Pendamping program adalah perpanjangan tangan negara di lapangan. Ketika kewenangan itu disalahgunakan untuk mengatur harga atau mengondisikan nota fiktif, maka itu adalah penyalahgunaan kewenangan jabatan,” ujarnya.

Menurutnya, praktik semacam ini berbahaya karena:

1. Merampas hak masyarakat miskin,

2. Merusak tujuan program kesejahteraan, dan

3. Menciptakan pola korupsi bantuan sosial yang berulang.

Audit Administratif Tidak Cukup

Para ahli sepakat, penanganan dugaan kasus ini tidak cukup hanya dengan audit administratif internal. Diperlukan audit investigatif yang berujung pada proses hukum pidana apabila ditemukan unsur kesengajaan.

“Jika hanya diselesaikan secara internal, maka praktik serupa akan terus berulang. Bantuan sosial akan selalu menjadi objek paling rentan dikorupsi karena korbannya adalah rakyat kecil yang sering kali tidak berdaya melawan,” tambah Dr. Hadi.

Preseden Buruk Jika Dibiarkan

Secara akademik, pembiaran dugaan mark-up dalam BSPS dinilai akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola bantuan sosial nasional. Negara berpotensi gagal memenuhi mandat konstitusionalnya dalam menjamin hak atas tempat tinggal yang layak.

Para pakar menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas bukan untuk menjatuhkan program BSPS, melainkan menyelamatkan marwah program dan kepercayaan publik.

“Yang harus dihukum bukan programnya, tetapi oknum yang menjadikan kemiskinan sebagai ladang keuntungan,” tutup Prof. Nuryadi.(adz)

Polres Kerinci Selidiki Dugaan Praktik Perjudian Berkedok Pasar Malam

Polres Kerinci Selidiki Dugaan Praktik Perjudian Berkedok Pasar Malam di Kota Sungai Penuh.(mpc)

KERINCI, MERDEKAPOST.COM – Polres Kerinci menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan praktik perjudian yang berkedok permainan pasar malam di wilayah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci.

Pengecekan dilakukan pada Rabu (24/12/2025) sekitar pukul 23.00 WIB oleh tim gabungan Unit Opsnal Satreskrim Polres Kerinci bersama personel Samapta dan piket fungsi. 

Langkah tersebut diambil setelah adanya laporan warga yang mencurigai sejumlah permainan di lokasi pasar malam mengarah pada unsur perjudian. 

LSM GERANSI: Dugaan Mark Up BSPS di Kerinci adalah Kejahatan terhadap Rakyat Miskin, APH Jangan Tutup Mata!

Kasat Reskrim Polres Kenrinci mengatakan, laporan tersebut disamnypaikan oleh Zarmen Effendi, Kepala Desa Baru Debai. Dalam laporannya, disebutkan terdapat beberapa jenis permainan yang dinilai berpotensi mengandung unsur taruhan.

“Di lokasi, petugas menemukan permainan ketangkasan seperti bola gelinding, lempar gelang, dan bola pingpong. Pengunjung membeli tiket untuk bermain dengan harapan mendapatkan hadiah,” kata Kasat Reskrim, Kamis (25/12/2025).

Polisi kemudian mengamankan pengelola pasar malam berinisial APD (32), warga Kota Padang, Sumatera Barat, untuk dimintai keterangan lebih lanjut di Polres Kerinci.

Dari hasil pemeriksaan, polisi memberikan pembinaan kepada yang bersangkutan dan meminta pengelola membuat surat pernyataan agar tidak lagi menyelenggarakan permainan yang berpotensi mengarah pada praktik perjudian.

Polres Kerinci menegaskan akan terus menindaklanjuti setiap laporan masyarakat serta meningkatkan pengawasan terhadap seluruh kegiatan hiburan rakyat.

“Kami mengimbau para pengelola hiburan agar mematuhi ketentuan hukum dan tidak menyelenggarakan permainan yang mengandung unsur perjudian,” ujar Kasat Reskrim.

Polisi juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif melaporkan setiap dugaan pelanggaran hukum demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.(ali/mpc)

Bupati Monadi Buka-bukaan Tentang Penghasilan PPPK Paruh Waktu Kerinci dan Kelanjutannya Nanti

Bupati Kerinci buka-bukaan tentang Berapa Penghasilan PPPK Paruh Waktu Kerinci dan bagaimana kelanjutannya nanti.(adz) 

KERINCI, MERDEKA POST – Pengangkatan 2.733 tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kerinci memunculkan satu pertanyaan utama, berapa penghasilan yang akan diterima setiap bulan?

Menanggapi hal tersebut, Bupati Kerinci Monadi memberikan penjelasan langsung kepada awak media pada Rabu (24/12), sekaligus meluruskan sejumlah persepsi yang berkembang di masyarakat.

Bupati Monadi menegaskan bahwa PPPK Paruh Waktu tidak menerima gaji seperti PPPK penuh waktu atau ASN. Penghasilan yang diberikan berupa insentif, dengan mekanisme anggaran yang juga berbeda.

“Yang diterima itu insentif, bukan gaji. Sumber dananya tidak dari belanja pegawai, tapi dari anggaran kegiatan barang dan jasa,” jelas Monadi.

Ia menambahkan, skema ini merupakan bagian dari kebijakan nasional yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah daerah.

Bacaan Lainnya: Kisah Inspiratif: Sempat Merantau Ke Malaysia Demi Biaya Kuliah, Anak Petani Raih Gelar Magister UNY dengan Predikat Summa Cumlaude

Soal besaran penghasilan, Monadi mengakui insentif PPPK Paruh Waktu belum bisa disamakan dengan UMR. Hal ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan keuangan daerah.

“Kalau kita pakai standar UMR, APBD Kerinci belum sanggup menanggungnya,” ujarnya.

Pemkab Kerinci, lanjut Monadi, sempat merancang insentif sebesar Rp1 juta per bulan. Namun setelah dilakukan perhitungan secara tahunan, angkanya dinilai terlalu besar.

“Totalnya bisa menembus Rp60 miliar lebih per tahun. Itu sangat berat bagi keuangan daerah,” ungkapnya.

Baca Juga: Minggu Pagi, Sebanyak 2.733 PPPK Paruh Waktu Kerinci Terima SK

Dengan mempertimbangkan kondisi fiskal tersebut, Pemkab Kerinci akhirnya menetapkan insentif Rp500 ribu per bulan bagi PPPK Paruh Waktu.

“Angkanya memang belum ideal, tapi ini kebijakan paling realistis sesuai kemampuan keuangan daerah saat ini,” kata Monadi.

Ia menegaskan bahwa keputusan ini diambil agar pengangkatan PPPK Paruh Waktu tetap berjalan tanpa mengganggu program pembangunan lainnya.

Bagaimana Kelanjutannya?

Terkait masa depan PPPK Paruh Waktu, Bupati Monadi menegaskan bahwa pemerintah daerah masih menunggu kebijakan lanjutan dari pemerintah pusat.

“Kita jalankan dulu aturan yang ada. Kedepan apakah akan diangkat menjadi penuh waktu, diperpanjang, atau ada skema lain, semuanya tergantung regulasi pusat,” jelasnya.(adz)

LSM GERANSI: Dugaan Mark Up BSPS di Kerinci adalah Kejahatan terhadap Rakyat Miskin, APH Jangan Tutup Mata!

Dugaan Mark Up BSPS di Kerinci adalah Kejahatan terhadap Rakyat Miskin, APH Jangan Tutup Mata!

LSM GERANSI: Dugaan Mark Up BSPS di Kerinci adalah Kejahatan terhadap Rakyat Miskin, APH Diminta Jangan Tutup Mata!

MERDEKAPOST.COM – LSM Geransi melontarkan peringatan keras kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat agar segera bertindak atas dugaan mark-up dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kecamatan Tanah Cogok, Kabupaten Kerinci. Geransi menilai, kasus ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, melainkan kejahatan moral dan hukum yang secara langsung merampok hak rakyat miskin.

“Jika bantuan rumah untuk rakyat miskin saja masih dijarah, maka ini bukan lagi soal administrasi, tapi korupsi paling keji. APH tidak boleh ragu, apalagi diam,” tegas Geransi dalam pernyataan resminya.

Bukan Salah Teknis, Ini Dugaan Korupsi

Geransi menolak keras narasi “kesalahan teknis” atau “kekeliruan administrasi” yang kerap digunakan untuk meredam kasus bantuan sosial. Dugaan manipulasi nota, pengondisian harga material, dan dugaan peran aktif oknum pendamping dinilai telah memenuhi indikasi awal tindak pidana korupsi.

“Modusnya klasik: nota manual, harga dinaikkan, rakyat terima sisa. Ini pola lama yang terus berulang karena penegakan hukum sering tumpul ke atas,” kecam Geransi.

APH Diminta Bertindak atau Dicatat Publik

Geransi secara terbuka menantang APH untuk membuktikan komitmen pemberantasan korupsi dengan:

  • Membuka penyelidikan dan penyidikan terbuka,
  • Memeriksa oknum pendamping, penyedia material, dan pihak terkait,
  • Mengumumkan hasil pemeriksaan secara transparan.

“Jika APH lamban atau terkesan melindungi oknum, publik berhak mencatat: hukum masih gagal melindungi rakyat miskin,” lanjut pernyataan itu.

Inspektorat Jangan Jadi Stempel

Kepada Inspektorat, Geransi menegaskan agar tidak menjadi alat pembenaran. Audit administratif tanpa pengusutan mendalam hanya akan mengubur kebenaran.

 “Inspektorat harus memilih: berdiri di pihak rakyat atau menjadi stempel legalisasi penjarahan bantuan sosial,” tegas Geransi.

Negara Dipertaruhkan

Geransi menilai, pembiaran dugaan mark-up BSPS akan menjadi preseden nasional yang berbahaya. Program bantuan sosial di daerah lain berpotensi mengalami nasib serupa jika tidak ada penindakan tegas.

“Ini bukan hanya soal Kerinci. Ini ujian negara: apakah bantuan untuk rakyat miskin benar-benar dilindungi, atau justru jadi ladang korupsi yang aman,” tandasnya.

Geransi Siap Kawal dan Membuka Data

Geransi menyatakan siap:

  • Menyerahkan dokumen pembanding harga dan nota,
  • Membuka data kepada APH dan media nasional,
  • Menggalang pengawasan publik jika proses hukum mandek.

“Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan hukum. Bantuan untuk rakyat miskin bukan ruang kompromi,” tutup Geransi.

Dugaan Mark Up Dana BSPS 'Bedah Rumah' di Tanah Cogok Kerinci, Oknum Pendamping Diduga Rampas Hak Rakyat Miskin, APH Didesak Turun Tangan

Dugaan Mark Up Dana BSPS di Tanah Cogok Kerinci, Oknum Pendamping Diduga Rampas Hak Rakyat Miskin, APH Didesak Turun Tangan.(mpc)

KERINCI, MERDEKAPOST.COM – Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat kurang mampu di Kecamatan Tanah Cogok, Kabupaten Kerinci, justru tercoreng oleh dugaan praktik penggelembungan harga (mark-up) material bangunan. Sorotan tajam mengarah kepada oknum pendamping program yang diduga memainkan peran kunci dalam praktik tersebut.

Dugaan mark-up mencuat setelah ditemukan ketidaksingkronan mencolok antara nota pembelian material yang diterima masyarakat dengan daftar harga resmi toko penyedia bahan bangunan. Selisih harga pada sejumlah item material pokok diduga mencapai puluhan ribu rupiah per item, yang jika dikalkulasikan secara keseluruhan berpotensi merugikan penerima bantuan dalam jumlah signifikan.

Modus Dugaan Permainan Dana Bantuan

Berdasarkan penelusuran dokumen dan keterangan lapangan, modus yang diduga digunakan adalah manipulasi nota pesanan manual (tulisan tangan). Oknum pendamping disinyalir mengarahkan pembelian material ke toko tertentu dengan harga yang telah dinaikkan dari harga sebenarnya.

Akibatnya, dana bantuan yang seharusnya diterima masyarakat secara utuh dalam bentuk material bangunan, terpangkas melalui selisih harga fiktif, sehingga berdampak langsung pada kualitas dan kuantitas rumah yang dibangun.

“Kalau dari awal harga material sudah dinaikkan, yang dirugikan jelas masyarakat. Bantuan ini bukan untuk dipermainkan, tapi untuk warga miskin yang berharap punya rumah layak,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Indikasi Pelanggaran Hukum Serius

Pengamat kebijakan publik menilai, jika dugaan ini terbukti, maka praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan telah masuk ke ranah tindak pidana korupsi.

Secara hukum, perbuatan mark-up dana bantuan berpotensi melanggar:

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.

Pasal 3 UU Tipikor, apabila dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan, jabatan, atau kedudukan, dengan ancaman pidana 1–20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Selain itu, oknum pendamping juga dapat dikenai sanksi administratif berat, mulai dari pencabutan status pendamping, pengembalian kerugian negara, hingga blacklist dari seluruh program bantuan pemerintah.

Desakan Audit Investigatif

Hingga berita ini diturunkan, koordinator kabupaten dan dinas teknis terkait belum memberikan klarifikasi resmi. Kondisi ini memicu desakan keras dari warga dan pegiat antikorupsi agar:

Inspektorat melakukan audit investigatif menyeluruh, dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana BSPS di Kecamatan Tanah Cogok.

Masyarakat menegaskan, program bantuan sosial bukan ladang bancakan, melainkan amanat negara untuk menjamin hak dasar rakyat miskin. Jika praktik ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap program pemerintah akan runtuh.

Redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini dan membuka ruang hak jawab bagi pihak-pihak yang disebutkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers.(Red/Mpc)

Proyek Bedah Rumah di Tanah Cogok Amburadul dan Tidak Transparan, Warga Keluhkan Ketidakjelasan Anggaran

Proyek Bedah Rumah. (Doc.ILUSTRASI) 

Merdekapost,com Kerinci - Proyek  "Bedah Rumah atau Bedah isi Kantong? Proyek bedah rumah yang dilaksanakan pada puluhan rumah warga di Kecamatan Tanah Cogok Kabupaten Kerinci terkesan Amburadul, ada Oknum yang Diduga 'Curi' Saldo Penerima, Transparansi mati suri di Kecamatan Tanah Cogok. 

Informasinya, Warga hanya menerima sisa material, sementara oknum pengelola diduga asyik bermain angka.Program bantuan bedah rumah yang seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat kurang mampu di beberapa desa di Kecamatan Tanah Cogok, kini justru menuai polemik. 

Hal ini dilatarbelakangi dugaan pelaksanaan program tersebut yang tidak transparan dan diwarnai praktik, "permainan" oleh oknum tertentu yang merugikan para penerima manfaat.

Bacaan Lainnya: Dugaan Ijazah Palsu Guncang Parlemen Jambi, Desakan PAW Terhadap 'A' Tak Terbendung

​Berdasarkan penelusuran di lapangan, sejumlah warga penerima bantuan mengeluhkan ketidakjelasan rincian anggaran dan material yang mereka terima. Warga mengaku tidak pernah mendapatkan informasi terbuka mengenai total pagu dana yang dialokasikan untuk setiap unit rumah.

​Minim Transparansi dan Dugaan Mark-up

​Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa material yang dikirimkan ke lokasi pembangunan seringkali tidak sesuai dengan standar kualitas, bahkan jumlahnya diduga disunat.

​"Kami hanya menerima barang, tapi tidak tahu berapa harganya dan berapa sisa saldo bantuan kami. Kalau ditanya, pihak pengelola selalu berbelit-belit. Kami menduga ada harga yang dimainkan atau barang yang dikurangi," ujarnya dengan nada kecewa.

​Ketidakberadaan papan informasi proyek di lokasi pembangunan juga memperkuat dugaan adanya upaya menutupi rincian anggaran dari publik. Hal ini dinilai melanggar prinsip keterbukaan informasi publik, terutama pada program yang bersumber dari dana negara.

Oknum Bermain, Penerima Bantuan Tercekik

​Selain masalah material, muncul dugaan adanya oknum yang meminta "setoran" atau biaya administrasi tambahan kepada penerima bantuan dengan dalih biaya operasional. Akibatnya, bantuan yang seharusnya diterima utuh untuk memperbaiki rumah menjadi hunian layak huni, justru tergerus oleh kepentingan pribadi oknum-oknum tersebut.

Baca Juga: Diduga Anak Guru PPPK Terima Bantuan PIP, Warga Pertanyakan Ketepatan Sasaran

​"Bantuan ini hak orang miskin, jangan dijadikan lahan bisnis. Jika terus dibiarkan, tujuan program untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di Tanah Cogok tidak akan pernah tercapai," tegas seorang tokoh masyarakat setempat.

​Desakan Audit Investigatif

​Masyarakat mendesak instansi terkait, mulai dari tingkat Kecamatan hingga Dinas Perkim/Sosial, untuk segera turun ke lapangan melakukan audit dan kroscek fisik. Jika ditemukan bukti kuat adanya penyelewengan, warga meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang bermain.

​Hingga berita ini diturunkan, pihak pengelola program di tingkat kecamatan maupun pendamping desa terkait belum memberikan klarifikasi resmi mengenai keluhan dan dugaan ketidaktransparanan tersebut.(Ali/Mpc)

Jalan Rusak Parah di Desa Benik, Dana Pemeliharaan 2022 Dipertanyakan

KERINCI, MERDEKAPOST.COM – Keluhan mengenai minimnya pembangunan infrastruktur mencuat dari warga Desa Benik, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci. Sorotan utama tertuju pada kondisi jalan lorong yang rusak parah dan terkesan dibiarkan tanpa adanya perbaikan nyata dari Pemerintah Desa (Pemdes) setempat.

Berdasarkan pantauan dan laporan warga, salah satu jalan lorong di desa tersebut saat ini dalam kondisi sangat memprihatinkan. Permukaan semen yang pecah dan amblas membentuk lubang besar di tengah jalan, sehingga membahayakan keselamatan warga yang melintas, terutama bagi pejalan kaki dan pengendara motor.

Realisasi Dana Desa 2022 Jadi Sorotan

Warga mempertanyakan transparansi penggunaan anggaran, khususnya terkait program pemeliharaan jalan yang seharusnya dilaksanakan pada tahun anggaran 2022.

Baca Juga: Dugaan Ijazah Palsu Guncang Parlemen Jambi, Desakan PAW Terhadap 'A' Tak Terbendung

"Jalan lorong bawah ini tidak ada sama sekali diperbaiki. Padahal setahu kami, tahun 2022 itu ada anggaran untuk pemeliharaan, tapi kenyataannya jalan ini tetap hancur seperti ini," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Kades Dinilai Kurang Responsif

Selain masalah jalan lorong, warga juga menyoroti kinerja Kepala Desa (Kades) yang dinilai kurang peduli terhadap pembangunan fasilitas publik di desanya sendiri. Warga merasa hak mereka untuk menikmati infrastruktur yang layak terabaikan, padahal Dana Desa dikucurkan setiap tahun oleh pemerintah pusat untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Baca Juga: Proyek Bedah Rumah di Kecamatan Tanah Cogok Dikeluhkan, Diduga Tidak Transparan dan Jadi Ajang Pungli

Hingga berita ini diturunkan, kondisi jalan tersebut masih terbengkalai. Warga berharap pihak berwenang, baik dari Camat Keliling Danau maupun Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kerinci, turun tangan untuk mengecek langsung realisasi anggaran di Desa Benik agar tidak terjadi penyimpangan.

Warga menuntut adanya pertanggungjawaban yang jelas mengenai ke mana dialokasikannya dana pemeliharaan tahun 2022 dan mendesak agar perbaikan jalan lorong tersebut segera diprioritaskan sebelum memakan korban jiwa.(red)

Proyek Bedah Rumah di Kecamatan Tanah Cogok Dikeluhkan, Diduga Tidak Transparan dan Jadi Ajang Pungli

PHOTO : ILUSTRASI -  Proyek Bedah Rumah di Kecamatan Tanah Cogok Dikeluhkan, Diduga Tidak Transparan dan Jadi Ajang Pungli.(ILUSTRASI)

KERINCI, MERDEKAPOST.COM – Program bantuan bedah rumah yang seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat kurang mampu di beberapa desa di Kecamatan Tanah Cogok, kini justru menuai polemik. 

Pasalnya, pelaksanaan program tersebut diduga kuat tidak transparan dan diwarnai praktik, "permainan" oleh oknum tertentu yang merugikan para penerima manfaat.

​Berdasarkan penelusuran di lapangan, sejumlah warga penerima bantuan mengeluhkan ketidakjelasan rincian anggaran dan material yang mereka terima. Warga mengaku tidak pernah mendapatkan informasi terbuka mengenai total pagu dana yang dialokasikan untuk setiap unit rumah.

​Minim Transparansi dan Dugaan Mark-up

​Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa material yang dikirimkan ke lokasi pembangunan seringkali tidak sesuai dengan standar kualitas, bahkan jumlahnya diduga disunat.

​"Kami hanya menerima barang, tapi tidak tahu berapa harganya dan berapa sisa saldo bantuan kami. Kalau ditanya, pihak pengelola selalu berbelit-belit. Kami menduga ada harga yang dimainkan atau barang yang dikurangi," ujarnya dengan nada kecewa.

​Ketidakberadaan papan informasi proyek di lokasi pembangunan juga memperkuat dugaan adanya upaya menutupi rincian anggaran dari publik. Hal ini dinilai melanggar prinsip keterbukaan informasi publik, terutama pada program yang bersumber dari dana negara.

​Oknum Bermain, Penerima Bantuan Tercekik

​Selain masalah material, muncul dugaan adanya oknum yang meminta "setoran" atau biaya administrasi tambahan kepada penerima bantuan dengan dalih biaya operasional. Akibatnya, bantuan yang seharusnya diterima utuh untuk memperbaiki hunian layak huni, justru tergerus oleh kepentingan pribadi oknum-oknum tersebut.

​"Bantuan ini hak orang miskin, jangan dijadikan lahan bisnis. Jika terus dibiarkan, tujuan program untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di Tanah Cogok tidak akan pernah tercapai," tegas seorang tokoh masyarakat setempat.

​Desakan Audit Investigatif

​Masyarakat mendesak instansi terkait, mulai dari tingkat Kecamatan hingga Dinas Perkim/Sosial, untuk segera turun ke lapangan melakukan audit dan kroscek fisik. Jika ditemukan bukti kuat adanya penyelewengan, warga meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang bermain.

​Hingga berita ini diturunkan, pihak pengelola program di tingkat kecamatan maupun pendamping desa terkait belum memberikan klarifikasi resmi mengenai keluhan dan dugaan ketidaktransparanan tersebut.(Ali/Mpc)

Pidsus Kejari Sungai Penuh Terbaik Se-Provinsi Jambi, Selamatkan Uang Negara Hampir Rp 8 Miliar

SUNGAIPENUH, MERDEKAPOST.COM — Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Sungai Penuh meraih peringkat pertama capaian kinerja se-wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jambi sepanjang 2025. Penghargaan itu di umumkan di Jambi, Senin, (08/12/2025).

Kepala Seksi Pidsus Kejari Sungai Penuh, Yogi Purnomo, mengatakan capaian tersebut merupakan hasil kerja kolektif seluruh jaksa dan penyidik. “Ini bukan akhir, melainkan dorongan untuk terus bekerja profesional dan berintegritas,” kata Yogi.

Sepanjang 2025, Pidsus Kejari Sungai Penuh menangani 4 penyelidikan, 14 penyidikan, 13 pra-penuntutan, 11 penuntutan, serta 5 eksekusi perkara tindak pidana korupsi. Dari rangkaian perkara tersebut, Kejari Sungai Penuh mencatat penyelamatan keuangan negara sebesar Rp 7,95 miliar.

Kepala Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, Robi Harianto S., menilai prestasi itu mencerminkan komitmen institusinya dalam penegakan hukum yang berdampak langsung bagi publik. “Angka penting, tapi yang utama adalah keadilan dan manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Dengan capaian tersebut, Kejari Sungai Penuh tercatat sebagai salah satu satuan kerja dengan kinerja terbaik dalam penanganan tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi. Ke depan, kejaksaan berkomitmen memperkuat sinergi antarpenegak hukum dan meningkatkan kualitas penanganan perkara.(ali)

Copyright © Merdekapost.com. All rights reserved.
Redaksi | Pedoman Media Cyber | Network | Disclaimer | Karir | Peta Situs